Ketika Pejabat AS Bocorkan Rencana Serangan ke Yaman di Aplikasi Pesaing WhatsApp...

Pejabat tinggi negara ternyata juga bisa melakukan kecerobohan yang cukup fatal. Hal ini dialami salah satu pejabat tinggi pemerintahan Amerika Serikat (AS), yang secara tak sengaja membocorkan rencana serangan ke Houthi Yaman di sebuah grup di aplikasi Signal.
Serangan udara itu dilancarkan militer AS Sabtu (15/3/2025) lalu.
Apabila belum familiar, Signal adalah aplikasi perpesanan singkat, mirip WhatsApp. Signal dikenal sebagai layanan pesan terenkripsi sumber terbuka yang populer di kalangan jurnalis dan individu lain yang menginginkan tingkat privasi lebih tinggi dibandingkan layanan pesan teks lainnya.
Mungkin, itu yang menjadi salah satu alasan aplikasi ini digunakan pejabat AS untuk berkomunikasi dengan staff atau pejabat lain.
Kecerobohan ini terungkap lantaran pejabat tersebut tidak sengaja memasukkan seorang jurnalis kawakan ke dalam grup di Signal.
Jurnalis tersebut adalah Jeffrey Goldberg, pemimpin redaksi dari The Atlantic. Dalam laporannya di The Atlantic, Goldberg mengungkapkan bahwa grup obrolan tersebut dibuat menggunakan aplikasi Signal.
Goldberg menjelaskan kronologi kejadian ini berawal pada Selasa, (11/3/2025). Saat itu, ia menerima permintaan koneksi dari seorang pengguna yang mengidentifikasi dirinya sebagai Michael Waltz.
Sebagai informasi, Michael Waltz merupakan seorang pejabat tinggi di pemerintahan AS. Dirinya menduduki posisi sebagai Penasihat Keamanan Nasional AS.
Meski Goldberg pernah bertemu dengan Waltz, tetapi dirinya merasa cukup aneh jika secara tiba-tiba mendapat permintaan koneksi dari pejabat tinggi pemerintahan.
Ilustrasi aplikasi WhatsApp dan Telegram yang dipisahkan aplikasi Signal.
Dirinya pun sempat meragukan identitas pengirim dan mengira permintaan tersebut bisa jadi penipuan digital. Namun, setelah mempertimbangkan, ia memutuskan untuk menerima permintaan koneksi tersebut, dengan harapan bahwa itu benar-benar berasal dari Michael Waltz.
Dua hari setelahnya yakni Kamis (13/3/2025), Goldberg menerima pemberitahuan bahwa ia akan dimasukkan ke dalam sebuah grup obrolan Signal. Grup tersebut diberi nama “Houthi PC Small Group.”
Grup ini terdiri dari 18 anggota, termasuk Wakil Presiden JD Vance, Menteri Pertahanan Pete Hegseth, serta Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari The Verge, Kamis (27/3/2025).
Dalam grup itu, mereka secara terbuka mendiskusikan berbagai rencana serangan militer terhadap kelompok Houthi di Yaman, termasuk strategi dan langkah-langkah yang akan diambil oleh Amerika Serikat.
Salah satu bentuk diskusi yang dibeberkan Goldberg yaitu ketika penasihat keamanan nasional Mike Waltz menugaskan wakilnya, Alex Wong, untuk membentuk "tim macan" guna mengoordinasikan penyerangan AS kepada Houthi.
Beberapa jam sebelum serangan dimulai, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengunggah rincian operasional tentang rencana tersebut di grup.
Hegseth juga membagikan rincian lain termasuk informasi tentang target, senjata yang akan dikerahkan AS, dan urutan serangan.
Akhirnya, serangan udara benar-benar dilancarkan AS ke Yaman, beberapa hari setelah grup itu dibuat.
Jurnalis Goldberg mengaku terkejut dengan kejadian tersebut dan awalnya mengira informasi yang diterimanya adalah upaya penyebaran berita palsu.
Namun, setelah melakukan konfirmasi dengan juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, terungkap bahwa pesan-pesan dalam grup tersebut asli.
"Saya tidak percaya bahwa pimpinan keamanan nasional Amerika Serikat akan berkomunikasi di Signal tentang rencana perang yang akan segera terjadi," tulis Goldberg dalam laporannya.
