Romansa CEO dan Anak Buah, Mengapa Mengguncang Profesionalitas

Setelah heboh pencopotan CEO Astronomer, Andy Byron karena ketahuan selingkuh dengan rekan kerjanya, kini giliran CEO Nestle, Laurent Freixe. Kasusnya sama, ada hubungan asmara dengan koleganya.
Kedua kasus ini menambah panjang deretan kasus perselingkuhan yang terjadi antara atasan dan bawahan. Ketika kasus ini mencuat mereka pun harus kehilangan kariernya.
Perilaku buruk para CEO bukanlah hal baru, tetapi gerakan #MeToo yang menyebabkan keluarnya Les Moonves dari CBS dan lainnya, memberikan tekanan lebih besar kepada dewan direksi untuk menunjukkan bahwa mereka menyelidiki setiap keluhan secara menyeluruh.
Bahkan hubungan yang konsensual pun dapat menimbulkan masalah, terutama ketika seorang manajer terlibat dengan bawahannya.
Pilih kasih di tempat kerja
Menurut laporan Society for Human Resource Management tahun 2025, lebih dari dua pertiga profesional SDM menganggap persepsi favoritisme atau perlakuan tidak adil sebagai kekhawatiran utama mereka terkait hubungan asmara di tempat kerja.
Roxanne Bras Petraeus, CEO Ethena (sebuah platform pelatihan kepatuhan di tempat kerja), mengatakan dengan mencuatnya kasus perselingkuhan para CEO bukan berarti pacaran di kantor sekarang ini jadi umum.
"Yang baru adalah para karyawan sekarang mulai bertanya dengan lebih kritis soal batasan-batasan yang boleh dan tak boleh di kantor," ujarnya.
Selain menjadi cara agar tidak ngantuk saat bekerja, ngobrol juga bisa mengakrabkan kita dengan orang di sekeliling kita.
Ethena, yang juga mengelola hotline untuk karyawan, melaporkan bahwa pertanyaan seputar hubungan asmara di kantor belakangan ini naik drastis.
Kebijakan soal hubungan romantis di kantor sendiri tiap perusahaan beda-beda. Menurut survei terpisah dari SHRM, cuma sekitar sepertiga karyawan yang mengatakan perusahaan mereka mewajibkan hubungan untuk dilaporkan.
Dalam kasus Nestle, hubungan ini pertama kali diketahui oleh pihak perusahaan melalui sistem internal yang disebut "speak up" lalu dilakukan penyelidikan mendalam, kata seorang sumber yang tahu soal kasus ini.
Dikutip dari shm.org, pakar etika, David Gebler, menekankan bahwa ketika hubungan dengan kolega tak lagi bersifat rahasia, sebaiknya melalui verifikasi oleh perusahaan untuk mencegah pelanggaran etika.
Tanpa transparansi, risiko kecurigaan kolega terhadap perlakuan istimewa dan dampak negatif terhadap moral tim bisa meningkat, bahkan jika semua pihak merasa hubungan itu sah adanya.
Untuk meminimalisasi risiko, banyak perusahaan menerapkan kebijakan ketat soal hubungan cinta sesama karyawan. Beberapa bahkan meminta karyawan menandatangani “love contract”, yakni pernyataan tertulis bahwa hubungan tersebut terjadi secara konsensual dan tidak akan memengaruhi profesionalitas di tempat kerja.
Pengaruh besar pada citra perusahaan
Pada level CEO tentu dampak yang ditimbulkan bisa sangat besar karena berpengaruh langsung pada kinerja dan citra perusahaan.
CEO memang tak boleh bertindak sembarangan. Ia adalah wajah perusahaan.
Pada masa lalu, jika CEO membuat skandal, dengan kekuasaan dan posisinya, mereka merasa bisa melakukan apa pun tanpa harus menanggung konsekuensinya.
Sekarang sudah bukan era seperti itu lagi. Media sosial membuat sorotan bisa terjadi di mana saja. Mereka pun harus siap dengan konsekuensinya.
Mantan bos McDonald's, Steve Easterbrook, dipecat pada tahun 2019 setelah melakukan hubungan seksual dengan bawahannya. Ia kemudian didenda oleh Komisi Sekuritas dan Bursa Efek (SEC) karena tidak sepenuhnya mengungkapkan pelanggaran kebijakan perusahaan yang menyebabkan pemecatannya.
Para pemegang saham lalu mengkritik mantan ketua dewan McDonald's, Rick Hernandez, dan anggota dewan lainnya karena membayar pesangon kepada Easterbrook.
Pada tahun 2024, CEO Norfolk Southern, Alan Shaw, dipecat setelah memiliki hubungan dengan kepala bagian legal perusahaan, sementara bos Intel, Brian Krzanich, dipecat pada tahun 2018 setelah dituduh gagal mengungkapkan hubungan masa lalunya dengan seorang karyawan.
Meski begitu, para CEO jarang kehilangan pekerjaan karena perilaku buruk, menurut data dari Exechange.com, yang melacak kepergian CEO di perusahaan-perusahaan besar AS. Sejak 2017, kurang dari 2 persen dari 2.542 kepergian CEO disebabkan oleh tuduhan pelanggaran. Sisanya, kasus perilaku tidak pantas hanya berakhir di lemari.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.