Jika GPS Diblokir, Apakah Rudal Masih Bisa Mengenai Target? Ini Penjelasannya

Rudal Jelajah Korea Utara
Rudal Jelajah Korea Utara

Dalam dunia militer modern, rudal jelajah dan balistik adalah senjata strategis utama yang digunakan untuk menyerang fasilitas vital musuh dari jarak jauh. Ketepatan serangan rudal ini bukan hanya bergantung pada daya ledaknya, tetapi juga pada sistem navigasi yang canggih.

Salah satu teknologi terpenting yang digunakan saat ini adalah sistem navigasi berbasis satelit, terutama GPS (Global Positioning System). Namun, ketergantungan pada GPS juga membawa risiko besar, apa yang terjadi jika sinyal GPS diblokir atau dimatikan oleh negara pemiliknya?

Navigasi Rudal: Dari Preset hingga Satelit

Rudal modern memiliki sistem kendali yang kompleks. Sistem paling sederhana adalah preset guidance, di mana arah dan lintasan rudal telah ditentukan sebelum peluncuran. Namun, sistem ini tidak fleksibel dan rawan meleset karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi nyata di medan tempur.

Untuk meningkatkan akurasi, digunakan Inertial Navigation System (INS). INS menggunakan giroskop dan akselerometer untuk menghitung posisi rudal secara terus-menerus berdasarkan posisi awal. Namun, kelemahan INS adalah akurasi yang menurun seiring waktu, akibat kesalahan kumulatif pada sensor.

Untuk mengatasi keterbatasan INS, sistem navigasi berbasis satelit seperti GPS menjadi solusi. GPS memungkinkan rudal mengetahui posisi dan arah secara real-time, dan mengarahkannya langsung ke titik koordinat target. Sistem ini sangat akurat dan menjadi tulang punggung banyak rudal jelajah, termasuk rudal Tomahawk milik Amerika Serikat.

Risiko Ketergantungan pada GPS

Walau akurat, sistem GPS memiliki satu kelemahan besar, ketergantungan pada sinyal dari satelit milik negara lain. Dalam konteks geopolitik, ini berisiko tinggi. GPS dikendalikan sepenuhnya oleh Amerika Serikat. Di pihak lain, Rusia memiliki sistem GLONASS, Cina dengan BeiDou, dan Uni Eropa mengembangkan Galileo.

Dalam kondisi perang, negara pemilik sistem navigasi satelit dapat membatasi, mengacaukan, atau memblokir akses ke sistem mereka. Artinya, jika sebuah negara menggunakan rudal berpanduan GPS dan aksesnya diblokir oleh AS, rudal tersebut bisa kehilangan arah atau gagal mencapai target.

Lebih dari itu, sinyal GPS dapat dengan mudah terganggu atau dijamming menggunakan teknologi peperangan elektronik (electronic warfare). Beberapa negara bahkan telah mengembangkan perangkat jamming yang mampu membutakan rudal GPS di wilayah tertentu.

Solusi Alternatif: INS, TERCOM, dan DSMAC

INS tetap digunakan sebagai dasar, menghitung posisi rudal berdasarkan data sensor internal. INS modern, menggunakan teknologi MEMS dan ring-laser gyroscope, bisa meleset hanya beberapa meter setelah menempuh jarak ribuan kilometer.

Dengan kombinasi sistem ini, rudal masih bisa mencapai target secara akurat meskipun sinyal GPS diblokir atau terganggu.

Ketergantungan pada GPS memang memberikan keunggulan besar dalam hal akurasi dan fleksibilitas navigasi rudal. Namun, di sisi lain, ini juga membuka kerentanan strategis yang bisa dimanfaatkan lawan dalam konflik. Pemblokiran sinyal satelit, jamming, atau bahkan sabotase sistem navigasi bisa membuat rudal kehilangan arah.

Karena itulah, negara-negara pemilik teknologi rudal canggih kini semakin mengandalkan sistem navigasi kombinasi—menggabungkan INS, TERCOM, DSMAC, dan GPS untuk memastikan keandalan navigasi di segala situasi. Redundansi ini penting untuk memastikan bahwa rudal tetap bisa menghantam target dengan presisi, bahkan dalam kondisi peperangan elektronik yang kompleks.

Dalam dunia di mana kontrol informasi dan sistem navigasi bisa menentukan hasil pertempuran, memiliki sistem pemandu yang independen, akurat, dan tahan gangguan adalah keunggulan strategis yang tak ternilai.