Goldberg juga membeberkan bahwa setelah serangan di Yaman selesai dilakukan, para anggota grup Signal tersebut bahkan sempat bertukar emoji perayaan, termasuk simbol otot, bendera Amerika, dan tinju.
Menanggapi kejadian ini, Hughes, mengatakan bahwa pihaknya sedang meninjau bagaimana nomor Goldberg bisa secara tidak sengaja ditambahkan ke dalam grup tersebut.
Sementara itu, ketika ditanya mengenai insiden ini, Presiden Donald Trump mengaku tidak tahu-menahu soal kejadian tersebut.
"Saya tidak tahu apa pun tentang hal itu. Anda memberi tahu saya tentang hal itu untuk pertama kalinya," ujar Trump dalam konferensi pers.
AS sebut aplikasi Signal "Rentan"
Beberapa hari setelah insiden dimasukannya jurnalis ke grup Signal serangan AS ke Yaman terungkap, Departemen Pertahanan AS lantas mengeluarkan peringatan resmi.
Peringatan tersebut berisi larangan pejabat pemerintahan AS menggunakan aplikasi Signal untuk komunikasi, termasuk informasi yang tidak tergolong rahasia.
Dalam memo yang dirilis Departemen Pertahanan AS (Pentagon) dan diterima oleh outlet media National Public Radio (NPR), AS menyebut aplikasi Signal telah teridentifikasi "rentan".
"Kerentanan telah teridentifikasi dalam Aplikasi Signal Messenger," demikian bunyi awal e-mail yang dikirimkan ke seluruh departemen, per tanggal (18/3).
Rentan yang dimaksud AS merujuk pada adanya celah keamanan dalam aplikasi Signal yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berwenang, seperti peretas, untuk mengakses percakapan atau data yang seharusnya tetap terlindungi.
Selain itu, dalam memo juga disebutkan bahwa ada kelompok peretas profesional Rusia telah menggunakan fitur "linked device" di aplikasi Signal untuk memata-matai percakapan terenkripsi.
Memo tersebut mengutip laporan dari Google yang mengidentifikasi kelompok peretas Rusia menargetkan Signal Messenger untuk memata-matai individu-individu yang dianggap menarik bagi kepentingan mereka.
Memo itu juga mengingatkan bahwa pada tahun 2023, sudah ada peringatan terkait penggunaan Signal untuk menyampaikan informasi resmi yang bersifat nonpublik, sebagaimana dilaporkan oleh NPR.
Seorang juru bicara Signal menanggapi bahwa memo Pentagon tersebut tidak berbicara mengenai tingkat keamanan aplikasi pengiriman pesan tersebut, tetapi lebih mengarah pada kewaspadaan pengguna terhadap ancaman yang dikenal sebagai serangan "phishing".
Serangan ini terjadi ketika peretas berusaha memperoleh akses ke informasi sensitif dengan cara meniru identitas atau melalui taktik penipuan lainnya.
Marah ke jurnalis, bela pejabatnya
Melansir Yahoo News, Trump menyerang jurnalis Goldberg dan menyebutnya dengan kata-kata tidak pantas.
Ia juga mengkritik laporan The Atlantic yang mengungkap bocornya rencana serangan militer skala besar ke Yaman itu. Ia menyebut laporan itu tidak berdampak pada misi serangan yang tetap bisa direalisasikan.
Menurut laporan Politico, Trump juga sempat marah dengan Mike Waltz karena bertindak cukup ceroboh. Trump juga dikabarkan kesal lantaran Waltz menyimpan nomor Goldberg sejak awal.
Kendati demikian, posisi Waltz sebagai penasihat keamanan disebut tetap aman. Trump juga membela Waltz di depan umum dan menyebutnya sebagai "orang baik" yang "belajar dari kesalahannya".
Trump mengatakan Waltz tidak akan dipecat karena kesalahannya tersebut. Justru, Trump membela Waltz dengan menyalahkan staff yang bekerja dengannya.
"Itu adalah salah satu orangnya (staff) Waltz yang menelepon. Seorang staff menyimpan nomornya (Goldberg) di sana (akun Signal Waltz)," kata Trump, sebagaimana dilaporkan NBC News.