Krisis Dokter Spesialis, Pemerintah Dorong Pendidikan Berbasis Rumah Sakit

Profesi dokter di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam ketersediaan tenaga spesialis. Kementerian Kesehatan memperkirakan kebutuhan mencapai 70.000 dokter spesialis hingga 2032, namun lulusan baru per tahun hanya sekitar 2.700.
Ketimpangan distribusi dokter juga menjadi masalah krusial. Jakarta memiliki lebih dari 400 dokter spesialis neurologi, sementara enam provinsi di Papua hanya dilayani 21 orang.
Kondisi ini berdampak langsung pada akses layanan kesehatan yang tidak merata. Daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menjadi wilayah paling rentan terhadap kekurangan tenaga medis.
Pemerintah kemudian meluncurkan program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit. Skema ini memungkinkan dokter umum di daerah menempuh pendidikan sambil tetap bekerja melayani pasien.
Dirjen Kesehatan Lanjutan Kemenkes, dr. Azhar Jaya, menjelaskan program ini memberi dukungan finansial dan ikatan dinas. “Peserta tetap digaji dan terikat kontrak untuk kembali bekerja di daerah asal setelah lulus,” ujarnya.
Selain distribusi, mutu pendidikan menjadi perhatian penting. PPDS hospital based dirancang setara dengan rumah sakit pendidikan besar melalui kolaborasi dengan kolegium dan lembaga akreditasi.
Menurut dr. Azhar, keterampilan dokter Indonesia tidak kalah dibanding negara lain. “Banyak dokter asing justru datang belajar ke Indonesia karena kasus di sini sangat beragam,” katanya.
Dari sisi akademik, Plt. Sekretaris Ditjen Dikti Kemendikbudristek, Prof. Setiawan, menekankan integrasi sistem pendidikan dengan sektor kesehatan. Ia menyebut pendekatan ini mampu menghasilkan dokter yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial.
Dalam forum Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) 2025 di Bandung, Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (PERDOSNI) turut menyoroti persoalan distribusi. Dikutip dari keterangan resmi, Senin 25 Agustus 2025, Ketua Umum PERDOSNI, Dr. Dodik Tugasworo, mengatakan, “Jumlah dokter neurologi nasional memang meningkat, tetapi penyebarannya di Indonesia Timur masih jauh dari merata.”
PERDOSNI juga berkomitmen mendukung pendidikan spesialis melalui pusat-pusat pendidikan yang kini berjumlah 19 di berbagai daerah. “Kami memperluas center pendidikan agar lebih banyak calon dokter neurologi bisa ditempa, tidak hanya di kota besar,” ujar Dr. Dodik.
Selain pendidikan, organisasi ini aktif mendorong riset di bidang neurologi untuk menjawab tantangan kesehatan masyarakat. Fokus riset mencakup pencegahan, diagnosis, hingga terapi gangguan otak dan saraf yang terus meningkat di Indonesia.