Bahlil Lahadalia Marah di DPR, Gara-Gara Data Desa Swasembada Energi Tak Akurat

Bahlil Lahadalia, swasembada energi, Data PLN dan Kementerian ESDM Berbeda, Swasembada Energi, Bahlil Lahadalia Marah di DPR, Gara-Gara Data Desa Swasembada Energi Tak Akurat

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meluapkan kemarahan dalam rapat bersama Komisi XII DPR di Gedung DPR RI, Rabu (2/7/2025).

Ia menegaskan tidak menerima data terkini terkait jumlah desa yang harus dijadikan objek program swasembada energi, baik dari bawahannya maupun dari PLN.

"Ini enggak tahu dirjen saya yang enggak benar atau Dirut PLN-nya yang enggak benar," kata Bahlil saat memberi paparan.

Bahlil menyampaikan bahwa program swasembada energi di desa-desa merupakan bagian dari visi besar Presiden Prabowo Subianto. Ia mengaku telah menyampaikan hal ini langsung kepada Presiden.

“Nah saya sampaikan kepada Bapak Presiden, atas arahan dan visi besar Presiden tentang swasembada energi, jadi energi ini harus juga diletakkan di desa-desa,” ujarnya.

Data PLN dan Kementerian ESDM Berbeda

Dalam penjelasannya, Bahlil menyebutkan bahwa terdapat sekitar 5.600 desa yang masuk target swasembada energi.

Namun ia justru mendapatkan laporan dari PLN bahwa jumlah desa yang belum teraliri energi mencapai 10.000.

“Dan dalam hitungan kami ada sekitar 5.600 desa yang harus kita lakukan. Tapi saya dapat laporan katanya PLN 10 ribu desa ya? Oh 10 ribu? Ini tambang? 10 ribu?” ucapnya dengan nada tinggi.

Melihat perbedaan data tersebut, Bahlil pun meminta seluruh jajaran PLN dan Dirjen terkait di Kementerian ESDM untuk segera menghadap dirinya.

“Kalian habis ini ketemu sama saya, kurang ajar kalian ini. Masih mau jadi dirjen kau? Ini direksi PLN kelihatannya baru juga jadi materinya baru, padahal dirut-nya cuma 1, enggak berubah-ubah,” lanjut Bahlil.

Arahan Presiden: Gunakan PLTS di Desa

Bahlil juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo telah memberikan arahan agar desa-desa yang belum terjangkau jaringan listrik tidak perlu menarik kabel dari pusat kota, melainkan cukup menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

“Dan desa-desa yang belum ada jaringannya itu tidak perlu menarik jaringan dari ibu kota, kabupaten, atau kecamatan, tapi kalau dia mempergunakan PLTS, maka jaringan lokal saja yang kita pakai,” jelas Bahlil.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa pembiayaan program akan dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan dan dikelola oleh Kementerian ESDM.

“Nah nanti itu bahas bersama-sama Kemenkeu nanti biayanya nanti akan lewat ESDM. Selama ini kan ditaruh di PLN, dianggap itu anggaran PLN, itu anggaran negara. Dan programnya harus mengikuti by design rencana pemerintah yang diputuskan oleh Bapak Presiden dengan melihat skala prioritas,” jelasnya.

Swasembada Energi Lebih Sulit dari Swasembada Pangan

Dalam kesempatan yang sama, Bahlil mengungkapkan bahwa program swasembada energi jauh lebih sulit dibandingkan dengan swasembada pangan.

“Kalau pangan itu cukup ada duit, ada lahan, ada pupuk, tiga bulan ada hasil. Tetapi kalau energi, ada duit, ada teknologi, ada wilayah kerja, nanti tunggu tiga tahun baru lihat hasilnya. Syukur kalau ada,” katanya.

Ia menegaskan bahwa selain kerja keras dan kerja cerdas, program energi juga membutuhkan doa karena sangat bergantung pada kondisi alam.

“Di samping kerja keras, kerja cerdas, tapi juga harus kerja dengan doa. Karena kalau Allah tidak membukakan pintu jalan untuk sumber daya alam ini muncul, itu susah. Jadi memang perbedaan antara pangan dan energi di situ,” paparnya.

Bahlil menutup dengan menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan produksi minyak nasional sebagai bagian dari langkah mencapai swasembada energi di Indonesia.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan Bahlil Sebut Swasembada Energi Tak Semudah Pangan