Hari Gajah Sedunia, Nisa Jadi Wajah Ceria Konservasi di Way Kambas

Lampung, Konservasi, anak gajah, gajah Sumatera, Taman Nasional Way Kambas, Hari Gajah Sedunia, Hari Gajah Sedunia 12 agustus, hari gajah sedunia 2025, Hari Gajah Sedunia, Nisa Jadi Wajah Ceria Konservasi di Way Kambas

Setiap 12 Agustus, dunia memperingati Hari Gajah Sedunia, menjadi ajakan global untuk meningkatkan kepedulian dan perlindungan terhadap satwa berbelalai yang kini terancam punah.

Populasi gajah kian menyusut akibat perburuan, hilangnya habitat, dan konflik dengan manusia.

Dilansir dari Days of the Year, Hari Gajah Sedunia pertama kali diinisiasi pada 2012 oleh pembuat film asal Kanada, Patricia Sims, bersama Yayasan Reintroduksi Gajah Thailand, dengan dukungan Yang Mulia Ratu Sirikit dari Thailand. Hingga kini, perayaan ini berhasil menggandeng lebih dari 100 organisasi konservasi di seluruh dunia.

Pada 2015, Patricia Sims mendirikan World Elephant Society sebagai organisasi amal nirlaba untuk mendukung kampanye tahunan ini.

Organisasi tersebut rutin menyebarkan informasi edukasi tentang konservasi gajah secara gratis melalui berbagai media, dengan visi memperluas jangkauan edukasi setiap tahun.

Nisa, Primadona Baru Way Kambas

Di tengah perayaan Hari Gajah Sedunia, perhatian publik tertuju pada seekor anak gajah berusia 16 bulan di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung Timur.

Namanya Nisa, dan ia menjadi bintang berkat tingkah lucu dan jahilnya.

Sejumlah video di media sosial memperlihatkan kelucuan Nisa, termasuk momen saat belalai mungilnya cekatan mengambil potongan buah lalu memakannya lahap, seolah sedang “mukbang”.

Sukatmoko, Humas TNWK, menyebut Nisa—nama lengkapnya Siti Annisa—lahir dan dibesarkan di Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas.

"Ya, seperti anak-anak, serba ingin tahu. Nisa masih menyusu sama induknya, belum disapih," ujarnya saat dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (1/7/2025).

Ia menambahkan, popularitas Nisa memberi dampak positif terhadap kunjungan wisatawan. "Kebanyakan memang mau bertemu Nisa. Ya, alhamdulillah kita bisa sekaligus memasukkan nilai-nilai konservasi kepada wisatawan," kata Sukatmoko.

Tantangan Konservasi Gajah Sumatera

Dilansir dari Kompas.id, kelahiran gajah di TNWK menjadi tanda keberhasilan pengembangbiakan gajah jinak di alam liar. Namun, tantangan konservasi masih besar. Data Balai TNWK mencatat, periode 2020–2025 ada lima ekor gajah lahir di kawasan ini—dua di PLG dan tiga di Elephant Response Unit (ERU).

Dalam periode yang sama, tujuh gajah jinak mati, sebagian besar akibat usia lanjut dan komplikasi kesehatan kronis. Per Agustus 2025, TNWK merawat 61 gajah, terdiri dari 33 ekor di PLG dan sisanya di Camp ERU di empat titik: Bungur, Tegal Yoso, Braja Harjosari, dan Margahayu.

"Gajah-gajah ini memainkan peran penting dalam mendukung patroli pengamanan kawasan, penghalauan gajah liar, dan edukasi konservasi pada masyarakat," ujar Sukatmoko.

Populasi Gajah Liar Menyusut

Populasi gajah liar di TNWK masih dalam proses identifikasi melalui survei genetika yang dimulai akhir 2024. Sampel DNA dari seluruh bentang jelajah gajah liar kini tengah dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan estimasi terbaru jumlah dan struktur populasi.

Survei terakhir Wildlife Conservation Society (WCS) pada 2010 mencatat 247 ekor gajah liar di TNWK. Namun pada 2024, jumlahnya diperkirakan menyusut menjadi 160–180 ekor. Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) juga mencatat, dalam tiga dekade terakhir kantong habitat gajah sumatera terus menyusut, diiringi penurunan populasi yang mengkhawatirkan.

Dukungan dan Peran Ekowisata

Sementara itu, upaya konservasi gajah di TNWK mendapat dukungan luas dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga konservasi, hingga masyarakat lokal. Sinergi ini tidak hanya memperkuat perlindungan satwa, tetapi juga membuka peluang ekonomi melalui ekowisata berbasis konservasi.

Ketua Koperasi Wisata Gajah Alam Sejahtera TNWK, Tengku Dedi Surya, mengatakan minat masyarakat berkunjung ke TNWK terus meningkat. Pengunjung tidak sekadar melihat gajah, tetapi juga belajar pentingnya menjaga kelestarian satwa ini.

Setiap bulan, puluhan wisatawan domestik hingga mancanegara datang untuk menyaksikan langsung kehidupan satwa liar di TNWK. Konsep wisata minat khusus ini dikembangkan agar masyarakat bisa melihat gajah hidup bebas di habitat alaminya.

”Dengan begitu, masyarakat diharapkan punya kesadaran untuk menjaga gajah dan habitatnya,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Peringatan Hari Gajah Sedunia setiap 12 Agustus pun dimanfaatkan TNWK untuk menggaungkan pesan konservasi, mengajak semua pihak menjaga hutan sebagai rumah bagi gajah dan satwa liar lainnya—tempat berlindung, mencari makan, dan membesarkan anak-anak mereka.

Sebagian tayang di RRI.co.id dengan judul Hari Gajah Sedunia Setiap 12 Agustus, Ini Sejarahnya

Dan sebagian tayang di Kompas.id dengan judul Upaya Konservasi Gajah di Lampung Berpacu dengan Waktu

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!