Kisah Anak Penjual Es yang Diterima di ITB jalur SNBP, Rumahnya Penuh Piala namun Tak Tersentuh Beasiswa Pemda

cerita inspiratif, Siswa berprestasi, berita jawa timur, avan berprestasi, rumah avan penuh piala, siswa berprestasi ponorogo, Kisah Anak Penjual Es yang Diterima di ITB jalur SNBP, Rumahnya Penuh Piala namun Tak Tersentuh Beasiswa Pemda, Rumah Avan Mulai Dipenuhi Trofi Sejak TK, Dukungan Orang Tua yang Mengantar Avan Meraih Prestasi, Tetap Teguh Meski Tidak Tersentuh Beasiswa Pemerintah Daerah, Sempat Gagal Kubur Impian Kuliah di ITB, Avan Akhirnya Diterima di ITB Jalur SNBP

Avan Ferdiansyah Hilmi (19), anak penjual es keliling di Ponorogo, Jawa Timur, berhasil menembus Institut Teknologi Bandung (ITB) lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).

Meski mengoleksi lebih dari 100 piala dan trofi juara sejak TK, Avan mengaku selama tak pernah sekalipun menerima beasiswa dari pemerintah daerah.

Walau begitu, beberapa donatur dan lembaga tergerak membantu perjuangannya meraih pendidikan hingga saat ini.

Di rumahnya yang sederhana di Kelurahan Mankujayan, Kecamatan Ponorogo, penuh sesak oleh deretan trofi yang menjadi saksi bisu perjalanan dalam menjalani pendidikan sekaligus mengukir prestasi yang membanggakan.

Rumah Avan Mulai Dipenuhi Trofi Sejak TK

Rumah Avan tampak sempit dan penuh sesak bukan karena furnitur besar atau tumpukan barang, melainkan karena ratusan piala dan trofi yang berjejer rapi, hasil jerih payah Avan sejak duduk di bangku TK, SD, hingga SMA.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
cerita inspiratif, Siswa berprestasi, berita jawa timur, avan berprestasi, rumah avan penuh piala, siswa berprestasi ponorogo, Kisah Anak Penjual Es yang Diterima di ITB jalur SNBP, Rumahnya Penuh Piala namun Tak Tersentuh Beasiswa Pemda, Rumah Avan Mulai Dipenuhi Trofi Sejak TK, Dukungan Orang Tua yang Mengantar Avan Meraih Prestasi, Tetap Teguh Meski Tidak Tersentuh Beasiswa Pemerintah Daerah, Sempat Gagal Kubur Impian Kuliah di ITB, Avan Akhirnya Diterima di ITB Jalur SNBP

Ketika bertandang ke rumah Avan pada Selasa (8/7/2025), ruangan tamu berukuran 3x4 meter itu menyuguhkan pemandangan mencolok.

Sebuah lemari kayu sederhana melekat pada dinding, penuh sesak oleh trofi yang tersusun rapi, bahkan sebagian lainnya menumpuk di atasnya.

Meja dan kursi tamu sederhana diletakkan rapat ke dinding depan untuk memberi ruang bagi kasur dan meja belajar kecil yang diletakkan di tengah ruangan.

Di balik kesederhanaan itu, terpancar kisah kerja keras dan ketekunan Avan yang didukung penuh oleh kedua orang tuanya.

“Avan itu ikut lomba sejak sebelum masuk SD di salah satu mal di Madiun. Dan dia langsung jadi juara. Sejak saat itu kadang sebulan 2 kali dia ikut lomba dan pasti membawa pulang piala maupun trofi juara,” ujar Umi Latifah, sang ibu, yang ditemui di rumahnya.

Sejak kecil, Avan sudah menunjukkan ketertarikan luar biasa pada huruf dan angka. Belum juga masuk sekolah dasar, dia telah lancar membaca dan berhitung, berkat kebiasaannya mengamati gambar dan poster abjad serta angka.

Dari kebiasaan itu, ia lalu jatuh cinta pada buku “Why”, sebuah buku bergambar berisi pengetahuan dasar yang menjadi favoritnya.

“Satu buku harganya bisa Rp 100.000. Karena suka membaca mau tidak mau kita belikan,” ujar Umi Latifah.

