Kronologi Evakuasi Julina Marins dari Agam Rinjani, Seperti Dilempari Batu Saat Menuruni Jurang

Abd Haris Agam atau yang akrab dikenalAgam Rinjani, tidak berada di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), saat turis asal Brasil, Juliana Marins, jatuh ke jurang.
Pekan lalu, Sabtu (21/6/2025), Agam tengah berada di Jakarta dan sempat bertolak ke Bogor, Jawa Barat, untuk menghadiri kegiatan bersama rekannya, Tyo.
Namun, telepon milik Agam tidak berhenti berdering. Ia terus mendapat laporan dari tim di Rinjani tentang jatuhnya Juliana.
"Gam, kamu di mana? Kalau tidak ada kamu, enggak bisa dievakuasi ini," bunyi suara telepon Agam dari tim di lokasi.
"Di Sembalun, orang beranggapan seperti itu. Katanya, kalau tidak ada saya, susah untuk mengevakuasi korban, tetapi nyatanya kalau tidak ada saya, evakuasi berhasil juga," kata Agam dalam bincang-bincang bersama Consina di Toraja Coffee House Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Tim yang dimaksud adalah Rinjani Squad. Kumpulan masyarakat lokal dan pencinta alam yang berpartisipasi dalam pelestarian kawasan Rinjani. Agam termasuk pengusung tim ini.
Saat melihat pemberitaan insiden Juliana yang tidak berhenti di media sosial, Agam segera berkontak dengan Rinjani Squad di shelter darurat.
Sebab, tepat di titik itu, terdapat jaringan komunikasi yang dapat membantu memudahkan ia mendapat kabar terbaru.
Pantauan drone saat Juliana masih hidup
Salah satu anggota tim Rinjani Squad melaporkan situasi Juliana yang ditemukan dalam kondisi hidup di kedalaman 400 meter saat dipantau menggunakan drone.
Rinjani Squad bersama tim SAR Lombok Timur tiba di lokasi jatuhnya Juliana sekitar pukul 20.00 Wita.
Namun, saat salah seorang tim turun ke jurang untuk mengevakuasi Juliana, korban tidak berada di sana.
"Juliana tidak ada akhirnya salah satu orang harus menginap sendiri di bawah jurang, di tempat lokasi Juliana terakhir dilihat oleh drone masih hidup," ungkap Agam.
Sementara sisa tim menunggu di atas, menjaga anchor tanpa alas tidur, tanpa tenda, hanya beralas jaket menunggu pagi tiba.
"Di Pelawangan saja, kita tidur sudah kedinginan, apalagi di atas sana. Wah, bisa dibayangkan perjuangannya mereka," ujar Agam.
Agam berangkat ke Gunung Rinjani
Agam bersama Tyo berencana berangkat ke Lombok sejak hari kedua insiden Juliana, Minggu (22/6/2025), tetapi tidak ada penerbangan dari Jakarta ke Lombok saat itu.
Ia baru mendapatkan tiket pesawat ke Lombok pada Senin (23/6/2025) pukul 03.45 WIB dini hari.
Selama perjalanan menuju Lombok, Agam terus mengunggah kondisi terkini dirinya di Instagram dan mendapat banyak perhatian dari warganet.
Abd Haris Agam atau yang akrab dikenal Agam Rinjani, salah satu tim evakuasi turis Brasil, Juliana Marins, di jurang Gunung Rinjani saat acara bincang-bincang bersama Consina di Toraja Coffee House Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
"Kenapa banyak pula yang nonton Instaram saya, sampai 3.000 orang, tetapi enggak sempat membaca (komentar) karena masih di jalan," tutur Agam.
Setibanya di Bandara Lombok, Agam bertemu pihak keluarga Juliana yang menyebut tengah mengusahakan helikopter untuk evakuasi di rinjani.
Akhirnya, ia tidak langsung berangkat ke Gunung Rinjani, melainkan menunggu kepastian helikopter di bandara sekaligus menyiapkan alat bantu lainnya.
Sayangnya, setelah menunggu selama tiga jam, tidak ada helikopter seperti yang disebut pihak keluarga Juliana di awal kedatangan Agam.
"Ternyata tidak ada helikopter. Akhirnya, kami cari transportasi sendiri ke Gunung Rinjani," kata dia.
Agam bahkan sempat mencari pertolongan mobil balap lewat unggahan cerita Instagramnya, tetapi tidak sempat menunggu lebih lama dan memilih berangkat menggunakan mobil sedan.
Tali evakuasi Juliana kurang panjang
Saat perjalanan menuju Gunung Rinjani, Agam diminta mampir ke Kantor Basarnas untuk mengambil tali evakuasi sepanjang 600 meter.
Kala itu, ia berpikir bahwa tali tersebut tidak cukup panjang untuk menarik korban ke atas. Agam lantas membeli tali baru sepanjang 200 meter sebagai tambahan, takut-takut Juliana jatuh lebih jauh.
"Kami berpikir panjang. Sebelum berangkat, kami sempat buka laptop dan menghitung jarak ke bawah itu sekitar 800-900 meter. Berarti perlu tali sepanjang 1.800 meter karena harus double line," kata Agam.
