Tamu Hotel di Pekalongan Diusir Karena Pesan Pakai Promo Online, Ini Kata PHRI

PHRI, Haryadi Sukamdani, hotel indonesia pekalongan, Tamu Hotel di Pekalongan Diusir Karena Pesan Pakai Promo Online, Ini Kata PHRI

Belum lama ini ramai di media sosial seorang tamu diusir dari Hotel Indonesia Pekalongan, Jawa Tengah karena memesan kamar melalui aplikasi dengan tarif promo.

Diketahui, tamu tersebut diminta membayar selisih karena harga booking dari tarif promo tersebut di bawah tarif minimum transaksi di hotel.

Menanggapi hal ini, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa tarif promo yang diperoleh oleh tamu hotel pada dasarnya tidak berkaitan dengan tarif minimum yang berlaku di suatu hotel.

"Jadi kalau promo ya promo, namanya juga promo, promo kan dibikin harga murah. Tidak memberikan opsi orang untuk memilih," kata Hariyadi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (20/8/2025).

Menurut Hariyadi, berkaitan dengan kebijakan biaya minimum yang harus dibayar oleh tamu hotel, harus dipaparkan di awal oleh pihak hotel agar ada kejelasan informasi antara tamu dan pihak hotel.

Sederhananya, ia mencontohkan, seperti kebijakan minimum pembayaran apabila hendak masuk ke suatu restoran.

Misalnya, kata Hariyadi, ketika hendak masuk ke suatu ruang privat di restoran, pelanggan biasanya dikenai minimum pembayaran 1 juta.

Apabila pelanggan memesan makanan atau minuman dengan nominal kurang dari Rp1 juta, maka tetap harus membayar Rp 1 juta sesuai ketentuan.

"Kalau orang itu (pihak hotel) bilangnya minimum Rp 150.000, lalu orang itu (tamu hotel) pesannya di bawah itu, saya juga tidak mengerti juga ya, Menurut saya, hotelnya tidak clear juga," katanya.

Ia menyambung, promo yang diberikan kepada tamu diberikan oleh Online Travel Agent yang bersangkutan. Jadi, tidak berhubungan dengan aturan minimum pembayaran yang harus dikeluarkan oleh tamu.

Namun, tambah Hariyadi, lain halnya jika informasi pemesanan yang diterima oleh pihak hotel tidak sejalan dengan detail pemesanan yang dilakukan oleh tamu. Maka, dalam hal ini yang perlu menjadi sorotan yaitu kebijakan OTA.

Hariyadi menceritakan, dirinya belum lama ini juga melakukan pemesanan akomodasi di salah satu OTA. Akan tetapi, kamar yang ia dapatkan tidak sesuai dengan yang ia pesan melalui aplikasi.

"Saya pesan kasur double di hotel, keluarnya malah twin," katanya.

Berdasarkan informasi yang ia terima, pihak hotel tersebut justru mendapatkan detail pemesanan hotel melalui pihak ketika, bukan lewat OTA yang bersangkutan.

"Jadi dia (pihak OTA) lempar, karena jatahnya sudah habis, kuotanya di hotel itu habis, dia lempar, mengambil inventorinya orang lain. Nah itu bukan salah hotelnya, yang gila OTA-nya," ungkapnya.

Kendati demikian, sebagai pihak hotel yang langsung berhadapan dengan costumer, Hariyadi menilai perlu menghadapi masalah tersebut dengan baik agar tamu tidak kecewa.

"Walau bagaimanapun, tamu taunya itu hotel kita, apapun yang terjadi di belakang, kita yang di depan (menghadapi costumer), kalau kita sampai tidak melayani dengan baik, mereka (pihak hotel) yang kena," tutur Hariyadi.

Ia menambahkan, kontrol manajemen masalah suatu hotel harus dikendalikan dengan bijak. Sebab, katanya, bisnis perhotelan ialah bisnis kepercayaan.

Apabila pihak hotel tidak bisa menghadapi dengan baik, maka akan berdampak buruk terhadap reputasi hotel tersebut.

Hariyadi juga menegaskan bahwa Hotel Indonesia Pekalongan tersebut bukanlah bagian dari hotel di bawah naungan PHRI.

Sebelumnya, diketahui, masalah ini mencuat di media sosial setelah unggahan sebuah video oleh akun TikTok @ramasahid pada 13 Agustus 2025.

Video itu menampilkan cerita Muhammad Sahid Ramadhan atau Rama, yang kecewa diminta membayar biaya tambahan saat check-in.

