Cerita Simbol "@" di Alamat E-mail, Terpilih Karena Jarang Dipakai

Hari ini, kita sudah terbiasa menulis alamat e-mail dengan format seperti [email protected]. Tanda @ (dibaca "at") menjadi bagian yang sangat umum dan nyaris tak terpikirkan asal-usulnya.
Namun, siapa sangka, simbol “@” di e-mail sebenarnya dipilih secara tidak sengaja, dan bahkan nyaris tidak dipakai sama sekali dalam sejarah awal komunikasi digital. Bahkan, simbol lain seperti tanda sama dengan (=) sempat dipertimbangkan sebagai alternatif.
Simbol “@” kini menjadi standar global dalam format e-mail, serta memisahkan nama pengguna dan nama domain. Semua ini berawal dari keputusan sederhana yang diambil oleh seorang insinyur komputer pada awal tahun 1970-an.
Dipilih karena jarang dipakai
Adalah Ray Tomlinson, seorang insinyur komputer asal Amerika Serikat, yang menciptakan sistem e-mail pertama pada tahun 1971.
Ia bekerja di BBN Technologies, sebuah perusahaan yang mengerjakan proyek ARPANET, cikal bakal internet modern.
Waktu itu, Tomlinson diminta mengembangkan sistem untuk mengirim pesan dari satu komputer ke komputer lain yang terhubung lewat ARPANET.
Untuk itu, ia perlu menandai pesan tersebut agar dikirim ke pengguna tertentu di mesin tertentu. Artinya, ia harus memisahkan “nama orang” dan “nama komputer” dalam satu alamat.
Tomlinson pun membuka keyboard dan mencari simbol yang tidak umum digunakan dalam nama pengguna maupun nama file komputer.
Ia butuh karakter pemisah, tapi tidak bisa memakai huruf, angka, atau tanda baca yang umum, seperti titik (.), koma (,), atau garis miring (/). Ini dikarenakan semuanya sudah punya fungsi tersendiri dalam sistem operasi dan nama file.
Ia sempat mempertimbangkan tanda sama dengan (=) atau simbol lainnya, tapi semuanya terasa ambigu atau berisiko konflik dengan sintaks yang sudah ada.
Pilihan akhirnya, pilihan jatuh pada simbol “@”, yang saat itu nyaris tidak punya fungsi di dunia komputer.
Salah satu alasan lain Ray Tomlinson memilih simbol @ adalah karena makna dasarnya “at” atau “di”. Dalam bahasa Inggris, “@” memang digunakan dalam konteks seperti "5 items @ $1" yang artinya lima barang “per” satu dollar AS.
Dalam konteks email, penggunaan simbol ini sangat logis. Misalnya, alamat e-mail [email protected] bisa dibaca sebagai "yourname at example dot com". Artinya, pengguna bernama “yourname” berada di sistem (atau domain) bernama “example.com”.
“Simbol ‘@’ cocok secara semantik dan juga tidak memiliki arti lain di sistem komputer,” ujar Tomlinson dalam wawancaranya dengan berbagai media sebelum wafat pada 2016. “Itu membuatnya (simbol @) kandidat sempurna,” lanjutnya.
Dari satu eksperimen, jadi standar dunia
Ilustrasi alamat email menggunakan simbol @ sebagai pemisah nama pengguna dan nama domain.
Awalnya, sistem e-mail ciptaan Tomlinson hanya digunakan secara internal di antara komputer-komputer milik lembaga penelitian.Namun, seiring berkembangnya internet, sistem ini menjadi fondasi komunikasi digital global hingga sekarang.
Dalam waktu singkat, format alamat e-mail dengan [email protected] menyebar dan diadopsi oleh banyak sistem lain.
Bahkan ketika layanan e-mail publik mulai bermunculan seperti Hotmail (1996), Yahoo Mail (1997), dan Gmail (2004), penggunaan simbol “@” tetap dipertahankan tanpa dipertanyakan.
Secara teknis, alamat e-mail terdiri dari tiga bagian utama:
- Local part: bagian sebelum simbol “@”, biasanya nama pengguna (contoh: jane.doe)
- @: simbol pemisah
- Domain part: bagian setelah “@”, biasanya nama layanan atau institusi (contoh: gmail.com atau kompas.com)
Format ini mengikuti standar protokol SMTP (Simple Mail Transfer Protocol) yang masih digunakan sampai hari ini.
Kini, simbol “@” juga bukan hanya bagian dari alamat e-mail, tapi juga menjadi ikon budaya digital.
Misalnya, digunakan di media sosial seperti Twitter (X), Instagram, hingga platform chat sebagai penanda username (nama pengguna) atau saat ingin menyebutkan (mention) orang.
Jika Ray Tomlinson saat itu memilih simbol lain seperti “=”, bisa jadi hari ini kita menulis alamat email seperti yourname=example.com atau bahkan format lain yang terasa asing dan tidak intuitif.
Namun, karena pilihan kecil yang tampaknya sepele, seluruh dunia kini menggunakan “@” sebagai jembatan komunikasi digital lintas benua, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Smithsonian Magazine, Minggu (29/6/2025).