Regulasi Pemain Asing: Potensi Brain Waste Dalam Liga Super

pemain asing, BRI Super League, Regulasi Pemain Asing: Potensi Brain Waste Dalam Liga Super

PEMANGKU sepak bola profesional Indonesia, PT Liga Indonesia Baru (LIB), menerapkan regulasi bahwa klub peserta BRI Super League 2025-2026 bisa merekrut 11 pemain asing.

Sebanyak delapan pemain masuk daftar susunan pemain (DSP), dan bisa main sejak awal dalam setiap pertandingan.

Regulasi 11 pemain asing setiap klub merupakan rekor dari deretan kompetisi liga Indonesia. Pada musim kompetisi 2022/2023, klub boleh merekrut empat pemain (tiga bebas asal negara + satu Asia), dan empat pemain bisa dimainkan serempak dalam pertandingan.

Kompetisi musim berikutnya, 2023/2024, jumlah pemain asing setiap klub enam pemain (lima bebas asal negara + satu pemain ASEAN), dan lima pemain asing masuk DSP.

Jumlah pemain asing naik lagi pada musim kompetisi 2024/2025, sebanyak 8 pemain asing dalam klub, bebas asal negaranya, enam bermain, dua cadangan dalam satu pertandingan.

Rekor jumlah pemain asing pada musim kompetisi 2025/2026, sebanyak 11 pemain asing bebas asal negara, delapan pemain masuk DSP dan bisa dimainkan sejak awal.

Direktur Utama PT LIB Ferry Paulus, penambahan jumlah pemain asing agar klub-klub liga super bersaing di level Asia.

Terdapat dua persoalan, yaitu efek domino positif pemain asing, dan problem menit bermain bagi pemain lokal/nasonal.

Vicente Royuela dan Roberto Gásquez meneliti pemain asing di klub-klub sepak bola Amerika Utara. Hasilnya, kehadiran pemain asing dalam klub mendatangkan tiga situasi berikut:

Pertama, eksistensi pemain asing tidak otomatis berkorelasi positif dengan kesuksesan atau kenaikan prestasi klub. Namun, perannya bisa mengatrol peringkat klub di level internasional.

Kedua, kehadiran pemain asing justru meningkatkan modal finansial sangat signifikan, dan dampak klub sebagian cenderung negatif neraca keuangannya.

Ketiga, jumlah pemain asing menjadi persoalan bagi regulasi pemain lokal atau nasional.

Catatan yang ditekankan oleh dua penulis itu, klub-klub yang memiliki banyak pemain asing di liga Amerika Utara mengalami kendala finansial.

Situasi ini menegaskan tentang korelasi pemain asing dan keuangan, bahwa kinerja klub pada dasarnya bergantung pada kesehatan keuangan mereka (Royuela & Gásquez, 2018).

Elemen peringkat, klub-klub sepak bola Indonesia di level Asia pada peringkat relatif rendah. Dalam ajaran 50 peringkat Asosiasi Sepakbola Asia (AfC), Persib Bandung yang menjadi juara liga beruntun dua kali (2024 dan 2025) pada peringkat ke-47.

3 AFC merupakan klub-klub Arab Saudi: Al-Hilal, Annashr, dan Al-Ahli. Makanya, klub-klub sepak bola Indonesia yang menggunakan jasa pemain asing belum mendapat dampak signifikan dalam mendorong peringkat internasional.

Ini berkorelasi dengan keterbatasan prestasi mereka di liga sepak bola Asia dan internasional.

Sejak ikut Liga Champions Asia atau Piala AFC dari periode 1980-an sampai 2025, klub-klub Indonesia yang menjadi wakil dalam kompetisi itu, belum menembus juara. Prestasi tertinggi mereka sampai semifinal.

Contoh, Kramayudha Tiga Berlian peringkat 3 Asian Club Championship 1985-1986, Pelita Jaya urutan 4 Asian Club Championship 1990-1991, Arema Indonesia sampai babak perempat final pada ajang Piala AFC 2012.

Lalu Persipura Jayapura masuk semifinal ajang Piala AFC 2014, semifnal Piala Champions Asia 1995/1996 dan PIala AFC 2015. Madura United FC melaju ke semi final AFC Challenge League 2024/25.

Di balik prestasi yang seret, terdapat klub-klub liga Indonesia yang neraca keuangannya tidak sehat, tidak bisa membayar pemain. Pada awal Maret 2025, misalnya, tercatat enam klub belum melunasi kewajiban finansal kepada pemain.

Brain waste

Isu peluang ketenagakerjaan menjadi problem dari penambahan jumlah pemain asing. Regulasi 11 pemain asing itu, sebagai ironi.

Ketika pemain-pemain lokal dan para tenaga kerja muda susah mendapatkan pekerjaan, manajemen liga sepak bola Indonesia membuka kesempatan lebar bagi pekerja asing (pemain asing) untuk bekerja di Indonesia.