Ia menganggap harga kamar yang dipesan lewat aplikasi sudah final tanpa biaya lain.

"Saya sudah sering menginap di hotel dan tidak pernah ada biaya tambahan saat check-in. Apalagi ini hotel syariah, harusnya akad jelas dari awal. Karena saya menolak membayar biaya tambahan, saya malah diusir,” ujar Rama dalam video.

Dalam unggahan lanjutan, Rama merekam momen seorang pegawai hotel mengetuk pintu kamarnya dengan nada keras sekitar pukul 23.00 WIB.

"Astaghfirullah, saya diusir jam 11 malam. Padahal saya sudah lelah setelah perjalanan jauh,” katanya.

Rama mengaku memilih hotel itu karena alasan syariah dan harga promo yang murah. Namun, setelah check-in, ia diminta membayar tambahan.

"Ternyata, setelah check-in diminta biaya tambahan... saya kekeh enggak mau bayar, ujung-ujungnya diusir padahal sudah mau istirahat,” ujarnya.

Diminta tambahan biaya Rp 10.224

Rama mengaku memesan kamar melalui aplikasi Traveloka dengan harga promo sekitar Rp 130 ribuan per malam. Ia memilih hotel ini karena label "syariah" yang membuatnya merasa lebih aman dan sesuai prinsip.

Rama juga menyebut telah beberapa kali menginap di hotel lain tanpa masalah serupa. Setibanya di hotel, Rama diminta menambah biaya sebesar Rp 10.224 oleh pihak front office.

Alasannya karena tarif yang dibayarnya di aplikasi tidak memenuhi tarif minimal hotel, yang ditetapkan sebesar Rp150.000 per malam.

Rama menolak membayar biaya tambahan tersebut karena merasa akad pembelian sudah sah dilakukan di aplikasi.

"Saya sudah sering menginap dan tidak pernah ada biaya tambahan saat check-in. Apalagi ini hotel syariah, harusnya akad jelas dari awal," tegas Rama.

Penjelasan pihak hotel

Menanggapi hal ini, Ariyesti, perwakilan manajemen Hotel Indonesia Pekalongan, menyatakan bahwa hotel memiliki kebijakan tarif minimal Rp150.000 yang berlaku untuk semua tamu.

"Kebijakan tarif minimal berlaku meski pemesanan lewat aplikasi pihak ketiga," jelas Ariyesti, dikutip dari Kompas.com (16/8/2025).

Menurut Ariyesti, status check-in Rama belum tercatat resmi dalam sistem, meskipun sudah diberi kunci kamar.

Katanya, petugas front office disebut merasa tertekan saat itu, sehingga memberikan kunci kamar sebelum proses resmi selesai.

Lebih lanjut, Rama sempat meminta pengembalian uang secara tunai. Namun, pihak hotel menolak karena transaksi dilakukan melalui aplikasi Traveloka.

"Beliau juga meminta pengembalian uang secara tunai, padahal pemesanan lewat aplikasi. Kami tidak bisa mengembalikan uang cash," jelas Ariyesti.

Pihak hotel minta maaf

Setelah insiden ini memicu sorotan publik, manajemen Hotel Indonesia Syariah Pekalongan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka melalui video klarifikasi yang dirilis pada 16 Agustus 2025.

"Kami selaku manajemen Hotel Indonesia Syariah Kota Pekalongan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian pada tanggal 13 Agustus 2025 yang dialami oleh Bapak Rama Sahid sebagai tamu,” ujar perwakilan manajemen hotel.

Manajemen juga menegaskan permohonan maafnya kepada masyarakat Kota Pekalongan karena insiden ini dianggap mencoreng citra pariwisata daerah.

“Kami meminta maaf sekali lagi atas kegaduhan yang terjadi yang terdampak pada citra pariwisata Kota Pekalongan,” kata manajemen.

Pihak Hotel Indonesia Syariah Pekalongan juga menyampaikan terima kasih kepada PHRI serta Dinas Pariwisata Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga Pekalongan yang membantu penyelesaian masalah.

Selain itu, manajemen berjanji akan segera melakukan perbaikan menyeluruh terhadap sistem kinerja, layanan, dan prosedur pembayaran di hotel.

“Kami akan membenahi sistem pembayaran baik melalui aplikasi maupun secara tunai,” kata mereka.

Dengan penjelasan ini, manajemen berharap publik dapat memahami adanya aturan tarif minimal yaitu Rp 150.000 yang berlaku di hotel tersebut.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!