Kisah Avan, Anak Penjual Es Viral di Ponorogo yang Lolos ke ITB Lewat Jalur SNBP

Nama Avan Ferdiansyah Hilmi (19) mendadak viral di media sosial usai prestasinya terungkap.
Pemuda asal Kelurahan Mankujayan, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, tersebut berhasil diterima di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga menamatkan SMA di SMAN 1 Ponorogo, Avan telah mengoleksi lebih dari 100 piala dan penghargaan.
Di rumahnya yang sederhana, terlihat lemari kayu menempel di dinding ruang tamu berukuran 3x4 meter.
Lemari itu sesak oleh ratusan piala yang disusun rapi di dalam maupun di atasnya. Di ruangan yang sama, terdapat kasur dan meja kecil tempat Avan belajar.
Sementara kursi tamu diletakkan mepet ke dinding depan karena keterbatasan ruang.

“Avan itu ikut lomba sejak sebelum masuk SD di salah satu mal di Madiun. Dan dia langsung jadi juara. Sejak saat itu kadang sebulan 2 kali dia ikut lomba dan pasti membawa pulang piala maupun trofi juara,” ujar Umi Latifah, ibunda Avan, Selasa (8/7/2025).
Pandai Membaca Sejak Sebelum Sekolah
Sejak kecil, Avan sudah menunjukkan kecerdasan. Ia mampu membaca dan berhitung bahkan sebelum masuk sekolah dasar, berkat kebiasaannya mengamati gambar serta poster tentang huruf dan angka.
Kegemarannya pada buku pengetahuan, terutama seri bergambar seperti "Why", juga sangat mendukung tumbuhnya minat belajar.
“Satu buku harganya bisa Rp 100.000. Karena suka membaca mau tidak mau kita belikan,” ujar Umi Latifah.
Meski hanya berjualan minuman dingin dan es kocok, orang tua Avan tak pernah menghalangi semangat anaknya untuk terus berprestasi.
Umi berjualan di alun-alun, sementara suaminya, Eko Yudianto, berjualan keliling. Mereka bergantian mengantar Avan mengikuti berbagai perlombaan.
“Kadang di sekitar Madiun, kadang sampai di Kediri. Kalau yang ngantar pasti bapaknya, kalau jauh, saya tetap jualan. Kalau bapaknya kan jualan keliling di wilayah pinggiran kota jadi ya libur nggak jualan,” katanya.
Tak Dapat Beasiswa Pemerintah Daerah
Meski prestasinya hingga tingkat nasional sudah terbukti, Avan tak pernah mendapatkan beasiswa dari pemerintah daerah. Untuk meringankan biaya pendidikan, sang ayah kerap mengajukan keringanan biaya sekolah.
"Biasanya untuk meringankan biaya sekolah saya minta keringanan biaya ke sekolah. Umpama ada biaya urunan Rp 200.000, saya minta bayar separuhnya,” katanya.
Beberapa yayasan pernah membantu Avan selama menempuh pendidikan di jenjang SD dan SMP. Namun, bantuan tersebut tidak berlanjut ketika Avan masuk ke SMAN 1 Ponorogo.
“SD-nya dulu dapat dari PLN. Kemudian SMP-nya dapat bantuan dari Baznas, tetapi masuk SMA sama sekali tidak ada bantuan,” ucap Eko.
Keluarga Avan tidak tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan belum terdaftar sebagai peserta BPJS.
Kondisi ini membuat orang tua Avan khawatir terhadap kemungkinan biaya kesehatan anaknya ketika kuliah di luar kota.
“Yang kita khawatirkan adalah kesehatan Avan kalau nanti kuliah keluar kota, karena dia tidak memiliki BPJS,” ujar Eko.
Menelusuri Jejak Beasiswa Sejak Masuk SMA
Avan mulai serius menargetkan beasiswa sejak masuk SMAN 1 Ponorogo. Ia melakukan riset dan menemukan bahwa ada warga Ponorogo yang berhasil masuk ITB lewat prestasi di bidang ilmu bumi dan merupakan alumni sekolahnya.
Hal itu menjadi motivasi kuat untuk mengikuti O2SN.
“Kelas 1 SMA ikut O2SN tapi hanya sampai di tingkat provinsi. Kemudian belajar keras untuk mengejar O2SN di kelas 2 karena ini kesempatan terakhir untuk mengikuti lomba. Kalau ikutnya kelas 12, finalnya itu kelas 13. Alhamdulillah terpilih untuk final,” katanya.
Semangat Avan semakin besar setelah dirinya diundang oleh ITB sebagai finalis lomba ilmu bumi.
Kegagalan meraih juara di ajang lomba di ITB sempat membuat Avan patah semangat. Namun, dukungan dari pembinanya membangkitkan kembali kepercayaan dirinya untuk tetap mendaftar kuliah.
Lolos SNBP dan Dapat Beasiswa
Avan akhirnya mendaftar ke ITB melalui jalur SNBP dan dinyatakan lolos. Ia pun segera mengajukan keringanan biaya kuliah.
Meskipun tidak terdaftar dalam DTKS, ia menyertakan surat keterangan tidak mampu dan akhirnya mendapat beasiswa dari Paragon.
Sebagai bagian dari proses validasi beasiswa, tim dari ITB mendatangi langsung rumah Avan di Ponorogo. Mereka terkejut saat melihat langsung jumlah piala yang memenuhi rumahnya.
“Itu serius piala? Kirain toko piala,” ujar suara salah satu dosen ITB saat menyambangi rumah Avan.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul