Easycash Dukung Upaya AFPI Pacu Literasi Keuangan Digital dan Pinjaman Daring

Easycash dan AFPI
Easycash dan AFPI

Langkah Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dalam memasyarakatkan literasi keuangan terkait pinjaman daring melalui 'Siaran Literasi Pinjaman Daring Terlama', turut diapresiasi oleh Easycash.

Bahkan, AFPI akhirnya berhasil mencatatkan prestasi baru dengan meraih rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI), untuk podcast tayangan langsung di YouTube selama 25 jam non-stop pada 21-22 Agustus 2025 tersebut.

Direktur Utama Easycash, Nucky Poedjiardjo mengatakan, program ini menghadirkan lebih dari 25 topik dalam 50 sesi, mulai dari pemahaman dasar mengenai pinjaman daring (pindar), literasi keuangan digital, bahaya pinjol ilegal, hingga peran industri pindar dalam sinergi membangun perekonomian nasional.

"Easycash mengapresiasi kerja keras AFPI dalam memperluas literasi keuangan. Program ini mencerminkan komitmen bersama seluruh pelaku industri, untuk menghadirkan ekosistem keuangan digital yang lebih inklusif dan berkelanjutan," kata Nucky dalam keterangannya, Rabu, 3 September 2025.

IDBS 2025, Easycash

IDBS 2025, Easycash

Sebagai bagian dari rangkaian program edukasi tersebut, Ketua Bidang External Affairs and Advocacy AFPI sekaligus Direktur Easycash, Harza Sandityo, turut berperan aktif dengan membawakan materi terkait tata kelola platform Pindar.

Dalam sesi tersebut, Harza menegaskan bahwa industri pindar merupakan bagian dari lembaga jasa keuangan yang sangat teregulasi. Menurutnya, masih terdapat banyak kesalahpahaman di masyarakat yang menganggap bahwa industri ini belum memiliki peraturan yang memadai.

Padahal, OJK telah mengeluarkan banyak peraturan, termasuk salah satu diantaranya POJK 40 Tahun 2024, yang mengatur secara rinci aspek-aspek tata kelola yang baik atau good corporate governance (GCG).

"Regulasi ini diperkuat oleh Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang secara resmi menjadikan pindar sebagai lembaga jasa keuangan," ujar Harza.

Dia menjelaskan, tantangan terbesar industri saat ini bukanlah ketiadaan aturan, melainkan kesenjangan literasi dan advokasi. Sebagai industri yang relatif baru memasuki usia 10 tahun, baik pelaku usaha maupun masyarakatnya masih perlu belajar dan beradaptasi dengan cepatnya perubahan regulasi.

"Literasi keuangan adalah PR besar kita bersama sebagai bangsa. Kami percaya, kunci untuk membangun ekosistem yang sehat adalah meningkatkan pemahaman di semua pihak, baik dari sisi platform maupun pengguna," ujarnya.