Momen Menyedihkan saat Pelamar Kerja Diwawancara Pakai AI

wawancara, video call, pelamar, Wawancara, Momen Menyedihkan saat Pelamar Kerja Diwawancara Pakai AI

Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mulai dipakai di berbagai aspek dalam dunia pekerjaan, termasuk untuk kegiatan wawancara kerja berbasis video (video call interview).

Belakangan, banyak perusahaan yang menggunakan AI berbasis video chatbot untuk mewawancara para pelamar kerja. Salah satunya adalah Apriora, startup yang memakai AI untuk melakukan seleksi calon karyawan via video call.

Perusahaan ini mengeklaim bahwa AI bisa meningkatkan efisiensi dalam pencarian calon karyawan terbaik, sekaligus menekan biaya untuk melakukan panggilan interview secara offline atau fisik.

Salah satu alasannya adalah karena AI bisa saja salah, mengalami halusinasi, dan terjadi kendala ketika proses video call berlangsung. AI juga tidak bisa menghargai pelamar dan tidak manusiawi.

Contoh dari kejadian ini dialami oleh seorang pelamar bernama Leo Humphries. Lewat akun TikTok @leohumpsalot, dia membagikan momen AI yang tampak rusak karena mengutarakan kalimat dan kata yang sama berulang-ulang. 

Satu pelamar lainnya bernama Kendiana Colin juga membagikan momen ia menyaksikan AI yang error karena mengatakan frasa "vertical-bar Pilates" tanpa henti. Momen ini ia bagikan via akun TikTok dengan handle @its_ken04.

Pada akhirnya, Leo dan Colin gagal mendapatkan pekerjaan tersebut. Dalam wawancara dengan AI via video call, keduanya kompak berdiam karena kaget melihat AI yang rusak, dan AI tersebut juga tak menanggapi apa yang keduanya bicarakan. 

Tidak dihargai

"Wawancara tersebut sangat tidak nyaman karena saya tidak bisa mendapatkan balasan dari pertanyaan yang saya tanyakan secara langsung pada saat itu juga. Padahal, saya orangnya sangat aktif dan ekspresif ketika berbicara," ungkap Tyler.

"Kalau saya tidak tahu tentang pekerjaan atau perusahaan ini, dan mereka tak bisa menjawab pertanyaan saya tentang pekerjaan tersebut secara langsung, untuk apa saya melamar pekerjaan itu?" imbuh Tyler. 

Jensen merasa ingin dihargai karena ia berharap ketika dalam wawancara kerja, pewawancara bisa melihat nilai dan kualitas dirinya dari sikap, ekspresi, hingga tutur kata yang ia utarakan.

Namun sial, AI tampaknya tidak bisa melihat nilai-nilai seperti itu, dan beberapa minggu kemudian, Jensen justru malah mendapatkan surat penolakan. 

Tak bisa menggambarkan budaya perusahaan

Sikap atau perilaku seorang pewawancara, begitu juga pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada pelamar, biasanya akan merefleksikan budaya dari perusahaan itu sendiri. 

Namun, ketika AI yang melakukan hal tersebut, nilai-nilai seperti ini seakan hilang. Hal ini dirasakan oleh seorang pelamar lainnya bernama Mayfield Phillips yang juga berbicara kepada Slate, sama seperti Tyler di atas. 

Ia mengaku kecewa dengan satu pengalaman wawancaranya, di mana AI tidak bisa menjawab pertanyaan terkait budaya perusahaan dan jenjang karier yang diraih ketika mendapatkan pekerjaan yang dilamar. 

"Saya kira kesan pertama yang ingin dicari para perusahaan dari para pelamar adalah kontak mata langsung dengan pelamarnya, bukan kontak dengan AI atau memenuhi jadwal dengan agen AI," jelas Phillips.

Sebelumnya, Phillips sendiri sempat menggunakan AI untuk mempercantik surat lamaran pekerjaan atau CV-nya. Ia paham betul bahwa dokumen ini akan dicek oleh AI, bukan manusia.

Namun, ia tak mengira bahwa proses wawancara dilakukan dengan AI yang sudah dijadwalkan, bukan manusia atau karyawan dari perusahaan yang dilamar. 

AI bikin efisien, tapi ...

Di luar sisi negatif di atas, Apriora, startup yang memakai AI untuk wawancara karyawan,  mengeklaim sistem mereka bisa mempercepat proses perekrutan hingga 87 persen dan memangkas biaya hingga 93 persen.

Kendati demikian, ia tetap menegaskan bahwa AI tetap tak bisa menilai atau membaca kepribadian manusia, yang sangat bisa menjadi pertimbangan dalam suatu kegiatan wawancara kerja.

"Perekrut yang baik bukan hanya sekadar pemeriksa dokumen lamaran dan mengecek kandidat dalam waktu singkat, namun juga mengecek kualitas dan kepribadian pelamarnya," tutur Mike. 

"Tetapi jika ada perekrut seperti ini, hal itu bisa menakutkan, terutama bagi mereka yang masih di awal kariernya," imbuh Mike. 

Mike melanjutkan bahwa tren AI yang dipakai dalam wawancara kerja ini kemungkinan akan terus berlanjut dan tak akan berhenti diadopsi banyak perusahaan. 

Salah satu perusahaan teknologi besar di dunia, IBM bahkan sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) alias layoff kepada "ratusan" staf HRD yang biasa melancarkan sesi wawancara calon karyawan. Sebagai gantinya, mereka kini menggunakan AI. 

Tak menutup kemungkinan beberapa perusahaan lain juga melakukan hal yang sama di masa depan, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Slate, Rabu (21/5/2025).