Tolak GRIB Jaya, Ini Cara Warga Bali Memilih Pecalang untuk Jaga Keamanan

Keberadaan pecalang atau polisi adat di Bali menjadi alasan kuat penolakan terhadap organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.
Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta menilai, tanpa kehadiran ormas GRIB Jaya, keamanan dan kedamaian masyarakat Bali sudah terjamin melalui petugas setempat, termasuk pecalang.
"Jadi prinsipnya kami melihat bahwa di Bali ini kita sudah memiliki aparatur negara, baik itu TNI maupun Polri, yang bertalian dengan keamanan dan ketertiban masyarakat itu satu," kata Giri Prasta, dikutip dari .
Pihak warga juga menyuarakan penolakannya melalui pemimpin adat Kelihan Adat Tainsiat Pande Nyoman Artawibawa.
"Terkait itu, saya kira serupa pendapatnya dengan Bendesa Kesiman yang sudah lebih dulu bersuara, bahwa Desa Adat di Bali sebetulnya sudah memiliki lembaga yang ditugasi untuk menjaga keamanan di wilayah setempat, bernama Pecalang," ujar Pande, pada Senin (5/5/2025).
Ia berpendapat bahwa peran pecalang sudah mampu bersinergi dengan lembaga keamanan tingkat nasional, seperti polisi.
Cara Memilih Pecalang
Pecalang merupakan petugas keamanan adat di Bali yang dipilih melalui musyawarah masyarakat desa adat.
Sedikitnya, ada empat syarat menjadi pecalang, yakni beragama hindu, berstatus sebagai warga asli desa adat, sehat fisik dan mental, dan berperilaku baik.
Pengamat pariwisata I Gede Pitana menuturkan, pemilihan pecalang didasarkan pada hasil rapat atau musyawarah di balai banjar (balai desa).
"Katakanlah satu desa adat yang penduduknya 200 kepala keluarga (KK), maka perlu berapa banyak pecalang? Misalnya, desa adat memutuskan membutuhkan 15 orang pecalang," kata Pitana ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (6/5/2025).
Jumlah pecalang tidak selalu sama di semua desa adat Bali. Saat ini, diketahui terdapat 1.428 desa adat di Bali.
Semakin besar jumlah masyarakat di sebuah desa adat, semakin banyak pecalang yang dibutuhkan.
Pecalang atau petugas pengamanan desa adat di Bali memantau situasi di area Monumen Kapten Anumerta Ida Bagus Putu Japa saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di wilayah Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Kamis (3/3/2022). Pengamanan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di desa tersebut untuk menjamin keamanan dan kelancaran umat Hindu dalam menjalani catur brata penyepian dengan tidak bekerja (amati karya), tidak bepergian (amati lelungan), tidak menyalakan api (amati geni) dan tidak bersenang-senang (amati lelanguan) selama 24 jam yakni mulai Kamis (3/3/2022) pukul 06.00 WITA hingga Jumat (4/3/2022) pukul 06.00 WITA.
Berdasarkan struktur desa adat, pecalang termasuk bagian integral dalam, seperti halnya ketua desa dan sekretaris desa.
Para warga, termasuk pengurus desa, akan berkumpul di balai banjar untuk merapatkan pemilihan pecalang.
"Jadi, dilihat di antara pemuda atau generasi muda termasuk yang sudah menikah, siapa yang cocok dijadikan pecalang," ujar Pitana.
Setelah dipilih, pecalang akan diberi bekal pelatihan dan ditugaskan menjaga keamanan adat di Bali.