Korsel Berencana Buka Akses Warganya Liburan ke Korut, Emang Bisa?

Pemerintah Korea Selatan (Korsel) mempertimbangkan izin pariwisata individu bagi masyarakatnya bepergian ke Korea Utara (Korut).
Di bawah kepemimpinan Presiden Lee Jae Myung, Korsel mendorong membangun kembali hubungan baik antar-Korea yang retak.
"Pemerintah sedang meninjau dan menerapkan kebijakannya terkait Korea Utara dengan tujuan meredakan ketegangan di Semenanjung Korea serta meningkatkan hubungan antar-Korea. Berbagai langkah sedang ditinjau sebagai bagian dari proses ini," kata juru bicara Kementerian Unifikasi, Koo Byung-sam, dikutip dari The Korea Times, Rabu (23/7/2025).
Sebelumnya, wisata warga Korsel ke Korut telah ditangguhkan sejak 2008, usai seorang turis Korsel ditembak mati oleh tentara Korut di kawasan resor Gunung Geumgang.
Sayangnya, meski berbagai upaya telah dilakukan selama bertahun-tahun, program tur wisata tersebut belum dilanjutkan.
Dalam kepemimpinan Presiden Korsel sebelumnya, Moon Jae-in, pemerintah Kota Seoul sempat mengusulkan rencana yang memungkinkan warga negara Korsel untuk mengunjungi Korut melalui negara ketiga menggunakan visa turis.
Namun, inisiatif itu tidak berlanjut karena kurangnya tanggapan dari Pyongyang dan penentangan dari Washington, yang mendesak Seoul untuk berkoordinasi erat pada setiap inisiatif ekonomi atau pariwisata yang melibatkan Korea Utara.
Upaya pemerintah Korsel
Sejak menjabat sebagai presiden Korsel pada Juni 2025, Lee Jae Myung dikenal dengan kebijakannya terhadap pariwisata, termasuk saat berencana membuka akses wisata bagi warga Korsel ke Korut.
Eksplorasi pemerintahan Lee Jae Myung di bidang pariwisata mencerminkan kebijakan lebih luas yang bertujuan untuk berhubungan kembali dengan Pyongyang dan mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.
Dalam bulan pertamanya menjabat, Lee Jae Myung mengubah beberapa kebijakan garis keras pendahulunya, Yoon Suk Yeol.
Kebijakan yang dimaksud ialah menghentikan siaran pengeras suara propaganda lintas batas dan menyerukan kelompok-kelompok sipil untuk berhenti mengirim selebaran anti-Korea Utara melintasi perbatasan.
Menurut peneliti senior di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional, Cho Han-bum, pemerintah Korut mungkin menanggapi positif tawaran Seoul terhadap pariwisata, mengingat kebutuhannya yang mendesak akan mata uang asing.
"Meskipun hubungan antar-Korea sedang berada di titik terendah, Korea Utara tetap sangat membutuhkan mata uang asing dan pariwisata tidak dibatasi oleh sanksi internasional yang berlaku. Jika Seoul memberikan tawaran yang tulus, Pyongyang mungkin akan menerimanya," kata Cho.
Namun demikian, Cho mencatat bahwa setiap inisiatif pariwisata kemungkinan akan berjalan dengan asumsi bahwa warga Korsel diperlakukan sebagai warga negara asing, tanpa embel-embel "hubungan khusus" dengan Korsel.
Pasalnya, pemimpin Korut Kim Jong-un telah menetapkan Korsel sebagai "musuh utama" rezim tersebut, sekaligus secara resmi mendeklarasikan kedua Korea sebagai negara terpisah.
Para pejabat Korsel berpendapat bahwa perjalanan individu tidak akan melanggar sanksi internasional karena menghindari transfer tunai langsung atau pembayaran dalam skala besar.
Pariwisata tetap menjadi salah satu dari sedikit sektor di Korut yang saat ini tidak dibatasi oleh sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Wisata ke Korea Utara
Minat baru Seoul dalam bidang pariwisata muncul saat zona wisata pantai Wonsan-Kalma milik Korut yang tertutup bagi turis asing, mencoba menarik wisatawan Rusia dan China.
Kompleks resor yang diresmikan pada pada awal Juli 2025 disebut sebagai bagian dari upaya rezim Kim Jong-un untuk menghidupkan kembali industri pariwisata, namun tiba-tiba menangguhkan akses bagi wisatawan asing hanya beberapa minggu setelah dibuka.
Tidak ada penjelasan resmi yang diberikan terkait penangguhan ini, tetapi para ahli menyebutkan keterbatasan infrastruktur dan lokasi terpencil lokasi tersebut sebagai faktor utama di balik rendahnya permintaan asing.
Kalma berjarak sekitar 15 jam penerbangan dari kota-kota besar Rusia seperti Moskow dan Saint Petersburg.
"Turis Rusia tidak terlalu tertarik untuk mengunjungi Korea Utara dalam tur grup yang mahal, padahal mereka memiliki destinasi lain yang terjangkau di negara mereka sendiri atau di Asia Tenggara," kata Cho.
"Korea Utara akan segera menyadari bahwa mereka tidak dapat hanya bergantung pada Rusia atau China untuk keberhasilan kompleks Wonsan dan membutuhkan wisatawan dari negara tetangga, Korea Selatan," lanjutnya.