Yuki Kato Bicara Tekanan "Kapan Nikah", Psikolog: Tujuan Hidup Setiap Orang Berbeda

Yuki Kato, kapan nikah, Kapan nikah, yuki kato ditanya soal menikah, yuki kato 30 tahun, yuki kato ditanya soal nikah, kapan yuki kato menikah, Yuki Kato Bicara Tekanan

Aktris Yuki Kato mengaku cukup sering menerima pertanyaan klasik dari lingkungan sekitarnya yakni, “Kapan menikah?”.

Emang kenapa sih sama perempuan yang masuk usia kepala tiga, terus—let’s say sering banget ditanyain kapan menikah. Aku belum menikah di kepala tiga, kayak kenapa? Enggak ada yang menyeramkan,” tutur Yuki, dilaporkan oleh , Selasa (24/6/2025).

Tujuan setiap orang berbeda, tak hanya menikah

Fenomena tekanan sosial terkait status pernikahan ini pun dikomentari oleh psikolog klinis, Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi. Ia menilai, setiap orang memiliki tujuan hidup yang berbeda sehingga tujuannya tidak bisa disamaratakan hanya untuk menikah.

“Setiap orang pasti punya jalan yang berbeda, dan juga hasil yang berbeda,” jelas Adelia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/6/2025).

Ia menjelaskan, dalam menghadapi tekanan sosial, seseorang sebaiknya kembali memusatkan perhatian pada potensi dan tujuan hidup pribadi.

Ada kalanya pertanyaan personal seperti "kapan nikah?" tidak perlu dipikir terlalu dalam, terlebih jika menikah bukan tujuan seseorang dalam waktu dekat.

“Fokus dengan apa yang kita punya dan kita ingin capai, dan pelan-pelan berhenti menjadikan orang lain sebagai standar keberhasilan,” sambung Adelia.

Jangan bandingkan diri dengan orang lain

Yuki Kato, kapan nikah, Kapan nikah, yuki kato ditanya soal menikah, yuki kato 30 tahun, yuki kato ditanya soal nikah, kapan yuki kato menikah, Yuki Kato Bicara Tekanan

Yuki Kato sering ditanya soal pernikahan. Psikolog menilai tujuan hidup setiap orang berbeda, tak hanya menikah.

Menurut Adelia, terlalu sibuk membandingkan hidup dengan orang lain hanya akan menjauhkan seseorang dari proses pertumbuhan yang sesuai dengan prinsip diri. 

Dalam konteks ini, menikah bukanlah satu-satunya indikator kebahagiaan atau keberhasilan hidup

Senada dengan itu, psikolog klinis Melisa, M.Psi. juga menyampaikan pentingnya menyadari bahwa perasaan “tertinggal” sangat dipengaruhi oleh persepsi pribadi. 

Ia menyarankan agar mulai mempertanyakan ulang standar atau definisi yang melekat pada diri sendiri.

“Pemahaman bahwa diri ini tertinggal adalah peranan persepsi diri sendiri sehingga penting bagi kita untuk menantang kembali persepsi tersebut, agar bisa mendapatkan persepsi yang lebih realistis dengan kondisi diri kita,” jelas Melisa.

Melisa menegaskan, hidup bukan sekadar tentang menikah atau belum menikah, melainkan juga mencakup banyak aspek lain seperti karier, kesehatan mental, relasi sosial, dan pengembangan diri.