Dirayu Banyak Parpol, Alasan Kuat Tompi Batal Nyaleg: Harus Nurut Kata Partai

Tompi
Tompi

 Nama Teuku Adifitrian, atau yang lebih dikenal sebagai Tompi, kembali menjadi sorotan publik. Dokter bedah plastik sekaligus penyanyi jazz ini mengungkapkan fakta menarik bahwa dirinya pernah menjadi incaran beberapa partai politik besar untuk terjun ke dunia politik sebagai calon legislatif (caleg). Namun, dengan pertimbangan matang, Tompi memilih untuk mengurungkan niatnya.

Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, Tompi menceritakan bahwa tawaran untuk menjadi caleg sudah datang sejak dua periode pemilu sebelumnya. Pria yang dikenal dengan suara merdunya ini mengaku sempat tergiur untuk mencoba peruntungan di dunia politik, didorong oleh keinginan untuk berkontribusi memperbaiki kondisi masyarakat.

"Sejak dua periode pemilu lalu ada beberapa partai bernama yang menawarkan saya maju sebagai caleg. Ada hasrat mau, karena ada keinginan untuk memperbaiki dan membantu. Dialog pun terjadi dan langsung dengan petinggi-petinggi kunci dari beberapa partai," ungkap Tompi, mengutip unggahan di Instagramnya, Senin 1 September 2025.

Tompi mengaku tawaran-tawaran tersebut begitu menggoda. Ia bahkan sempat berada di titik di mana ia hampir memutuskan untuk bergabung dengan salah satu partai. 

"Semua tawaran terdengar sungguh-sungguh, hampir saya ketok palu maju (jadi caleg). Namun last minute saya batalin pilihan karena beberapa hal," beber Tompi.

Salah satu alasan utama yang membuat Tompi mengurungkan niatnya adalah kesiapan finansial. Menurutnya, terjun ke dunia politik sebagai caleg membutuhkan dana yang tidak sedikit. Ia khawatir tanpa persiapan finansial yang memadai, dirinya akan rentan terhadap godaan untuk mengesampingkan integritas dan kejujuran dalam menjalankan amanah rakyat.

Selain itu, Tompi juga menyadari tantangan dalam membagi waktu antara profesi utamanya sebagai dokter bedah plastik, karier musiknya, dan tanggung jawab sebagai politisi. 

Ia merasa sistem di dalam partai politik yang ia amati saat itu tidak sepenuhnya selaras dengan prinsip-prinsip yang ia pegang teguh. 

"Melihat sistemnya saat itu, belum bisa dicerna akal sehat saya. Baru lihat dari luar... belum masuk ke dalam (pendanaan kampanye, gaji, dan lain-lain)," ujar Tompi.

Lebih lanjut, Tompi mengakui bahwa sifatnya yang sulit berkompromi dengan hal-hal yang ia anggap keliru menjadi salah satu pertimbangan besar. Ia dikenal sebagai sosok yang vokal dan tidak ragu mengkritik jika menemukan sesuatu yang tidak beres, bahkan di kalangan komunitas medis. 

"Untuk yang berurusan sama saya pasti paham, saya agak sulit kompromi dengan hal yang menurut saya keliru. Bahkan di perkumpulan dokter untuk urusan medis pun saya dianggap sulit diaur, lha kalau ada yang ngaco masa dipertahankan? Ubah lah! Maaf ya, no kompromi," tegas Tompi.

Faktor lain yang turut memengaruhi keputusannya adalah ketidakinginannya untuk berada di bawah kepemimpinan seseorang yang menduduki posisi hanya karena faktor kedekatan atau "orang dalam", tanpa didukung oleh kompetensi yang memadai. 

"Alasan sepele lain: nggak mau jadi anggota/bawahan suatu kelompok yang diketuai oleh seseorang yang duduk disitu karena faktor 'orang lama atau keturunan' yang tidak di-support oleh background knowledge yang bergizi," beber Tompi.

Namun, alasan yang paling menyentuh adalah keputusan Tompi untuk menghormati restu dari dua wanita terpenting dalam hidupnya: ibu dan istrinya. Tanpa dukungan dari mereka, Tompi memilih untuk tidak melangkah lebih jauh ke dunia politik.

Di akhir unggahannya, Tompi berharap cerita ini dapat menjadi inspirasi untuk memperbaiki dunia politik di Indonesia. Ia optimistis bahwa Indonesia memiliki banyak pemikir cemerlang, namun menurutnya, kejujuran adalah kunci untuk membawa perubahan yang lebih baik. 

"Mudah-mudahan saat ini sudah jauh lebih baik ya. Kita semua percaya Indonesia ini hebat besar kuat, banyak orang baik banyak orang pemikir, tinggal perbanyak orang jujur kali ya. Semoga cerita kecil ini bisa menjadi renungan untuk kita semua yang ingin perbaikan," pungkas Tompi.