Kok Bisa? Bos Menyebalkan Malah Cepat Naik Jabatan, Ini Alasannya!

Ilustrasi bos menyebalkan, Faktor Psikologis: Persepsi Sukses yang Menutupi Perilaku Negatif, Faktor Politik Kantor: Siapa yang Lebih Terlihat Memimpin?, Pandangan HR dan Pakar Manajemen: Mengapa Dibiarkan?, Dampak Jangka Panjang: Produktivitas dan Talenta Bisa Terancam, Rekomendasi: Bagaimana Organisasi Bisa Lebih Sehat?
Ilustrasi bos menyebalkan

Pernahkah kamu bertanya-tanya kenapa atasan yang galak, suka marah-marah, atau terkesan menyebalkan justru lebih cepat naik jabatan? Fenomena ini bukan sekadar mitos.

Banyak perusahaan yang mempromosikan pemimpin dengan gaya kepemimpinan keras meski tidak disukai bawahan. Namun, apa alasan di baliknya? Beberapa faktor psikologis, politik kantor, hingga cara organisasi menilai kesuksesan pemimpin ternyata berperan besar.

Menariknya, studi terbaru menunjukkan bahwa perilaku kasar seorang bos bisa ditoleransi, bahkan dibenarkan, selama mereka dianggap sukses. Berikut beberapa alasan di balik itu semua. 

Faktor Psikologis: Persepsi Sukses yang Menutupi Perilaku Negatif

  1. Tough love atau kekerasan terselubung?
    Menurut penelitian dari Ohio State University yang dipimpin oleh Robert Lount, karyawan sering kali memandang perilaku agresif bos mereka sebagai tough love jika bos tersebut dianggap sukses. Dalam wawancaranya, Lount mengatakan bahwa kalau karyawan melihat bos mereka sebagai pemimpin yang sukses, rasanya sulit membayangkan bos itu bersikap kasar… mereka akhirnya memberi label perilaku kasar tersebut sebagai sesuatu yang lebih positif, seperti ‘tough love’ atau bentuk kasih sayang yang keras. Dengan kata lain, prestasi dan citra sukses bisa membuat perilaku negatif tampak masuk akal.
  2. Budaya takut yang dianggap efektif
    Bos dengan gaya otoriter sering menciptakan budaya takut di tempat kerja. Meski berdampak buruk secara emosional, tekanan ini kadang dipandang efektif karena mendorong karyawan mencapai target jangka pendek.
  3. Bias terhadap otoritas
    Sifat-sifat seperti narsisme atau sikap Machiavellian kadang keliru dianggap sebagai tanda kepemimpinan kuat. Hal ini membuat organisasi sulit membedakan antara pemimpin yang tegas dengan yang sebenarnya toksik.

Faktor Politik Kantor: Siapa yang Lebih Terlihat Memimpin?

Selain faktor psikologis, politik kantor memainkan peran penting dalam promosi.

  1. Jaringan dan kekuasaan
    Orang yang agresif cenderung lebih lihai membangun jaringan politik internal. Mereka tahu siapa yang harus didekati untuk mendukung karier mereka.
  2. Impresi yang kuat
    Bos yang galak sering terlihat memimpin karena mereka berani mengambil keputusan besar dan memaksakan perubahan. Ini memberi kesan kompeten di mata manajemen puncak.
  3. Dukungan dari atasan
    Perusahaan sering mendukung pemimpin yang terlihat mampu menghasilkan angka meskipun cara mereka merugikan iklim kerja. Hal ini karena promosi kerap berbasis hasil, bukan perilaku.

Pandangan HR dan Pakar Manajemen: Mengapa Dibiarkan?

Menurut pakar HR, departemen sumber daya manusia (HR) kerap kesulitan menindak bos toksik yang punya track record bagus. Mereka khawatir tindakan tegas akan merusak reputasi perusahaan atau mengganggu performa divisi.

Sebuah artikel di Harvard Business Review (2021) bahkan menyebut bahwa politik kantor yang tidak sehat mendorong organisasi menoleransi pemimpin yang toksik selama mereka memberikan hasil.

Selain itu, HR mungkin lebih fokus pada indikator kinerja dibanding aspek psychosocial safety climate (PSC) yaitu sejauh mana organisasi peduli pada kesehatan mental karyawan. Rendahnya PSC bisa membuat karyawan merasa tidak ada perlindungan dari perilaku atasan yang menyebalkan.

Dampak Jangka Panjang: Produktivitas dan Talenta Bisa Terancam

Meski bisa mendongkrak hasil jangka pendek, mempromosikan bos yang menyebalkan berisiko besar:

  • Meningkatkan turnover: Karyawan berkualitas mungkin memilih hengkang.
  • Burnout dan rendahnya moral: Budaya takut membuat karyawan enggan berinovasi.
  • Citra perusahaan buruk: Lingkungan kerja toksik bisa merusak reputasi employer branding.

Studi tentang abusive supervision menunjukkan bahwa karyawan yang sering mengalami perilaku kasar dari atasan cenderung lebih sering absen, kurang loyal, dan tidak produktif.

Rekomendasi: Bagaimana Organisasi Bisa Lebih Sehat?

  1. Evaluasi promosi secara transparan
    Promosi sebaiknya tidak hanya berdasarkan hasil, tetapi juga mempertimbangkan gaya kepemimpinan dan dampaknya terhadap tim.
  2. Bangun iklim kerja yang aman secara psikologis
    Perusahaan harus berinvestasi pada program yang meningkatkan PSC agar karyawan merasa aman menyampaikan keluhan.
  3. Pelatihan emotional intelligence
    Manajer perlu dilatih mengelola emosi dan membangun komunikasi yang efektif agar tidak hanya terlihat tegas, tetapi juga mendukung tim.
  4. HR berani bersuara
    HR harus punya mekanisme untuk menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan kesejahteraan karyawan.