Berkaca dari Tes DNA Ridwan Kamil dan Anak Lisa Mariana, Apakah Hasil Tes DNA Bisa Salah?

Bareskrim Polri baru saja mengumumkan hasil tes DNA yang menyebut sampel milik Ridwan Kamil tidak identik dengan anak Lisa Mariana. Hal ini disampaikan Kasubdit 1 Dittipidisber Kombes Rizki Agung Prakoso pada Rabu (20/8/2025).
Seperti diketahui, tes DNA tersebut digelar setelah Ridwan Kamil melaporkan Lisa Mariana pada 11 April 2025, menyusul klaim Lisa yang menyebut anaknya merupakan hasil hubungannya dengan RK.
Dalam penyelidikan, polisi memeriksa 12 saksi, termasuk ahli bahasa, ITE, dan hukum pidana. Sejumlah barang bukti elektronik hingga surat-surat juga disita.
Kasus ini sempat memanas ketika Lisa menggugat RK ke Pengadilan Negeri Bandung untuk menetapkan status anak sekaligus menuntut ganti rugi belasan miliar rupiah.
Ridwan membantah tuduhan itu, melaporkan balik Lisa atas dugaan pencemaran nama baik senilai Rp 105 miliar, dan menegaskan melalui akun Instagram bahwa klaim tersebut adalah fitnah bermotif ekonomi.
Apa itu tes DNA?
Selama ini, tes DNA dianggap sebagai standar emas untuk memastikan hubungan biologis, termasuk paternitas.
Akurasinya sangat tinggi, bahkan mencapai lebih dari 99,99 persen jika dilakukan di laboratorium klinis terakreditasi. Namun, apakah hasil dari tes DNA bisa salah?
Ada beberapa penelitian yang menyebut bahwa kesalahan tetap mungkin terjadi, meski dalam persentase kecil.
Ilustrasi tes DNA. Panduan lengkap tes DNA: prosedur, syarat tes DNA, berapa biaya tes DNA di Indonesia, pilihan cara tes DNA sendiri, hingga layanan tes DNA keturunan online yang akurat.
Apakah hasil dari tes DNA bisa salah?
Studi yang dipublikasikan di BMC Medical Genomics (2020) menemukan bahwa dalam uji paternitas dengan hanya satu orang tua yang dibandingkan, terdapat kemungkinan false negative sekitar 1,14 persen, dan false positive sekitar 0,015 persen.
Angka ini sangat kecil, tetapi tetap menunjukkan bahwa tidak ada tes yang benar-benar tanpa cela.
Dalam praktiknya, tes DNA bisa lebih rawan keliru jika menggunakan layanan direct-to-consumer (DTC) seperti 23andMe atau Ancestry.
Studi Genetics in Medicine (2018) mengungkap, sekitar 40 persen varian genetik yang dilaporkan dari data mentah tes DTC tidak terbukti saat diuji ulang secara klinis.
Artinya, hasil bisa memberikan informasi menyesatkan bila tidak diverifikasi lebih lanjut.
Faktor yang bisa sebabkan hasil tes DNA salah
Sejumlah faktor dapat memengaruhi akurasi tes DNA:
- Kontaminasi sampel
Bila sampel tercampur DNA orang lain atau tertukar saat penanganan di laboratorium, hasil tes bisa menyimpang dari sebenarnya.
- Kualitas dan jenis sampel
DNA dari rambut, air liur, atau jaringan tubuh memiliki tingkat degradasi berbeda. Bila kualitasnya rendah, proses pembacaan bisa bermasalah.
- Metode analisis yang dipakai
Teknologi SNP chip, misalnya, tidak akurat dalam mendeteksi varian langka. Studi University of Exeter (2021) menemukan hingga 84 persen hasil positif palsu pada varian sangat jarang.
- Mutasi genetik alami
Dalam kasus tertentu, mutasi bisa membuat profil DNA anak tampak berbeda dari orang tua biologis, meski hubungannya nyata.
- Kesalahan manusia atau administrasi
Label yang tertukar, salah input data, hingga kurangnya standar prosedur juga bisa memengaruhi hasil.
Dampak emosional dari hasil tes DNA
Kesalahan dalam tes DNA bukan hanya soal teknis. Artikel The New Yorker (2025) mencatat banyak keluarga yang mengalami krisis identitas setelah hasil tes DNA menunjukkan bahwa orang tua yang mereka kenal bukan orang tua biologis.
Itu sebabnya, dalam kasus publik seperti yang melibatkan Ridwan Kamil dan Lisa Mariana, hasil tes DNA perlu dilihat dengan hati-hati.
Validasi lewat laboratorium resmi dan komunikasi yang sensitif menjadi penting agar hasil tidak menimbulkan trauma emosional yang lebih besar.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!