Cerita Sweet Sundae UMKM Binaan BI yang Tembus Pasar Ekspor, Berhasil Raup Miliaran Rupiah

Co-founder Sweet Sundae Yuki Rahmayanti.
Co-founder Sweet Sundae Yuki Rahmayanti.

Usaha mikro kecil menengah (UMKM) di sektor pangan kembali membuktikan ketangguhannya. Sweet Sundae, salah satu UMKM binaan Bank Indonesia (BI), kini berhasil menembus pasar ekspor setelah lebih dari satu dekade berjuang mencari pembeli luar negeri.

Sweet Sundae dikenal sebagai produsen gelato, susu segar, dan produk olahan susu lain yang telah berkembang pesat dari skala rumah tangga menjadi manufaktur dengan kapasitas besar. Co Founder Sweet Sundae, Yuki Rahmayanti, menuturkan bahwa produksi gelato mereka terus meningkat.

“Kalau dari total, gelato bulan kemarin aja hampir 1 ton produksi,” ungkap Yuki di Yogyakarta, Kamis, 21 Agustus 2025.

Besarnya volume produksi itu berdampak signifikan pada pendapatan usaha. Dari gelato saja, omzet yang diperoleh mencapai ratusan juta rupiah.

“Omzet gelato kurang lebih Rp500 juta. Sedangkan susu lebih besar, sekitar Rp1 miliar,” katanya.

Sweet Sundae juga berhasil menembus ekspor pada pertengahan 2025 dengan pasar utama di Uni Emirat Arab (UEA). Produk yang dikirim adalah evaporated milk dengan nilai transaksi mencapai sekitar Rp439 juta. Menurut Yuki, perjalanan untuk bisa ekspor tidaklah singkat.

“Persiapan ekspor sudah kami lakukan selama 10 tahun, tapi baru berhasil,” jelasnya.

Meski ekspor baru menyumbang sekitar 20 persen dari total produksi, langkah ini menjadi tonggak penting. Sementara itu, sebagian besar produk, yakni 80 persen, masih dipasarkan di dalam negeri, khususnya Jawa dan Bali.

Selain ekspor, Sweet Sundae juga terlibat dalam program Makan Bersama Gotong Royong (MBG), sebuah inisiatif penyediaan pangan bergizi di sekolah-sekolah. 

Awalnya, cerita Yuki, keterlibatan tersebut tidak direncanakan. “Sebenarnya MBG ini di luar perencanaan kami tahun kemarin, karena kami lebih ingin fokus persiapan ekspor dan Horeca (Hotel, Restoran, Cafe, Catering),” ujar Yuki.

Namun permintaan yang terus berdatangan membuat Sweet Sundae masuk ke rantai pasok MBG sejak Februari 2025. Saat ini, suplai mereka mencakup wilayah Magelang, Mertoyudan, Pacitan, Purworejo, Cilacap, Kudus, dan Semarang, dengan rata-rata 3.000–3.600 porsi per hari untuk setiap satuan pendidikan penerima gizi (SPPG).

Untuk mendukung kebutuhan produksi, Sweet Sundae tidak hanya mengandalkan mitra koperasi dan peternak perorangan, tetapi juga telah memiliki farm sendiri. Saat ini ada 97 ekor sapi yang dipelihara, dan Oktober mendatang akan datang tambahan 52 ekor sapi dari Australia.

Yuki menekankan bahwa keberhasilan Sweet Sundae tidak lepas dari dukungan dan pembinaan Bank Indonesia. Sejak tahun 2012, BI aktif mendampingi UMKM ini, terutama ketika menghadapi tantangan berat seperti pandemi.

“BI itu sangat-sangat membantu kami. Kami mulai didampingi BI sejak tahun 2012, dan sampai sekarang masih dikontrol. Artinya, ketika kami mengalami penurunan, misalnya saat pandemi, BI itu langsung nanya, ini asetnya kok hilang? Kenapa turun? Ada apa? Perlu apa? Jadi benar-benar di-emong,” jelasnya.

Berbeda dengan lembaga lain yang hanya memberi dana, BI lebih fokus membuka akses pasar, pendampingan, serta peningkatan kapasitas SDM.

“BI tidak memberikan dana, tapi memberikan pasar, peluang, dan pendampingan,” ujar Yuki.

Pembinaan BI, sambung Yuki, juga dilakukan secara berjenjang. Jika sebuah UMKM naik kelas, maka pelatihan yang diberikan pun naik tingkat. “Mentor dan pelatih dari BI juga memang benar-benar expert, bukan asal-asalan. Itu sangat memengaruhi pengalaman kami,” kata Yuki.