Top 7+ Cara Mengendalikan Emosi untuk Pernikahan Lebih Harmonis

- Banyak pasangan mendambakan pernikahan yang harmonis dan langgeng, di mana cinta dan pengertian selalu menjadi pondasi utama. Bukan berarti tidak boleh marah atau berbeda pendapat, kuncinya adalah mampu mengendalikan emosi agar pertengkaran tidak memanas dan berujung pada luka yang sulit diperbaiki.
Dalam rumah tangga, konflik yang dikelola dengan bijak justru bisa memperkuat hubungan, sementara amarah yang tak terkendali berisiko meretakkan keharmonisan hingga berakhir pada perceraian.
Lalu, bagaimana caranya menjaga emosi tetap terkendali demi hubungan yang sehat? Psikolog klinis Divani Aery Lovian, M.Psi., yang berpraktik di NALA Mindspace, TigaGenerasi, dan Arsanara, membagikan kiat-kiatnya pada Sabtu (9/8/2025).
Cara mengendalikan emosi
1. Kenali diri sendiri
Mengenali apa yang membangkitkan emosi tertentu sangatlah penting. Ketika sedang marah, cobalah melihat ke dalam diri sendiri untuk mengetahui apa pemicu amarah tersebut.
“Biasanya apa yang membuat kita mudah marah? Apakah kondisi di rumah tangganya, atau mungkin perasaan atau pandangan terhadap pasangannya?” tutur Divani.
“Atau justru hal-hal lain di luar dari konteks relasi dalam hubungan rumah tangga? Misalnya dengan pekerjaan, atau hal yang dihadapi di luar rumah, yang akhirnya dibawa ke rumah tangga,” lanjut dia.
2. Kenali tanda awal marah
Setelah mengenali pemicu yang sering membuatmu marah, kenali tanda awalnya. Misalnya napas yang terengah-engah, otot terasa tegang, nada bicara meninggi, tangan mengepal, atau kening berkerut.
Kata Divani, ketika kita sudah mengenali tanda awal marah, kita bisa menjadi lebih sadar bahwa kita mulai marah, dan bakal lebih fokus untuk mengendalikannya alih-alih membiarkan emosi meledak.
.
3. Ambil jeda
Dalam dunia psikologi, teknik yang biasa dilakukan dalam mengendalikan emosi adalah mengambil jeda dengan bernapas.
“Kita bisa berhenti sejenak, ambil napas dalam-dalam,” ucap Divani.
Cara lain misalnya meninggalkan ruangan atau rumah untuk sementara waktu guna mencegah terjadinya respons impulsif yang tidak diinginkan, seperti membentak atau meneriaki pasangan.
“Ketika sudah lebih turun emosinya, sudah lebih stabil dan tenang, kita kembali untuk memecahkan masalah,” terang Divani.
4. Gunakan komunikasi asertif
Untuk mengendalikan emosi, komunikasi asertif dapat diterapkan. Ini adalah teknik komunikasi ketika seseorang mampu menyampaikan pendapat dan perasaannya, tanpa melukai orang lain.
“Coba bayangin, kita ingin sesuatu dari pasangan, tapi kita diam saja dan berharap pasangan tahu. Memang mungkin pasangan kita tahu apa yang kita inginkan, atau apa yang ada di kepala kita? Kan belum mungkin. Pasangan bukan cenayang,” tutur Divani.
Hal serupa juga berlaku pada pasangan yang diam saja ketika menginginkan sesuatu, dan berharap kita mengetahuinya dengan sendirinya.
Oleh karena itu, pasutri perlu melatih komunikasi asertif, misalnya dengan menggunakan “I” statement, yakni teknik komunikasi yang memfokuskan obrolan pada perasaan dan pengalaman pribadi pembicara, bukan menyalahkan atau menuduh lawan bicara.
“Bisa mulai dari, ‘Aku merasa kecewa kalau aku ngomongnya dipotong-potong. Boleh enggak, nanti pas aku menyampaikan sesuatu kamu dengerin dulu baru sampaikan pendapat?’. Jadi, kita menyampaikan apa yang kita pikirkan, rasakan, dan harapkan, alih-alih langsung menyalahkan,” kata Divani.
5. Mengatur ekspektasi
Mengatur ekspektasi adalah seberapa teguh kita memegang ekspektasi tersebut, apakah bisa dikompromi atau tidak.
Memiliki ekspektasi terhadap pasangan memang sah-sah saja untuk dilakukan. Namun, perlu diingat bahwa setiap manusia memiliki pandangan dan kebiasaan yang berbeda-beda. Dan itu semua di luar kendali kita.
“Kalau kita ngotot mau mengendalikan segala hal yang sebenarnya di luar kendali kita, itu tentu akan menimbulkan kecenderungan untuk lebih emosional, termasuk marah,” ucap Divani.
Ketika kita lebih legowo dalam menghadapi pasangan yang pandangan atau perilakunya berbeda dari yang kita harapkan, kita tidak akan begitu terbebani dengan ekspektasi sendiri.
6. Merawat diri sendiri
Ternyata, merawat diri sendiri juga bisa membantu mengendalikan emosi. Ketika kondisi fisik sedang optimal, tangki emosi sedang penuh, pekerjaan tidak membebani, dan cukup tidur, kita tidak akan mudah tersulut amarah.
“Jadi, menjaga kesehatan fisik dan mental tentu juga dapat membantu stabilisasi emosi,” tutur Divani.
7. Buat kesepakatan bersama
Dalam berumah tangga, membuat kesepakatan dan kompromi bersama sangat penting untuk mencegah keributan terjadi.
Jadi, ketika terjadi sesuatu, suami dan istri sudah berada di titik yang sama karena ada kesepakatan di awal.
“Jadi, cara mengendalikan emosi secara umum adalah mengenali diri sendiri, mengenali tanda awal marah, mengambil jeda, menggunakan komunikasi asertif, mengatur ekspektasi, merawat diri, dan membuat kesepakatan bersama,” pungkas Divani.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!