HUT Ke-79 Bhayangkara: Refleksi Sejarah dan Perjalanan Polri

Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Bhayangkara akan diperingati pada hari ini, Selasa (1/7/2025).
Perayaan tahun ini akan dipusatkan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Momen ini menjadi bagian penting dari sejarah panjang institusi kepolisian di Indonesia.
Dilansir Kompas.com (30/6/2025), meskipun sering dianggap sebagai hari lahir Polri, tanggal 1 Juli sesungguhnya merujuk pada turunnya Penetapan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 1946.
Peraturan ini menyatukan kepolisian daerah yang sebelumnya berdiri sendiri-sendiri menjadi satu kesatuan nasional.
Sebelum PP tersebut, Kepolisian Negara berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dan dikenal dengan nama Djawatan Kepolisian Negara.
Tugas institusi ini hanya mencakup aspek administratif, sementara aspek operasional masih di bawah Jaksa Agung. Sejak berlakunya PP No. 11 Tahun 1946, Djawatan Kepolisian Negara mulai melapor langsung kepada Perdana Menteri.
Jejak kepolisian sejak zaman kolonial
Akar organisasi kepolisian di Indonesia sudah ada sejak masa pemerintahan kolonial Belanda.
Antara 1897-1920, pemerintah Hindia Belanda membangun sistem kepolisian modern yang menjadi fondasi Polri saat ini.
Pada masa pendudukan Jepang, struktur kepolisian dibagi berdasarkan wilayah, seperti:
- Jawa dan Madura di Jakarta,
- Sumatera di Bukittinggi,
- Indonesia Timur di Makassar,
- Kalimantan di Banjarmasin.
Meski Jepang memberikan ruang bagi warga lokal untuk memimpin, pengawasan tetap berada di tangan petugas militer Jepang.
Cikal bakal Polri pasca-proklamasi
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, lembaga semimiliter seperti PETA dan Gyu-Gun dibubarkan.
Sisa struktur kepolisian era pendudukan menjadi dasar lahirnya Kepolisian Negara Indonesia.
Pada 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN).
Tak lama setelah itu, Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara pertama pada 29 September 1945.
Soekanto, yang pernah tergabung dalam organisasi pergerakan Jong Java, memulai karier kepolisian dengan menempuh pendidikan di Sukabumi dan menjadi Komisaris Polisi Kelas III sejak 1933.
Di masa Jepang, ia menjabat sebagai Komisaris Tingkat I dengan pangkat Itto Keishi di kantor Shucokan Jakarta.
Perjalanan Polri dari kementerian hingga lembaga mandiri
Pada masa awal, urusan administratif kepolisian masih di bawah Kementerian Dalam Negeri dan aspek operasional berada di bawah kendali Jaksa Agung.
Namun, setelah diterbitkannya PP No. 11 Tahun 1946, Kepala Kepolisian Negara bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Selang satu tahun kemudian, tepatnya 1 Agustus 1947, Polri berada di bawah komando militer melalui Penetapan Dewan Pertahanan Negara No. 112.
Ketentuan ini dikuatkan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 dan Undang-Undang No. 28 Tahun 1997.
Setelah era reformasi, terbit Keputusan Presiden No. 89 Tahun 2000 yang ditegaskan melalui Tap MPR No. VII Tahun 2000.
Penegasan kemandirian Polri diperkuat melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, yang menegaskan bahwa Polri adalah lembaga mandiri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul