Modus Pegawai Bank BUMN Tilep Rp 17,9 Miliar, dari Fake Account hingga Transaksi Fiktif

BUMN, Pringsewu, Lampung, penilapan dana nasabah, investasi ilegal, bank BUMN, modus penipuan bank, modifikasi akun palsu, pegawai bank BUMN tilep uang, korupsi perbankan, kejahatan perbankan Lampung, aset tersangka kasus korupsi, Modus Pegawai Bank BUMN Tilep Rp 17,9 Miliar, dari Fake Account hingga Transaksi Fiktif

Pegawai salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kabupaten Pringsewu, Lampung, berinisial CA, ditetapkan sebagai tersangka kasus penilapan dana nasabah dengan total kerugian mencapai Rp 17,9 miliar.

Uang hasil kejahatannya diketahui diinvestasikan ke sejumlah bisnis kuliner, pembelian tanah, serta barang mewah.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Armen Wijaya, mengatakan penyidik telah menyita sejumlah aset milik tersangka yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi tersebut.

“Dari hasil penggeledahan di beberapa lokasi, kita menemukan barang bukti yang memiliki hubungan langsung dengan perbuatan tersangka, sudah kita sita,” ujar Armen saat dihubungi, Selasa (22/7/2025).

Menurut Armen, sebagian dari dana nasabah yang digelapkan telah digunakan oleh tersangka untuk berinvestasi di beberapa restoran dengan nilai taksiran mencapai Rp 552,6 juta.

Tak hanya itu, penyidik juga menemukan aset berupa tanah dan bangunan di kawasan Gunung Kanci, Kabupaten Pringsewu, yang diperkirakan bernilai Rp 450 juta.

“Lalu ada juga beberapa unit kendaraan dan tas bermerek,” tambah Armen.

Tiga Modus Licik Tersangka CA

Dari hasil penyelidikan Kejati Lampung, tersangka CA menjalankan aksinya dengan tiga modus utama. Menjabat sebagai Relationship Manager Funding Transaction (RMT), CA memiliki akses dan keleluasaan untuk memanipulasi transaksi dana nasabah.

“Tersangka CA melakukan perampokan dana nasabah dengan modus yang beragam yang pada pokoknya telah melakukan penarikan dana atas nama nasabah,” kata Armen saat ekspose kasus pada Senin (21/7/2025) malam.

Ketiga modus tersebut antara lain:

1. Membuat akun palsu (fake account) atas nama nasabah pemilik dana.

2. Melakukan transaksi fiktif melalui mesin Electronic Data Capture (EDC).

3. Mengajukan pinjaman personal dengan jaminan fiktif, yang diatur sedemikian rupa agar target pencapaian dana terpenuhi.

Armen menjelaskan, praktik penipuan ini telah berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2025, dan berhasil menguras dana nasabah dengan total kerugian mencapai Rp 17,9 miliar.

“Tersangka sudah kami tahan dan kami lakukan pendalaman penyidikannya,” tegas Armen.

Kasus ini menjadi perhatian karena menyangkut kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan negara. Kejati Lampung menyatakan akan terus mendalami aliran dana serta pihak-pihak yang mungkin turut terlibat dalam praktik kejahatan perbankan ini.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul