Top 6+ Tantangan Melestarikan Tenun Batak ke Generasi Muda Menurut TobaTenun

tenun batak, TobaTenun, melestarikan tenun batak, tenun Batak, Tobatenun, tantangan melestarikan tenun Batak, kain tenun batak, tenun batak populer, 6 Tantangan Melestarikan Tenun Batak ke Generasi Muda Menurut TobaTenun, 1. Harga yang dinilai terlalu tinggi, 2. Kalah saing dengan produk fesyen modern, 3. Kurangnya akses dan koneksi emosional, 4. Minimnya role model anak muda, 5. Adaptasi warna dan motif agar lebih modern, 6. Budaya tak akan bertahan jika tak beradaptasi

Kain tenun tradisional seperti tenun batak menghadapi tantangan besar untuk tetap relevan, di tengah arus tren global dan gempuran merek fesyen internasional. 

TobaTenun, salah satu brand tekstil yang fokus pada pelestarian tenun batak, mengakui bahwa mengenalkan budaya lokal ke generasi muda bukan perkara mudah.

Ada sejumlah tantangan yang dihadapi TobaTenun dalam menghidupkan kembali semangat cinta tenun batak di kalangan muda. Simak penjelasannya.

Perjuangan melestarikan tenun batak untuk generasi muda

1. Harga yang dinilai terlalu tinggi

tenun batak, TobaTenun, melestarikan tenun batak, tenun Batak, Tobatenun, tantangan melestarikan tenun Batak, kain tenun batak, tenun batak populer, 6 Tantangan Melestarikan Tenun Batak ke Generasi Muda Menurut TobaTenun, 1. Harga yang dinilai terlalu tinggi, 2. Kalah saing dengan produk fesyen modern, 3. Kurangnya akses dan koneksi emosional, 4. Minimnya role model anak muda, 5. Adaptasi warna dan motif agar lebih modern, 6. Budaya tak akan bertahan jika tak beradaptasi

CEO TobaTenun Kerri Na Basaria Panjaitan dalam UGARI: LUHUR, Perayaan 7 Tahun TobaTenun di Kuningan, Jakarta Selatan Rabu (30/7/2025).

Produk tenun tradisional seperti ulos batak memang tidak murah. Proses pembuatannya yang rumit, dikerjakan manual selama berhari-hari, serta penggunaan bahan alami membuat harga kain tenun menjadi mahal. 

Namun, hal ini justru menjadi hambatan ketika dibandingkan dengan produk fesyen cepat atau fast fashion.

“Faktor harga udah pasti jadi tantangan utama, apalagi kalau di Jakarta ini semakin banyak brand luar yang masuk dan dianggap lebih tren,” ujar CEO TobaTenun, Kerri Na Basaria Panjaitan dalam acara UGARI: LUHUR, perayaan 7 tahun TobaTenun yang digelar di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (30/7/2025).

Kesan "mahal tapi jarang dipakai" menjadi persepsi umum di kalangan anak muda, membuat tenun tradisional tampak kurang fungsional dalam keseharian mereka.

“Alhasil banyak orang merasa ngapain beli hasil penenun yang harganya lebih mahal dan enggak bisa dipakai sering-sering, mending beli tas atau sepatu mahal,” jelas Kerri.

2. Kalah saing dengan produk fesyen modern

tenun batak, TobaTenun, melestarikan tenun batak, tenun Batak, Tobatenun, tantangan melestarikan tenun Batak, kain tenun batak, tenun batak populer, 6 Tantangan Melestarikan Tenun Batak ke Generasi Muda Menurut TobaTenun, 1. Harga yang dinilai terlalu tinggi, 2. Kalah saing dengan produk fesyen modern, 3. Kurangnya akses dan koneksi emosional, 4. Minimnya role model anak muda, 5. Adaptasi warna dan motif agar lebih modern, 6. Budaya tak akan bertahan jika tak beradaptasi

Koleksi busana kolaborasi TobaTenun dengan desainer Eridani.

Tenun tradisional sering dianggap terlalu formal atau kuno dibandingkan produk fesyen modern yang lebih simpel dan fleksibel. 

Apalagi banyak brand lokal dan internasional saat ini menghadirkan koleksi yang sangat terjangkau dan cepat berganti.

