Konflik Ambalat, Kronologi, dan Sejarah Sengketa Batasnya...

Sengketa wilayah perbatasan di wilayah Ambalat di Laut Sulawesi antara Indonesia dan Malaysia menemui titik terang.
Indonesia dan Malaysia akhirnya mengambil jalan tengah dan sepakat untuk mengelola bersama kawasan perairan yang kaya sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi tersebut.
Opsi tersebut dipilih lantaran penyelesaikan hukum terkait blok Ambalat dinilai memakan waktu yang terlampau lama.
Kesepakatan tersebut terjalin dalam pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dengan PM Malaysia Anwar Ibrahim di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Sebelum kesepakatan terjadi, keduanya sempat bertemu dan berbincang empat mata selama sekitar 30 menit di ruang kerja Prabwo.
"Contoh masalah Ambalat, kita sepakat bahwa sambil kita saling menyelesaikan masalah hukum, kita sudah ingin mulai dengan kerja sama ekonomi yang kita sebut joint development," kata Prabowo usai pertemuan itu, dikutip Kompas.id, Jumat.
Lantas, di mana Ambalat dan bagaimana sejarah konfliknya?
Ambalat dan kronologi sengketanya
Blok Ambalat terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar.
Luas blok Ambalat sekitar 15.235 kilometer persegi.
Blok Ambalat diperkirakan mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun ke depan, dikutip (22/9/2022).
Sengketa Indonesia-Malaysia atas blok Ambalat dimulai ketika kedua negara masing-masing melakukan penelitian di dasar laut untuk mengetahui landas kontinen dan zone ekonomi eklusif (ZEE) pada 1969.
Kedua negara kemudian menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia-Malaysia pada 27 Oktober 1969 yang diratifikasi oleh masing-masing negara pada tahun yang sama.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia.
Namun, pada 1979, Malaysia mengingkari perjanjian ini dengan memasukkan blok maritim Ambalat ke dalam peta wilayahnya, dikutip (27/4/2023).
Hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia menolak peta baru Malaysia tersebut.
Peta tersebut juga diprotes oleh Filipina, Singapura, Thailand, China, dan Vietnam karena dianggap sebagai upaya atas perebutan wilayah negara lain.
Aksi sepihak Malaysia ini juga diikuti dengan penangkapan nelayan Indonesia pada wilayah-wilayah yang diklaim.
Berdasarkan klaim batas wilayah yang tercantum dalam peta 1979 tersebut, Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y (ND6) dan Blok Z (ND7).
Adapun Blok Y merupakan blok yang tumpang tindih dengan wilayah konsesi minyak yang diklaim Indonesia.
Sementara Blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan wilayah yang diklaim Filipina.
Pada 16 Februari 2005, Malaysia memberikan konsesi minyak di kedua blok tersebut kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda, Shell.
Klaim Malaysia soal Ambalat
Aksi awak kapal KRI OWA-354 dan KRI AJAK -653 saat melakukan perawatan suar Karang Unarang di Perairan Ambalat,
Malaysia mengeklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada 2002.Malaysia berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinennya sendiri.
Namun, alasan ini ditolak pemerintah Indonesia yang menegaskan bahwa rezim penetapan batas landas kontinen mempunyai ketentuan khusus yang menyebut keberadaan pulau-pulau yang relatif kecil tidak akan diakui sebagai titik ukur landas kontinen.
Upaya penyelesaikan blok Ambalat
Pada 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil solusi politik untuk meredakan masalah sengketa blok Ambalat.
Melalui pertemuan tersebut, baik pihak Indonesia atau Malaysia saling menjelaskan landasan hukum klaimnya atas Blok Ambalat.
Namun, penjelasan landasan hukum Malaysia terhadap blok Ambalat ditolak oleh Indonesia lantaran dianggap bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Dalam perjalanannya, blok Ambalat merupakan masalah lama yang sering kali menimbulkan ketegangan dan menghambat hubungan Indonesia-Malaysia.
Proses penyelesaikan terkait blok Ambalat sayangnya juga cenderung berjalan lambat.
Kedua negara, Indonesia-Malaysia telah berulang kali melakukan perundingan untuk menyelesaikan masalah Ambalat. Namun, belum ada kejelasan terkait sengketa tersebut.
Berdasarkan hukum Internasional, dalam hal terjadinya sengketa wilayah laut, penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan UNCLOS 1982.
Negara yang bersengketa diwajibkan menyelesaikan dengan cara-cara damai.
Jika cara tersebut tidak berhasil mencapai persetujuan, maka negara-negara terkait harus mengajukan sebagian sengketa kepada prosedur wajib.
Dengan prosedur ini, sengketa hukum laut akan diselesaikan melalui mekanisme dan institusi peradilan internasional yang telah ada, seperti Mahkamah Internasional.
Kesepakatan pengelolaan Ambalat
TNI Angkatan Laut (AL) menggelar latihan di perairan Ambalat perbatasan Indonesia dan Malaysia, pada Rabu (18/1/2023). Dalam latihan itu, TNI AL mengerahkan dua Kapal Perang Republik Indonesia (KRI), yakni KRI Mandau-621 dan KRI Keris-624.
Dari pertemuan Prabowo-Anwar Ibrahim, nantinya kedua negara akan mengelola bersama-sama segala macam sumber daya alam yang ditemukan di Ambalat.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan, bakal ada pertemuan yang lebih formal untuk membahas isu-isu serius, termasuk isu maritim dan perbatasan.
"Dan, kalau tampaknya masih buntu sedikit perundingan dari segi hukum dan peraturan, dan perundangan, maka tidak ada halanagan untuk kita segerakan kerja sama ekonomi, termasuk yang disinggung tadi, joint development authority di kawasan Ambalat," kata dia.
"Karena, kalau kita tunggu selesai, kadang mungkin mengambil masa dua dekade lagi," imbuhnya, Jumat (27/6/2025).