Lansia Perkasa di Tanah Suci, Haji Mandiri Tanpa Kursi Roda di Usia 70-an

haji lansia, haji, jemaah haji, Haji, haji usia lansia, Lansia Perkasa di Tanah Suci, Haji Mandiri Tanpa Kursi Roda di Usia 70-an, "Saya Jalan Sendiri, Lempar Jamrah Tiga Hari Tanpa Bantuan", Zainuddin dari Aceh: 10 Km Naik Sepeda Setiap Pagi, Sahabat dari Kei Besar, Maluku Tenggara, Ketua Kloter: Mereka Tidak Ingin Dibantu

Di tengah lautan jutaan jemaah dari seluruh dunia, sejumlah jamaah haji lansia asal Indonesia menunjukkan keteguhan dan semangat luar biasa.

Meski usia mereka tak lagi muda dan rambut telah memutih, para lansia perkasa di Armuzna ini menuntaskan seluruh rangkaian ibadah haji secara mandiri—tanpa kursi roda, tanpa dipapah, dan tanpa bergantung pada petugas.

Mereka berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina, melempar jumrah sendiri selama tiga hari berturut-turut, dan menyelesaikan rukun dan wajib haji tanpa keluhan.

"Saya Jalan Sendiri, Lempar Jamrah Tiga Hari Tanpa Bantuan"

Adalah Nahali Tiloli (72), jemaah haji asal Seram, Maluku, yang menjadi salah satu potret kekuatan tersebut. Saat ditemui di penginapannya di Madinah, Sabtu (22/6/2025), Nahali menuturkan bagaimana ia menuntaskan seluruh prosesi haji 2025 tanpa bantuan sedikit pun.

“Saya dari Muzdalifah ke Mina jalan kaki. Hari pertama, kedua, ketiga lempar jamrah sendiri. Tidak dibantu siapa-siapa. Semua aman,” ujar Nahali kepada ANTARA.

Tubuhnya terlihat segar, khas petani yang terbiasa bekerja sejak subuh. Selama hidupnya, ia mengaku hanya mengonsumsi sagu, keladi, dan ikan.

Tak ada riwayat hipertensi, tak kenal kolesterol, dan tidak membawa obat khusus selama menunaikan ibadah haji.

Zainuddin dari Aceh: 10 Km Naik Sepeda Setiap Pagi

Kisah inspiratif lainnya datang dari Zainuddin bin Samaun (67), jemaah asal Aceh. Sebelum berangkat ke Tanah Suci, pensiunan pegawai Disperindag Provinsi Aceh ini membiasakan diri bersepeda sejauh 10 kilometer setiap pagi untuk menjaga stamina.

Selama di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina), ia juga menolak bantuan dan lebih memilih melakukan semua prosesi secara mandiri. Ia bahkan mengambil posisi strategis di sisi kiri saat melontar jumrah agar terhindar dari kerumunan dan desakan jemaah lain.

“Kalau bisa dilakukan hari ini, kenapa tunggu besok?” ujar Zainuddin, mengutip prinsip hidup yang ia pegang teguh.

Kebiasaannya makan buah, menghindari daging, dan rutin menjalani puasa sunah menjadikan tubuhnya tetap bugar meski usia tak muda lagi. Ia hanya berbuka dengan kurma dan air hangat.

Sahabat dari Kei Besar, Maluku Tenggara

Dari Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara, dua sahabat lansia yakni Harun Rahwarin (70) dan Hassan Asyatrin (68), turut menunjukkan semangat luar biasa.

Mereka menempuh perjalanan dari Muzdalifah ke Mina dengan berjalan kaki sejauh lebih dari 15 kilometer karena bus tidak tersedia saat itu.

Harun, yang sehari-hari menanam rumput laut, dan Hassan yang masih melaut setiap pekan, tak mengeluh. Mereka melempar jamrah sendiri dan kembali ke tenda di Mina dengan langkah pelan tapi mantap.

Ketua Kloter: Mereka Tidak Ingin Dibantu

Muchlis Ashari, Ketua Kloter UPG-24 yang memimpin 384 jemaah asal Maluku, mengaku kagum dengan semangat para haji lansia 2025 di bawah tanggung jawabnya. Awalnya, ia mengira para lansia akan bergantung pada petugas dan banyak beristirahat. Namun, dugaannya meleset.

"Banyak dari mereka yang tidak ingin dibantu. Mereka ingin berjalan sendiri dan menyelesaikan ibadah secara mandiri,” ungkap Muchlis yang juga staf KUA Kei Besar.

Dari kloternya, setidaknya ada 15 lansia yang dinilainya sangat bugar. Menurutnya, kekuatan mereka lahir dari mental dan spiritual yang matang. Ketika mental kuat, maka fisik pun ikut kuat.

Apa yang membuat para jamaah haji lansia Indonesia 2025 ini tetap kuat? Jawabannya ada pada gaya hidup mereka: aktif bergerak, konsumsi makanan sehat seperti ikan dan umbi-umbian, tidak mengandalkan penyedap, serta tidak terlalu bergantung pada obat-obatan.

Meski suhu di Mina saat puncak haji mencapai 46 derajat Celsius, ditambah udara panas dan kering, para lansia ini tetap menjalankan ibadah dengan senyuman dan ketabahan.

Mereka menyimpan keluhan di balik senyum, dan menyelesaikan rukun demi rukun dengan kaki sendiri, tanpa goyah.

Mereka semua sepakat, ibadah haji bukan soal usia, melainkan kesiapan fisik dan mental. Mulai dari makanan sagu dan keladi, rutinitas bersepeda, hingga kerja keras di laut, semua menjadi bekal kuat dalam menyelesaikan ibadah di Tanah Suci.

"Kalaupun sudah tua, jangan pernah malas menjaga diri,” begitu pelajaran yang mereka tinggalkan.

Para lansia perkasa di haji 2025 ini tidak hanya menyelesaikan ibadah haji, tetapi menuntaskannya dengan kehormatan. Mereka membuktikan bahwa usia hanyalah angka, dan ketulusan niat menjadi kekuatan utama untuk menapak jalan ibadah, sejauh dan seberat apa pun langkahnya.