“Mengenalkan tenun batak ke lintas generasi memang sulit sih, di tengah berbagai macam brand mulai mengeluarkan koleksi yang lebih modern dan trendi,” kata dia.

Hal ini membuat tenun tradisional cenderung dipandang sebagai busana acara adat atau perayaan tertentu saja, bukan sebagai bagian dari gaya hidup harian.

3. Kurangnya akses dan koneksi emosional

Generasi muda kerap memiliki rasa ingin tahu tinggi, tetapi tanpa pendekatan yang tepat, warisan budaya seperti tenun bisa terasa jauh dari mereka. 

Edukasi tentang sejarah, nilai simbolis, serta proses pembuatan tenun menjadi penting untuk membangun koneksi emosional.

“Tapi antusias anak muda itu pasti ada, bagaimana kami bisa meraih mereka dan membuat tenun Batak ini lebih mudah diakses muda-mudi,” ujar Kerri.

Kerri menilai, keterlibatan anak muda bisa dimulai dari penyederhanaan akses, baik secara visual, gaya, maupun harga.

4. Minimnya role model anak muda

tenun batak, TobaTenun, melestarikan tenun batak, tenun Batak, Tobatenun, tantangan melestarikan tenun Batak, kain tenun batak, tenun batak populer, 6 Tantangan Melestarikan Tenun Batak ke Generasi Muda Menurut TobaTenun, 1. Harga yang dinilai terlalu tinggi, 2. Kalah saing dengan produk fesyen modern, 3. Kurangnya akses dan koneksi emosional, 4. Minimnya role model anak muda, 5. Adaptasi warna dan motif agar lebih modern, 6. Budaya tak akan bertahan jika tak beradaptasi

Gambaran busana dengan kain tenun Batak dalam acara UGARI: LUHUR, Perayaan 7 Tahun TobaTenun di Kuningan, Jakarta Selatan Rabu (30/7/2025).

Bagi TobaTenun, kehadiran figur muda yang mengenakan dan mempopulerkan tenun batak sangat penting. 

Sosok ini dapat menjadi panutan sekaligus jembatan budaya antara warisan masa lalu dan selera masa kini.

“Itulah mengapa kami coba kolaborasi dengan desainer, anak-anak muda, yang mereka bisa jadi role model untuk orang-orang di sekelilingnya,” ucap Kerri.

Melalui kolaborasi ini, TobaTenun ingin menunjukkan bahwa tenun tak hanya untuk generasi tua, tetapi bisa juga tampil modern di tangan anak muda kreatif.

5. Adaptasi warna dan motif agar lebih modern

Tak sekadar mengikuti selera pasar, TobaTenun tetap menjaga pakem warisan dengan cara menyelaraskannya ke gaya kekinian. 

Warna-warna pastel dan motif kontemporer mulai digunakan untuk membuat tenun lebih fleksibel dan fashionable.

“Dari segi motif, kami juga buat dengan warna yang lebih tren tanpa meninggalkan pakem tenunnya. Motif pun juga lebih kontemporer, yang inspirasinya tetap tenun Batak tradisional,” jelas perempuan 34 tahun itu.

Kombinasi antara inovasi dan konservasi ini menjadi kunci agar tenun tetap hidup dan berkembang.

6. Budaya tak akan bertahan jika tak beradaptasi

Kerri menyadari, budaya hanya akan bertahan jika ia bisa menyesuaikan diri dengan zaman. 

Terlalu kaku dalam mempertahankan tradisi justru bisa menjauhkan budaya itu sendiri dari masyarakat.

“Kita enggak bisa lestarikan budaya hanya stuck dan enggak mengikuti perkembangan zaman, yang ada akan semakin ditinggalkan budaya tersebut,” tegasnya.

Oleh karena itu, pelestarian tenun tak hanya tentang menjaga bentuk aslinya, tapi juga menjadikan budaya ini hidup di tengah masyarakat yang terus berubah.

Dengan pendekatan yang inklusif, kolaboratif, dan adaptif, TobaTenun berupaya menjadikan tenun Batak sebagai bagian dari identitas anak muda Indonesia, bukan sekadar peninggalan sejarah.