Kecelakaan Bus Terus Berulang, Imbas Berkurangnya Anggaran Keselamatan

Kecelakaan maut yang melibatkan bus Antar Lintas Sumatera (ALS) di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 6 Mei 2025 kembali menorehkan luka mendalam.
Kecelakaan semacam ini seolah menjadi pola yang terus berulang dalam sistem transportasi Indonesia—dan bagi Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dan akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, akar persoalannya terletak pada abainya negara terhadap keselamatan.

Petugas gabungan saat melakukan proses evakuasi terhadap korban kecelakaan bus ALS di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Selasa (6/5/2025).
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini mengkritik tajam pemotongan anggaran keselamatan yang dilakukan pemerintah secara serampangan.
“Anggaran program keselamatan di Kementerian Perhubungan jangan dikurangi apalagi dipangkas. Termasuk operasional Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tidak harus ikut dipangkas. Sekarang, Indonesia berada dalam Darurat Keselamatan Transportasi, sehingga perlu harmonisasi penegakan hukum,” ujar Djoko, dalam keterangan tertulis, Rabu (7/5/2025).
Menurutnya, anggaran yang sebelumnya digunakan untuk pembinaan dan pengawasan kini tidak lagi tersedia. Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk keselamatan yang sempat berjalan tak lebih dari lima tahun telah dihentikan.
Banyak pengemudi bekerja melebihi batas waktu wajar tanpa waktu istirahat yang cukup. Tak adanya regulasi mengenai waktu kerja, libur, dan fasilitas istirahat turut memperbesar risiko kelelahan ekstrem yang bisa menyebabkan micro sleep—penyebab kecelakaan yang sangat umum.

Kondisi bus yang mengalami kecelakaan di Tol Cipularang, Kamis (26/12/2024). Bus yang membawa rombongan peziarah itu bertabrakan dengan truk pengangkut kerikil. Dua orang tewas.
“Namun juga harus memiliki kepribadian dan kompetensi yang baik, meliputi skill, knowledge, dan attitude, sehingga dapat melayani dan menghargai penumpang dengan mengutamakan keselamatan dan keamanan,” kata dia.
Masalah keselamatan pun diperburuk oleh kondisi infrastruktur jalan yang minim pemeliharaan. Fasilitas keselamatan seperti rambu, marka, guardrail, dan penerangan jalan umum (PJU) tak lagi dipelihara karena tidak ada anggaran.
Lebih parahnya lagi, koordinasi dan konsolidasi antara pemerintah pusat dan daerah terkait pemantauan titik rawan kecelakaan di jalan nasional juga terhenti. Praktis, tidak ada lagi sistem pemantauan yang berjalan secara aktif.
“Salah satu bentuk keseriusan mengakhiri kecelakaan itu, dimulai dari penganggaran program keselamatan di Kementerian Perhubungan. Anggaran keselamatan jangan dikurangi, bila perlu ditambah, agar angka kecelakaan tidak meningkat terus,” ujar dia.