Pasangan Tak Bisa Kendalikan Emosinya, Haruskah Berpisah?

- Memiliki suami atau istri yang suka marah dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental pasangan.
Pasangan bisa merasa stres karena sering menjadi sasaran amarah mereka, dan berpotensi terluka ketika amarah yang sebelumnya diekspresikan secara verbal, menjadi secara fisik.
Kasus terbaru adalah Acha Septriasa dan Vicky Kharisma. Keduanya resmi bercerai pada 19 Mei 2025. Salah satu alasannya adalah Vicky yang tidak bisa mengendalikan emosinya, sampai membuat Acha memar dalam salah satu pertengkaran.
Memang tidak semua orang yang punya pasangan pemarah bakal memutuskan untuk bercerai. Lantas, sampai di titik apa kita harus memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut?
Kapan harus berpisah dari pasangan yang emosian?
Sudah melibatkan kekerasan
Menurut psikolog klinis Divani Aery Lovian, M.Psi, yang berpraktik di NALA Mindspace, TigaGenerasi, dan Arsanara, ada beberapa indikator yang perlu menjadi perhatian serius dalam hubungan, yakni ketika amarah berubah menjadi kekerasan
“Ada agresivitas dan juga abuse. Baik secara fisik, verbal, maupun emosional. Karena, keselamatan harus menjadi prioritas utama dalam situasi seperti ini,” kata dia, Sabtu (9/8/2025).
Apabila kekerasan sudah terjadi, kamu perlu membutuhkan bantuan profesional, keluarga, dan lembaga perlindungan untuk memberi dukungan sekaligus perspektif lain sebelum mengambil keputusan untuk bercerai.
Tidak berusaha untuk berubah
Kita bisa memutuskan untuk menyudahi hubungan tersebut apabila pasangan tidak berusaha untuk mengubah sifatnya yang emosian.
“Misalnya sudah melakukan upaya, mungkin memperbaiki komunikasi, diskusi strategi regulasi emosi yang sehat, konseling pasangan, atau membuat kesepakatan baru yang disepakati bersama,” tutur Divani.
Jika upaya tersebut tidak membuahkan perubahan perilaku bercerai bisa menjadi langkah yang sebaiknya diambil.
Memengaruhi kesehatan mental atau fisik
Waspadai ketika amarah yang berlebihan sudah memengaruhi kesehatan mental atau fisik kita, atau pasangan kita.
Sebagai contoh, dinamika hubungan sudah mulai mengganggu, bahkan menghambat, aktivitas sehari-hari di rumah dan pekerjaan.
“Atau bahkan kita merasa sudah ada muncul masalah kayak kecemasan, depresi, rasa takut. Mungkin itu juga bisa jadi pertimbangkan untuk melanjutkan atau mengakhiri saja hubungan itu,” ucap Divani.
Lingkungan yang tidak aman untuk anak
Perceraian harus dipertimbangkan dengan sangat matang ketika sudah punya anak. Sebab, anak adalah prioritas utama yang harus dijaga kesehatan dan keselamatannya.
Apabila luapan amarah itu sudah melibatkan anak, seperti anak turut dibentak dan disalahkan, kena pukul atau terlempar barang, suatu hubungan sebaiknya tidak dilanjutkan.
“Intinya, kalau dinamika hubungan sudah tidak menyejahterakan diri sendiri, pasangan, atau bahkan untuk keduanya, mungkin sudah saatnya untuk mempertimbangkan opsi untuk berpisah,” kata Divani.
Penyebab lebih mudah marah kepada pasangan
Divani mengungkapkan, seseorang bisa lebih marah kepada pasangan sampai tidak bisa mengontrol emosinya, karena perasaan aman dalam mengekspresikan berbagai jenis emosi, termasuk amarah.
“Bisa jadi karena ada asumsi bahwa hubungan tersebut cukup kuat untuk bertahan. Kalau misalnya dengan orang yang mungkin relasinya agak lebih jauh, ada yang kita pertaruhkan,” jelas dia.
Penyebab selanjutnya adalah relasi yang lebih dekat dengan pasangan, dibandingkan dengan orang lain.
“Sedangkan dengan pasangan, ada perasaan tidak perlu menyaring emosi, seperti halnya saat berinteraksi dengan orang lain,” tutur Divani.
Kedekatan emosional juga membuat seseorang lebih peka pada perilaku pasangan dan menaruh harapan tinggi, terutama perilaku yang tidak sesuai dengan harapan kita.
Ketika ada ekspektasi yang tinggi terhadap pasangan, ditambah sering melihat rutinitas sehari-hari pasangan di rumah, ini berpeluang menyebabkan terjadinya gesekan.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!