Apa Itu Bediding? Fenomena Suhu Dingin Ekstrem Juli–September, Ini Penjelasan BMKG

Fenomena bediding, atau suhu dingin ekstrem yang kerap menusuk tulang, mulai dirasakan di sejumlah wilayah Indonesia, terutama di daerah pegunungan dan dataran tinggi.
Isu ini ramai diperbincangkan warganet setelah akun X @zakiberk*** membagikan unggahan bertuliskan "Bediding basah" pada Selasa (8/7/2025), lengkap dengan ilustrasi seseorang yang kedinginan.
Unggahan itu memantik rasa penasaran banyak orang: sampai kapan fenomena bediding ini akan berlangsung?
Berikut penjelasan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Apa Itu Fenomena Bediding?
Menurut Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramudawardani, bediding adalah istilah lokal yang digunakan untuk menggambarkan suhu udara yang sangat dingin, biasanya terjadi pada malam hingga pagi hari saat puncak musim kemarau, khususnya pada Juli hingga Agustus.
“Fenomena ini dipicu kombinasi beberapa faktor atmosferik, seperti angin timuran dari Australia yang kering dan dingin, langit cerah tanpa awan, serta kelembapan udara yang rendah,” jelas Ida saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (9/7/2025).
Kondisi ini membuat radiasi panas dari permukaan bumi cepat menghilang di malam hari sehingga suhu turun drastis.
Sampai Kapan Bediding Terjadi?
BMKG memprediksi potensi bediding tahun ini akan berlangsung dari Juli hingga awal September 2025, bersamaan dengan puncak musim kemarau.
Namun, Ida mencatat, hingga awal Juli, kondisi atmosfer di sejumlah wilayah Indonesia bagian selatan masih cukup basah.
“Monsun Australia masih lemah, jadi aliran udara kering dari selatan belum cukup kuat mendominasi. Itulah sebabnya cuaca cerah pemicu utama bediding belum merata terjadi,” terangnya.
Di Mana Suhu Terendah Tercatat?
Berdasarkan pengamatan BMKG, suhu minimum terendah sejauh ini tercatat di Stasiun Meteorologi Frans Sales Lega, Nusa Tenggara Timur, pada 8 Juli 2025 dengan angka 12 derajat celsius.
Meski dingin, angka ini masih lebih hangat dibandingkan catatan ekstrem tahun lalu yang mencapai 8,4 derajat celsius di lokasi yang sama.
Fenomena serupa juga dirasakan di kawasan pegunungan lain seperti Lembang dan Dataran Tinggi Dieng, yang secara historis memang mencatat suhu di bawah 15 derajat celsius pada puncak kemarau.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, suhu minimum tercatat berkisar 22–23 derajat celsius — tidak ekstrem, tetapi cukup membuat warga ibu kota merasa sejuk.
Bagian dari Siklus Alamiah
Ida menegaskan, fenomena bediding merupakan bagian dari dinamika iklim musiman Indonesia.
“Bediding terjadi secara alamiah setiap tahun, terutama di wilayah dataran tinggi atau daerah yang jauh dari pantai,” katanya.
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada, terutama bagi yang tinggal di daerah rawan suhu ekstrem, agar menjaga kesehatan dan memastikan perlindungan ekstra dari udara dingin.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .