Merefleksikan Makna Cinta untuk Negeri
![Kirab Bendera Merah Putih di Kabupaten Bogor [Foto: ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA]](https://ids.alongwalker.co/media/id/aHR0cHM6Ly90aHVtYi52aXZhLmNvLmlk-L21lZGlhL2Zyb250ZW5kL3RodW1iczMv-MjAyNS8wOC8yOS82OGIxMTkwYTY3MjI5-LW1lcmVmbGVrc2lrYW4tbWFrbmEtY2lu-dGEtdW50dWstbmVnZXJpXzM3NV8yMTEu-anBn/792b05a48a0a80909319728a552393ca.jpg)
Gegap gempita perayaan kemerdekaan Indonesia selalu hadir di setiap bulan Agustus. Hampir tidak ada yang ketinggalan. Tua muda dan anak-anak menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, tidak hanya langsung berkumandang di udara, tetapi juga bergema di dalam lubuk hati. Suasana seperti itu efektif membangkitkan, mewariskan dan melestarikan rasa cinta untuk negeri. Namun, pertanyaannya: cinta seperti apa yang terkandung dalam cinta untuk negeri? Samakah dengan cinta yang menggelora antar individu manusia? Adakah batasannya?
Menurut KBBI, “cinta” bisa diekspresikan sebagai perasaan positif seperti suka sekali, sayang benar, kasih sekali, terpikat, ingin sekali, berharap sekali dan rindu, namun bisa juga diekspresikan sebagai perasaan negatif seperti susah sekali, risau dan khawatir. Dalam bahasa Yunani, padanan kata cinta adalah eros, philia, dan agape. Eros adalah jenis cinta yang umumnya berkutat pada keinginan diri pihak yang mencintai (pecinta). Philia merupakan perasaan yang sifatnya relasional atau terdapat dalam hubungan antara pihak yang mencintai (pecinta) dan pihak yang dicintai (tercinta), seperti misalnya terdapat dalam suatu persahabatan. Sedangkan agape menjadi istilah yang memiliki konotasi upaya untuk memuliakan pihak yang dicintai (tercinta), menafikan kepentingan diri pihak yang mencintai (pecinta). Lantas, jenis cinta mana yang berlaku dalam cinta untuk negeri? Tampaknya, cinta untuk negeri bisa terwujud menjadi perasaan positif maupun negatif, bisa melibatkan keinginan warga yang mencintai (pecinta), kemuliaan negeri yang dicintai (tercinta), dan keselarasan hubungan antara pecinta dan tercinta.
Adapun “negeri” yang dicintai, menurut KBBI, memiliki makna Tanah Air tempat tinggal suatu bangsa, kampung halaman, tempat kelahiran, dan negara. Tentu saja sosok negeri yang dicintai ini sifatnya abstrak, sosok yang hanya bisa dikenali melalui intuisi dan imajinasi, tidak bisa secara inderawi dipersepsi batas-batasnya meskipun beberapa unsur yang membangunnya bisa ditangkap indera manusia. Unsur-unsur hakiki pembangun negeri adalah komunitas warganya (bangsa atau rakyat), wilayah tempat tinggal warga (tanah air), dan tata kelola beserta budaya yang mempersatukan warga-warga dalam kedaulatan komunitas dan keberlanjutannya. Singkatnya, unsur paling hakiki pembangun negeri adalah bangsa atau rakyat. Dan uniknya, warga bangsa yang mencintai (pecinta) adalah bagian dari negeri yang dicintai (tercinta). Tidak heran, cinta untuk negeri bisa melibatkan keinginan dari pecinta, kemuliaan pada yang tercinta, dan keselarasan hubungan antara pecinta dan tercinta.
Abstraknya sosok negeri (tercinta) berkelindan dengan wujud nyata unsur-unsur hakiki pembangunnya, membuat cinta untuk negeri menjadi kompleks. Transendensi cinta melekat pada abstraknya sosok negeri (tercinta), sedangkan imanensi cinta melekat pada wujud nyata unsur-unsur hakiki pembangunnya. Karena kompleksitasnya, cinta untuk negeri dimaknai berbeda-beda oleh pecintanya. Ada yang menekankan aspek imanensinya dan ada pula yang memfokuskan pada aspek transendensinya. Di sini diuraikan tiga kelompok makna cinta untuk negeri, yakni rasa ikut menjadi bagian negeri (sense of belonging) dan rasa ikut memiliki negeri (sense of owning) untuk menggambarkan imanensi cinta untuk negeri, dan rasa ikut membangun dan membentuk negeri (sense of constituting) untuk menunjukkan artikulasi transendensi cinta untuk negeri.
Rasa Ikut Menjadi Bagian Negeri (Sense of Belonging)
Imanensi cinta untuk negeri jenis ini mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, semangat pembelaan dan kesetiaan pada negara, dan semangat kesediaan untuk mengorbankan diri demi kedaulatan bangsa dan negara. Semangat seperti itu mendominasi perjuangan para pahlawan sejak era kebangkitan nasional tahun 1908, sumpah pemuda tahun 1928, perjuangan menuju kemerdekaan bangsa 17 Agustus 1945, hingga perjuangan mempertahankan kemerdekaan negara pasca tahun 1945. Ideologi “nasionalisme”, sila ketiga Pancasila “Persatuan Indonesia”, dan budaya “gotong royong” melekat erat pada cinta untuk negeri jenis ini. Negeri yang dicintai dimuliakan (agape). Antipati dialamatkan pada gejala negatif seperti pengkhianatan terhadap kepentingan bangsa, ketidakkompakan dan perpecahan antar warga bangsa, dan melemahnya semangat persatuan untuk membela negara dari segala bentuk ancaman dan gangguan. Sayangnya, anomali bisa terjadi ketika cinta berlebihan membuat warga pecinta tenggelam dalam jejaring antar warga, tanpa kemampuan untuk mengambil jarak terhadap komunitas warga bangsa. Slogan patriotrik ultranasionalisme “right or wrong, our country!” merepresentasikan anomali tersebut. Kritik dan upaya perbaikan bangsa dari dalam dilemahkan, sehingga warga pecinta rentan menjadi korban manipulasi warga pemegang kekuasaan publik yang korup.
Rasa Ikut Memiliki Negeri (Sense of Owning)
Pada imanensi cinta untuk negeri jenis ini, warga pencinta sudah mampu merasakan kemerdekaan dan mampu mengambil jarak terhadap komunitas warga bangsanya. Rasa ikut memiliki komunitas bangsanya diwujudkan warga pecinta dalam kepedulian dan upayanya untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya yang mempersatukan bangsa. Sebagaimana lazimnya kepemilikan sesuatu yang sangat dicintainya, warga pecinta merasakan kebanggaan terhadap bangsa yang ikut dimilikinya dan menghargai segala potensi, keunikan dan martabat yang melekat pada bangsanya. Di sini, cinta untuk negeri digantungkan pada kemerdekaan warga pecintanya (eros). Anomali bisa terjadi, yaitu ketika kemerdekaan pecinta yang kebetulan pemegang kekuasaan publik tidak disertai transparansi yang memungkinkan kritik penyeimbang (check and balances) terhadapnya. Absennya transparansi bisa membuat pecinta yang kebetulan pemegang kekuasaan publik rentan tergoda menjadi pelaku manipulasi kepentingan bangsa untuk kepentingan pribadi (korupsi).
Rasa Ikut Membangun dan Membentuk Negeri (Sense of Constituting)
Makna ketiga dari cinta untuk negeri menekankan aspek transendensinya. Bagi pecintanya, negeri merupakan suatu komunitas warga bangsa yang ideal dan idealitas komunitas itu menjadi bagian dari dirinya. Pecinta mengidentifikasikan diri dengan idealitas negerinya sehingga ia selalu mau mewujudkannya. Jika berhenti membangun dan membentuk negeri ideal yang menjadi bagian dirinya, maka ia akan kehilangan dirinya atau kehilangan harapan untuk memaknai hidupnya. Hubungan antara pecinta dan negerinya bisa diilustrasikan sebagai hubungan yang terwujud dalam persahabatan di antara warga-warga yang baik (virtuous), karena masing-masing warga baik itu mengidentifikasikan diri dengan idealitas negerinya. Aristoteles menamakan persahabatan yang dilandasi kebaikan seperti itu sebagai persahabatan yang sempurna, berbeda dari persahabatan yang hanya didasari oleh kemanfaatan maupun kenikmatan semata. Jadi, ada keselarasan di dalam hubungan antara pecinta dan negeri yang dicintainya (philia). Kritik dalam bentuknya sebagai dialog kritis berperan sentral dalam persahabatan antar warga pecinta untuk membangun dan membentuk negeri yang benar-benar baik. Cinta warga untuk negerinya diwujudkan sebagai upaya partisipatif dalam pembangunan bangsa seperti misalnya penggunaan produk dalam negeri, pemberdayaan diri dan sesama anak bangsa, pelestarian lingkungan hidup, peningkatan kualitas tata kelola dan budaya bangsa, dan lain sebagainya. Anomali tidak ditemukan di sini, karena fungsi sentral dialog kritis membuat bangsa seolah-olah mampu “berpikir” sendiri untuk memperbaiki dirinya, mewujudkan negeri yang benar-benar baik. (Gunardi Endro (Dosen Prodi MM Universitas Bakrie)
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.