Konflik Iran-Israel, Para Ahli Peringatkan Campur Tangan AS lewat Serangan Bisa Buka ‘Kotak Pandora’

Serikat makin dekat untuk ikut serta dalam konflik Israel-Iran. ‘Negeri Paman Sam’ disebut mungkin akan menyerang fasilitas nuklir utama Iran. Itu termasuk pabrik pengayaan bahan bakar Fordow yang tersembunyi jauh di dalam pegunungan.
Telah beberapa hari berlalu sejak Israel melancarkan serangan terhadap Iran dan program nuklirnya. Para pemimpin Israel kini menanti keputusan apakah Presiden AS Donald Trump akan membantu mereka menyelesaikan misi tersebut. Seperti dilansir CNN, dua pejabat yang mengetahui diskusi internal mengatakan Presiden AS Donald Trump semakin terbuka untuk menggunakan kekuatan militer AS. Kekuatan militer itu direncanakan akan menyerang fasilitas nuklir Iran. Trump mengaku mulai kehilangan kesabaran dan meninggalkan pendekatan diplomatik.
“Saya mungkin akan melakukannya, atau mungkin tidak. Tidak ada yang tahu apa yang akan saya lakukan. Hal yang jelas, Iran sedang menghadapi banyak masalah dan mereka ingin bernegosiasi. Saya bilang, ‘kenapa kalian tidak bernegosiasi dengan saya sebelum semua kematian dan kehancuran ini terjadi’,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih pada Rabu (18/6).
Peringatan para Ahli tentang Kotak Pandora
Para pakar Iran memperingatkan serangan AS terhadap Iran bisa menyeret negara itu ke situasi lebih rumit ketimbang perang di Irak dan Afghanistan. Itu merupakan sebuah konfrontasi panjang yang dapat berlangsung sepanjang masa jabatan Trump. Belum lagi menimbulkan korban jiwa serta kerugian besar bagi AS, tapi demi kepentingan Israel.
“Setiap serangan dari AS akan memicu serangan habis-habisan dari Iran terhadap pangkalan-pangkalan AS di kawasan. Itu tentu akan memicu perang skala penuh antara AS dan Iran,” kata Wakil Presiden Eksekutif Quincy Institute di Washington, DC, Trita Parsi, dikutip CNN.
Meskipun Iran mungkin tidak mampu mempertahankan perang jangka panjang dengan AS, menurut Parsi, perang tersebut tidak akan mudah bagi Washington. “Iran merupakan negara yang sangat besar. Itu berarti AS harus menyerang banyak target untuk melumpuhkan kemampuan balasan Iran,” jelas Parsi. Ia juga mencatat bahwa saat ini tidak ada dukungan luas untuk perang dengan Iran, bahkan di kalangan pendukung Trump sendiri.
“Serangan AS akan membuka ‘kotak Pandora’ dan amat mungkin akan menghabiskan sisa masa kepresidenan Trump," kata Ellie Geranmayeh, peneliti senior di European Council on Foreign Relations.
Begitu kotak Pandora ini dibuka, menurut Geranmayeh, kita tidak tahu ke mana arah situasinya. “Trump sebelumnya pernah mundur dari ambang perang dengan Iran. Ia masih punya kesempatan untuk melakukan hal itu lagi,” ujarnya.
Iran Pantang Menyerah
Di lain sisi, Republik Islam Iran sudah menganggap AS terlibat dalam serangan Israel. Pihak Iran mengatakan senjata yang digunakan Israel berasal dari AS. Beberapa pejabat Iran mengatakan negara mereka telah mempersiapkan diri untuk perang besar dan berkepanjangan.
Pada Rabu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan bahwa Iran tidak akan mundur. Penegasan itu muncul sehari setelah Trump menyerukan ‘penyerahan tanpa syarat’ lewat media sosial.
“Biarlah orang Amerika tahu bahwa bangsa Iran bukan bangsa yang akan menyerah, dan setiap intervensi militer dari pihak mereka pasti akan mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki,” kata Khamenei dalam pidato nasional.
Keterlibatan langsung AS dalam konflik bisa memicu Iran mengaktifkan jaringan proksi mereka yang tersisa di Irak, Yaman, dan Suriah. Mereka sebelumnya telah melancarkan serangan terhadap aset AS di kawasan.
Dengan menyadari bahwa Iran tidak dapat menang langsung dalam konflik melawan AS dan Israel, para pakar menilai Teheran mungkin akan memilih strategi perang jangka panjang untuk menguras semangat dan kemampuan lawan, seperti saat mereka melawan Irak pada masa kepemimpinan Saddam Hussein selama satu dekade pada 1980-an.
“Strategi Iran bisa saja hanya bertahan, membalas sebanyak mungkin, dan berharap Trump akhirnya menghentikan perang lebih cepat, seperti yang ia lakukan di Yaman,” kata Parsi.
Setelah berbulan-bulan menyerang kelompok Houthi di Yaman yang didukung Iran, AS akhirnya mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan mereka pada Mei. Kesepakatan itu mengecewakan Israel.
Abdolrasool Divsallar, peneliti senior di UN Institute for Disarmament Research, lewat akun X, mengungkap startegi Iran melihat peluang menang dalam perang. “Mereka memanfaatkan kemampuan ofensif jangka panjang dan menguras kekuatan pertahanan gabungan AS-Israel,” jelasnya.
Divsallar mengimbuhkan, keterlibatan AS bukanlah hal baik.
“Masuknya AS dalam perang ini merupakan keputusan buruk dan mahal bagi semua pihak,” tambahnya.(dwi)