Kemenhub: Tingginya Angka Kecelakaan Bisa Sebabkan Kemiskinan Struktural

Kementerian Perhubungan melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan mengungkapkan, angka kecelakaan di jalan raya di Indonesia terbilang cukup tinggi, dimana setiap jamnya terjadi kecelakaan yang menyebabkan 3 orang meninggal dunia.
Dia membeberkan, data Korlantas Polri sendiri mencatat, tiap tahunnya jumlah korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan transportasi darat terus bertambah. Dimana pada tahun 2021 terdapat 25.266 orang, tahun 2022 sebanyak 27.531 orang, dan tahun 2023 sebanyak 27.895 orang.
Karenanya, Dia pun menekankan pentingnya memahami dampak dari kecelakaan-kecelakaan di jalan dengan frekwensi yang tinggi tersebut, karena hal itu tentunya juga akan menimbulkan masalah sosial-budaya sebagai imbasnya.
"Jadi ini (tingginya angka kecelakaan) berdampak (terhadap aspek sosial-budaya), karena data di kita itu tiap 1 jam ada 3 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas," kata Aan dalam diskusi di Kemenhub, Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2025.

Kecelakaan lalu lintas terjadi di ruas Tol Jagorawi arah Jakarta.
"Dan itu baru di (sektor transportasi) darat, belum lagi dari (sektor transportasi) laut dan kereta juga sama (menyumbang angka kecelakaan)," ujarnya.
Aan menjelaskan, dampak sosial-budaya dari tingginya angka kecelakaan itu sangat serius, bahkan berpotensi menyebabkan kemiskinan struktural. Dia mencontohkan, apabila ada seorang ayah dan ibu yang meninggal dunia karena kecelakaan di jalan raya, maka anak-anaknya akan menjadi anak yatim piatu dan sangat berpotensi menambah angka kemiskinan.
"Maka dari itu, saat ini Kemenhub sedang menyusun sejumlah kegiatan guna membangun kesadaran dalam berkendara yang berkeselamatan," ujarnya.
Aan bahkan membandingkan sistem keselamatan berkendara yang diterapkan di Indonesia dengan Jepang, dimana Jepang telah memulainya dari pendidikan anak usia dini. Hasilnya, hampir tidak ada unsur penegakan hukum pada sektor lalu lintas di Jepang, karena para pengendara umumnya sudah patuh terhadap aturan lalu lintas di negeri tersebut.
"Sehingga Jepang menjadi salah satu negara yang berhasil menekan tingkat fatalitas (angka kematian) korban (kecelakaan lalu lintas) jalan. Misalnya pada tahun 2021, di Jepang ada 2.500 orang meninggal (akibat kecelakaan lalu lintas) sementara di kita 27 ribu orang lebih yang meninggal dunia," kata Aan.
Tak hanya dari Jepang, Aan juga mencontohkan sistem keselamatan berlalu lintas yang diterapkan di Eropa. Apabila Jepang menekankan kepatuhan pada aturan lalu lintas, maka Eropa menurutnya justru lebih menekankan aspek penegakan hukum sehingga para pengguna jalan dipaksa untuk tertib berlalu lintas.
"Jadi mereka (Eropa) itu lebih ke arah penegakan hukum sehingga pengguna jalannya lebih tertib. Nah, di kita itu keduanya kita kombinasi, dengan menyasar (pendidikan lalu lintas) usia dini dan melakukan penegakan hukum yang memberi efek jera. Sehingga aspek keselamatan bisa dijamin baik untuk pengemudi ataupun pengguna jalan," ujarnya.