Alasan 11 pemain asing tidak logis, narasi Ferry Paulus soal ini seperti menertawakan problem ketenagakerjaan di negeri sendiri.

Seperti dikutip media, "Kemarin (2024-2025), kalau kita lihat, memang delapan pemain yang masuk daftar susunan pemain dan enam orang yang main. Klub merasa bahwa seperti nanggung begitu. Apalagi kami punya keinginan bahwa sangat perlu tampil di Asia, makanya yang bisa didaftarkan menjadi 11."

Penggunaan diksi “nanggung” bisa dikonotasikan menurunkan tingkat atau kualitas (downgrading), bahwa pencapaian prestasi sepak bola di Asia hanya bisa diwujudkan ketika pemain asing dalam jumlah besar berada di dalam klub.

Konotasi berikutnya, pemain lokal berkualitas lebih rendah dibanding pemain asing. Karena kualitas rendah, maka pemain lokal dikurangi kesempatannya untuk bekerja, bermain di kompetisi.

Narasi ini menjadi kritik, bahwa liga Indonesia berubah nuansa menjadi liga asing Indonesia.

Terdapat pula narasi inkonsistensi. Dengan delapan pemain asing main dalam setiap pertandingan, maka pemain lokal makin sedikit peluangnya untuk mendapat menit bemain.

Situasi ini kontraproduktif dengan persyaratan tambahan, setiap klub harus merekrut lima pemain usia di bawah 23 tahun, satu pemain harus ikut bertanding, minimal 45 menit.

Pemain senior dan Yunior “bersaing” untuk mendapatkan menit bermain. Maka perlu dipertanyakan, apakah regulasi pemain asing menjadi produktif atau mengatrol prestasi klub?

Perlu dilihat dari sisi teori brain waste, brain drain, dan brain gain.

Brain waste (pemborosan otak) merupakan situasi organisasi yang memiliki stok individu-individu yang kompeten dari segi pendidikan dan keterampilan tinggi –dalam sepak bola pemain kompeten berkualitas-- tidak diberi kesempatan atau digunakan secara optimal di tempat kerja.

Karena tersingkir oleh pemain asing di liga professional, maka mereka menganggur atau mengikuti “tarkam”, kompetisi amatir antarkampung, atau mereka bekerja tidak sesuai dengan kualifikasinya.

Perspektif berikutnya, brain drain diasosiasikan dengan migrasi tenaga terdidik dan terampil—atau pemain berkualias— ke negara lain untuk mendapatkan kesempatan ikut liga profesional di organisasi atau klub tujuan. Penekanan motivasi, bekerja untuk mendapatkan gaji lebih besar.

Kemudian brain gain bisa dikonotasikan, klub mendapat pemain berkualitas dan mendapat keuntungan finansial dan prestasi klub dalam kompetisi internasional.

Potensi brain waste bagi pemain lokal di depan mata. Kesempatan mereka bermain di liga nasional tereduksi kesempatannya oleh kehadiran pemain asing dalam jumlah banyak.

Dalam setiap pertandingan, pemain lokal hanya lima peluangnya, sementara pemain asing delapan.

Penggantian pemain pada setiap pertandingan lima orang. DSP terdapat delapan pemain asing, enam main dan dua cadangan.

Ketika dua cadangan pemain asing menggantikan pemain di lapangan, maka pemain lokal memiliki tiga orang yang potensi mendapat kesempatan untuk mengganti pemain di lapangan.

Apakah peluang itu selalu digunakan dalam setiap bertandingan? Tidak.

Kesimpulannya, kesempatan pemain lokal merumput rutin atau regular makin kecil peluangnya.

Kemudian potensi brain drain atau pemain asing hadir demi uang lebih besar, prestasi klub sebagai prioritas berikutnya, sepertinya telah terjadi dalam liga Indonesia.

Taisei Marukawa, pemain sepak bola asal Jepang, pernah menjadi bagian klub Persebaya, PSIS, Dewa United.

Dia memilih klub Indonesia dengan alasan non-ideologis, lebih menekankan alasan ekonomis. Gaji yang diterima di klub Indonesia naik puluhan lipat dari gaji main di klub profesional Malta.

Terakhir, potensi brain gain ketika klub mendapat pemain asing bisa mengatrol keuntungan finansial dan prestasi, klub-klub liga Indonesia belum semua mendapatkan keuntungan itu.

Beberapa klub saja yang mendapat energi positif dari pemain asing, misalnya Persib Bandung.

Pemain asing dalam klub kebanggaan warga Jawa Barat itu, berperan besar dalam meningkatkan kualitas permainan, mengatrol pendapatan klub dari animo pendukung untuk memberi karcis dalam setiap pertandingan, dan mengatrol prestasi klub menjadi juara liga.

Sejauh itu saja, apakah pemain asing meningkatkan prestasi klub di level Asia dan meningkatkan peringkat klub, ini masih perlu pembuktian.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!