Gaji 300 Ribu per Jam, Merianti Tinggalkan Bank Demi Petik Buah di Australia

Lima tahun bekerja sebagai pegawai bank tidak membuat Merianti (30) puas dengan rutinitasnya.
Lulusan Manajemen dari sebuah universitas di Pontianak ini akhirnya memilih keluar dari zona nyaman dan mencoba peruntungan lewat program Working Holiday Visa (WHV) di Australia.
Program tersebut memungkinkan warga negara asing untuk bekerja sambil berlibur, dan kini semakin diminati generasi muda Indonesia karena menjanjikan penghasilan yang lebih tinggi serta pengalaman tinggal di luar negeri.
“Alasannya memang ekonomi, tapi saya juga ingin mencoba hidup mandiri, mengenal budaya baru, dan keluar dari rutinitas,” ujar Merianti saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/6/2025).
Bekerja di kebun, gaji lebih besar
Selama lebih dari satu setengah tahun tinggal di Australia, Merianti sudah mencoba berbagai pekerjaan: mulai dari waitress, pencuci piring, bekerja di gudang, hingga menjadi pemetik dan penyortir buah di perkebunan.
Dari pekerjaan ini, ia bisa memperoleh upah minimum AUD 30,13 per jam, atau sekitar Rp 331.000 tergantung jenis pekerjaan. Pembayaran dilakukan mingguan atau dua mingguan.
“Cukup buat bayar sewa dan kebutuhan harian. Sisanya bisa ditabung, asal pintar ngatur,” ujarnya.
Rekrutmen simpel, tes langsung di lapangan
Merianti menyebut proses melamar kerja di Australia jauh lebih sederhana dibandingkan di Indonesia. Ia cukup menyiapkan CV tanpa foto, tanpa ijazah, dan tanpa dokumen pendukung lainnya.
nya ringkas, hanya isi data diri dan pengalaman. Diserahkan langsung ke tempat kerja, bahkan tanpa amplop,” katanya.
Ia juga menyoroti sistem seleksi yang mengutamakan keterampilan langsung. Beberapa tempat kerja bahkan menerapkan uji coba selama tiga jam untuk menilai kemampuan kerja di lapangan.
Adaptasi dan tantangan fisik
Setiap berpindah pekerjaan, Merianti butuh waktu sekitar satu hingga dua minggu untuk menyesuaikan diri dengan ritme dan tugas baru.
“Saya mulai dari hospitality, lalu ke gudang, kemudian farm. Sekarang fokus ke penyortiran buah. Proses adaptasi itu penting,” jelasnya.
Tantangan terbesar justru datang dari sisi fisik. Saat memetik apel, misalnya, ia harus membawa beban berat sambil naik turun tangga menggunakan kangaroo bag.
Budaya kerja yang disiplin dan adil
Kedisiplinan menjadi nilai penting dalam dunia kerja Australia. Datang terlambat bisa berdampak serius terhadap kelangsungan pekerjaan.
Namun di sisi lain, ia merasa dihargai sebagai pekerja. Aturan soal bullying dan pelecehan ditegakkan dengan serius, dan setiap pelanggaran bisa langsung dilaporkan.
“Kalau kerja lembur pun dibayar sesuai jamnya. Fair,” ujar Merianti.
Merianti mendorong anak muda Indonesia untuk berani mencoba WHV, dengan syarat mau mandiri dan siap menghadapi tantangan.
“Cari informasi sebanyak-banyaknya dari YouTube, media sosial, atau teman yang sudah pengalaman. Di luar negeri, semuanya harus diurus sendiri,” pungkasnya.
Ia bercerita, proses melamar pekerjaan di Australia melalui program WHV pun lebih sederhana.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ",