Apa Itu Co-Parenting Seperti yang Dijalani Acha Septriasa 

Acha Septriasa, co-parenting, co-parenting adalah, tiga tipe coparenting, gading marten dan giselle anastasia, Apa Itu Co-Parenting Seperti yang Dijalani Acha Septriasa 

 Berpisah sebagai pasangan bukan berarti berhenti menjadi orang tua. Banyak pasangan yang bercerai menjalani co-parenting yang positif agar anak tetap tumbuh dengan rasa aman dan dicinta. Salah satunya Acha Septriasa dan Vicky Kharisma.

Dalam salah satu unggahan di akun Instagramnya, Acha menyematkan tagar #coparenting. Ia menambah daftar selebritas yang juga menjalani pengasuhan bersama dengan mantan pasangan, misalnya saja Gading Marten dan Gisella Anastasia, serta Natasha Rizky dan Desta.

Co-parenting adalah sebuah bentuk pengasuhan bersama, di mana kedua orang tua tetap saling bekerja sama dalam membesarkan anak, meski sudah tidak lagi menjalin hubungan pernikahan. Tujuannya adalah agar anak tetap mendapatkan cinta, perhatian, dan stabilitas dari kedua belah pihak.

"Anak-anak seringkali kesulitan menghadapi perubahan dalam keluarga mereka, dan penambahan, pengurangan, atau transisi figur orang tua bisa sangat sulit dijalani anak", kata Sabrina Romanoff, PsyD, seorang psikolog klinis dan profesor di Yeshiva University. 

Ia mengatakan, orangtua yang bisa memberi teladan hubungan yang sehat dan kooperatif dapat membantu anak beradaptasi.

Penelitian menunjukkan bahwa konflik berkepanjangan antara orang tua setelah perceraian justru bisa membuat anak semakin sulit menghadapi situasi tersebut.

Tiga tipe co-parenting

Para peneliti mengidentifikasi tiga tipe utama pola co-parenting setelah perceraian:

Acha Septriasa, co-parenting, co-parenting adalah, tiga tipe coparenting, gading marten dan giselle anastasia, Apa Itu Co-Parenting Seperti yang Dijalani Acha Septriasa 

Ilustrasi orangtua berbicara dengan anak.

1. Pengasuhan bersama penuh konflik

Pada tipe ini, kedua orang tua sering kali terlibat dalam konflik dan mengalami kesulitan berkomunikasi secara sehat. 

Mereka mungkin memiliki jadwal yang tidak sinkron, gaya pengasuhan yang berbeda, aturan yang tidak sama, dan sering kali tidak dapat menyepakati keputusan penting terkait kebutuhan atau rutinitas anak.

Situasi ini bisa sangat membebani anak. Mereka mungkin merasa berada di tengah-tengah konflik yang tidak mereka pahami atau inginkan. 

Penelitian menunjukkan bahwa co-parenting yang penuh konflik dapat meningkatkan risiko anak mengalami masalah perilaku serta gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan stres psikologis.

2. Pengasuhan kolaboratif

Dalam tipe ini, kedua orang tua tetap bekerja sama secara aktif untuk mengambil keputusan terkait pengasuhan anak. Mereka berkomunikasi secara rutin, saling berbagi informasi mengenai kebutuhan dan perkembangan anak, serta menyusun jadwal agar anak bisa menghabiskan waktu berkualitas bersama kedua orang tuanya.

Pengasuhan bersama yang kooperatif adalah bentuk yang paling ideal, karena menciptakan lingkungan yang stabil dan penuh dukungan bagi tumbuh kembang anak.

3. Pengasuhan paralel

Pada pengasuhan bersama paralel, kedua orang tua menjalankan peran mereka secara terpisah, dengan sedikit komunikasi atau keterlibatan satu sama lain. Umumnya, masing-masing orang tua memiliki rutinitas dan aturan sendiri di rumah mereka, yang bisa sangat berbeda satu sama lain.

Meskipun tidak selalu berkonflik, kurangnya komunikasi dalam co-parenting jenis ini bisa membuat anak merasa bingung atau kehilangan konsistensi dalam kesehariannya. Kesamaan aturan atau rutinitas, jika ada, biasanya terjadi secara kebetulan dan bukan hasil dari kesepakatan bersama.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!