Begitu tiba di Sembalun, Agam melihat seorang turis asing yang terus menerus merekam proses evakuasi
"Saya direkam terus, saya lihat Instagramnya, saya dikira tim evakuasi dari Jepang, orang Mongolia," kata dia.
Tanpa berkomunikasi lebih jauh, Agam bergegas ke pos dua menggunakan motor milik polisi, lalu melanjutkan perjalanan dengan berlari hingga tiba di Pos Pelawangan Sembalun atau pos terakhir.
Jenazah Juliana berhasil dievakuasi
Agam bersama tim SAR memulai evakuasi Juliana pada Selasa (4/6/2025), menggunakan tali manual.
Agam menggambarkan seramnya medan Rinjani saat turun ke juran dengan kedalaman 400 meter. Batu-batu kecil tidak berhenti berjatuhan selagi Agam terus bergerak turun ke lokasi Juliana.
Badan Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) saat mengevakuasi jasad Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nisa Tenggara Barat, Senin (23/6/2025). Juliana Marins jatuh pada Sabtu (21/6/2025) dan ditemukan tewas.
"Saat kondisi kabut, mata harus betul-betul fokus. Tiba-tiba ada batu jatuh di sini, di sana, kami seperti dilempari batu," ungkap dia.
Belum lagi, kemiringan jurang yang terjang mengharuskan tim evakuasi merapat ke dinding jurang demi menghindari kaki terpeleset ke bawah.
Perwakilan tim Basarnas turun pertama kali menemukan korban, dilanjutkan dengan Tyo yang membawa kamera menuju titik tersebut.
Sementara tiga orang lainnya menjaga anchor di atas untuk membantu menarik tim evakuasi bersama korban naik ke atas.
"Saya yang terakhir turun dan pas turun itu sudah mau gelap. Langsung berpikir bagaimana bisa tidur, di mana bisa tidur karena kelihatan miring semua. Enggak ada tempat tidur," ujar Agam.
Agam bersama tim segera mengebor beberapa titik di jurang, lalu memasang anchor untuk memudahkan tidur dengan posisi menggantung.
Mereka akhirnya tidur menggantung semalaman dan baru melanjutkan proses evakuasi saat terang mulai terlihat pada keesokan hari.
Tanpa makanan, tim evakuasi bertahan dengan posisi menggantung dan berupaya tidak melakukan banyak pergerakan. Terlebih bagi Agam yang memegang tubuh jenazah korban.
"Karena posisi sudah gelap, kalau kami sentuh korban, bisa meluncur lagi 180 meter ke bawah, jadi kami menunggu saja sampai pagi," kata Agam.
Terlebih, lanjut dia, kondisi tubuh korban sudah memprihatinkan. Kepala korban retak, darah bercecer di mana-mana, ditambah kaki dan tangan korban yang patah.
Saat pagi tiba, sekitar pukul 04.30 Wita pada Rabu (25/6/2925), tim evakuasi mulai memasukkan korban ke dalam kantong jenazah.
"Ketika tim sudah ada di depan dengan formasi dua-dua-dua, saya naik paling belakang. Banyak batu dari atas, tidak bisa menghindar, pasrah terkena luka-luka," kata Agam.
Proses mengangkat jenazah Juliana berlangsung selama enam jam hingga pukul 03.30 Wita dini hari.
Setelah tiba di puncak, orang-orang yang menunggu evakuasi jenazah Juliana bersorak menyambut tim evakuasi, sebelum jenazah dipikul turun ke bawah.
Kritik warganet
Agam menyayangkan pihak pemerintah, khususnya balai taman nasional, yang tidak menyampaikan kabar evakuasi Juliana dalam waktu cepat.
Saat ia melakukan evakuasi, pikirannya juga tidak lepas dari kritik warganet yang menganggap proses evakuasi Juliana sudah berhenti.
Tim SAR gabungan melakukan evakuasi terhadap pendaki asal Brasil yang jatuh di Cemara Nunggal, Gunung Rinjani.
"Banyak yang bilang, teman-teman di Rinjani tidak melakukan penyelamatan, setop melakukan rescue saat Juliana masih hidup sampai bikin marah orang Brasil," kata dia.
Padahal, tim SAR harus menghadapi sejumlah faktor penghambat evakuasi, seperti minimnya alat bantu dan cuaca yang tidak membaik.
teman di institusi pemerintahan tidak mendahulukan press release supaya orang-orang tidak bertanya ke mana informasinya, susah mencari tahu. Itu yang mungkin tidak dilakukan kemarin," ungkap dia.
Akun Instagram Agam pun menjadi sorotan warganet Brasil karena memberi kabar dalam waktu cepat mengenai kondisi evakuasi tersebut.
"Saya lihat netizen di medsos itu ngeri-ngeri. Penghinaan semua terhadap negara. Makanya bangkit jiwa nasionalisme saya. Masa negara ini diinjak-injak karena orang jatuh," kata dia.
Agam mengaku sempat mendapat tekanan dari netizen luar negeri hingga permintaan nomor rekening untuk penggalangan dana.
"Saya bilang, ‘I don’t need money. Saya mau turun rescue ke bawah’,” pungkas Agam.