Dua Sisi dari Potensi Fabregas ke AC Milan, Sukses seperti Sacchi atau Merana bak Motta

Beragam pandangan muncul mengenai kemungkinan AC Milan untuk mengangkat Cesc Fabregas sebagai pelatih baru di musim mendatang.

Nama mantan kapten Arsenal ini menjadi salah satu kandidat kuat untuk posisi pelatih Rossoneri yang disebut-sebut akan kosong setelah musim 2024-2025 ini kelar.

AC Milan dikabarkan telah mempersiapkan kursi untuk pelatih baru, mengingat kerja sama mereka dengan peracik taktik tim saat ini, Sergio Conceicao, diperkirakan hanya akan sampai akhir musim ini.

Conceicao diprediksi akan dipecat meskipun masih berpeluang meraih gelar Coppa Italia untuk melengkapi trofi Supercoppa Italiana 2025.

Spekulasi mengenai pengganti Conceicao pun mulai bermunculan. Nama-nama pelatih berpengalaman seperti Massimiliano Allegri, Stefano Pioli, Roberto Mancini, dan Maurizio Sarri masuk dalam daftar kandidat.

Pelatih lokal berbakat seperti Roberto De Zerbi yang kini melatih Marseille, juga dikaitkan dengan AC Milan.

Nama pelatih Como 1907, Cesc Fabregas, turut masuk dalam daftar kandidat pelatih baru AC Milan musim depan.

Fabregas, yang berusia 37 tahun dan berasal dari Spanyol, baru saja memulai karier pelatihnya di Como 1907, klub yang dimiliki oleh Keluarga Hartono melalui Djarum Group.

Ia berhasil naik dari posisi caretaker dan asisten hingga menjadi pelatih tim utama. Musim lalu, ketika masih berperan sebagai asisten pelatih Osian Roberts, ia sukses mengantar Como promosi ke kasta tertinggi Liga Italia, Serie A.

Kini, Fabregas yang menduduki jabatan pelatih kepala Como 1907 telah menunjukkan kemampuan membangun tim dengan baik.

Ia mengarahkan Como ke posisi papan tengah klasemen hingga pekan ke-13 Liga Italia 2024-2025.

Keberhasilan Fabregas dalam meracik skuad muda yang kompetitif, didukung dengan filosofi permainan yang menarik dan dana yang cukup, membuat timnya mampu menaklukkan lawan-lawan kuat seperti Atalanta, Roma, Fiorentina, dan Napoli.

AC Milan pun memantau bakatnya. Bahkan, Corriere dello Sport membandingkan kemungkinan kedatangannya dengan kisah sukses Arrigo Sacchi saat direkrut oleh Milan pada tahun 1987.

Pada saat itu, Milan yang dipimpin oleh Presiden Silvio Berlusconi memilih Sacchi dari Parma yang berada di peringkat 7 Serie B.

Berlusconi kala itu terpesona dengan taktik Sacchi yang membawa Parma dua kali membekuk Milan di ajang Coppa Italia.

"Kalau dia bisa sebaik itu dengan tim kecil, bayangkan jika dia melakukannya untuk Milan saya," ujar Berlusconi pada masa itu.

Keputusan Berlusconi terbukti tepat. Sacchi langsung meraih kesuksesan di musim pertamanya dengan mengantar AC Milan juara Liga Italia 1988-1987.

Kiprah sukses Sachhi bareng Milan berlanjut dengan raihan dua gelar Piala Champions beruntun pada 1989 dan 1990.

Contoh keberhasilan Sacchi menjadi harapan bagi Milan untuk meraih sukses dengan Fabregas.

Seperti Sachhi, sosok Fabregas diharapkan dapat menghadirkan identitas permainan yang lebih jelas untuk tim beralias Il Rossoneri (Si Merah-Hitam).

Namun, penolakan bisa jadi akan ada dari segmen penggemar yang menginginkan pelatih dengan pengalaman lebih untuk menjamin kesuksesan instan.

Fan dari kubu ini seperti lelah kembali menunggu proses untuk melihat Milan kembali bersaing di level atas Serie A dan Eropa.

Contoh negatif dari situasi ini dapat dilihat pada keputusan Juventus untuk memecat Thiago Motta.

Fenomena pemecatan Motta beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa tanggung jawab melatih klub besar bisa sangat berat bagi pelatih muda tanpa pengalaman yang memadai.

"Fabregas bisa saja menarik bagi Milan," ujar Carlo Pellegati, seorang jurnalis dan komentator senior Italia.

"Pria Spanyol ini harus membebaskan dirinya dan memahami bahwa ia merasa siap untuk menghindari kesalahan Motta," tambahnya.

"Pergi ke Milan, Inter, atau Juve seperti olahraga yang berbeda," ungkap Pellegati, dikutip dari Tuttomercatoweb.