Dukungan Orang Tua yang Mengantar Avan Meraih Prestasi

Avan bukan berasal dari keluarga yang bergelimang harta, namun merupakan anak dari pasangan penjual minuman dan es keliling.

Sang ibu berjualan minuman dingin di alun-alun, sementara sang ayah, Eko Yudianto, sehari-hari menjajakan es kocok keliling.

Pendapatan mereka tidak besar, namun cukup untuk menopang kebutuhan hidup sederhana.

Umi Latifah melihat bahwa Avan memiliki bakat yang tidak biasa dalam memahami pengetahuan dasar. Maka ia dan suaminya memberi kebebasan penuh kepada Avan untuk mengikuti berbagai perlombaan.

“Kadang di sekitar Madiun, kadang sampai di Kediri. Kalau yang ngantar pasti bapaknya, kalau jauh, saya tetap jualan. Kalau bapaknya kan jualan keliling di wilayah pinggiran kota jadi ya libur nggak jualan,” katanya.

Tetap Teguh Meski Tidak Tersentuh Beasiswa Pemerintah Daerah

Meski prestasinya gemilang dengan lebih dari 100 trofi dan piala, termasuk juara OSN tingkat nasional, Avan tak pernah sekalipun mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.

Ayahnya, Eko Yudianto, sering mengusahakan keringanan biaya sekolah.

"Biasanya untuk meringankan biaya sekolah saya minta keringanan biaya ke sekolah. Umpama ada biaya urunan Rp 200.000, saya minta bayar separuhnya,” katanya.

Untungnya, beberapa yayasan pernah memberikan bantuan berupa seragam, buku, dan keperluan sekolah lainnya. Namun bantuan itu hanya berlangsung hingga Avan menyelesaikan pendidikan di SMP.

nya dulu dapat dari PLN. Kemudian SMP-nya dapat bantuan dari Baznas, tetapi masuk SMA sama sekali tidak ada bantuan,” ucap Eko.

Kesulitan ekonomi keluarga Avan semakin diperparah dengan tidak terdaftarnya mereka dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Akibatnya, mereka pun tidak memiliki akses ke layanan BPJS.

“Yang kita khawatirkan adalah kesehatan Avan kalau nanti kuliah keluar kota, karena dia tidak memiliki BPJS,” ujar Eko.

Sempat Gagal Kubur Impian Kuliah di ITB

Ia mengenang, saat Avan diterima di SMAN 1 lewat jalur prestasi, anaknya mulai melakukan riset mengenai jalur beasiswa di bidang ilmu bumi dan menemukan bahwa salah satu penerima beasiswa adalah alumnus dari sekolah yang sama.

Hal itu membuat Avan menetapkan target: harus menjuarai lomba O2SN agar mendapat beasiswa kuliah ke ITB, kampus impiannya.

“Kelas 1 SMA ikut O2SN tapi hanya sampai di tingkat provinsi. Kemudian belajar keras untuk mengejar O2SN di kelas 2 karena ini kesempatan terakhir untuk mengikuti lomba. Kalau ikutnya kelas 12, finalnya itu kelas 13. Alhamdulillah terpilih untuk final,” katanya.

Avan makin yakin ingin kuliah di ITB setelah diundang kampus tersebut sebagai finalis lomba ilmu bumi.

Namun, harapan untuk membawa pulang trofi juara dari ITB kala itu pupus. Ia sempat patah semangat.

Avan Akhirnya Diterima di ITB Jalur SNBP

Namun semangatnya bangkit kembali berkat dorongan dari sang pembina yang meyakinkannya untuk terus berjuang tanpa memikirkan soal biaya.

Avan pun mendaftar ke ITB lewat jalur SNBP dan diterima. Ia lalu mengajukan permohonan keringanan biaya dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu, meski tak tercatat dalam DTKS.

Beruntung, permohonan itu diterima oleh Paragon, penyedia beasiswa bagi siswa berprestasi dari keluarga tidak mampu.

Tim ITB bahkan turun langsung ke rumah Avan untuk memvalidasi kondisi ekonomi keluarganya. Ketika melihat tumpukan piala yang menghiasi rumah sederhana itu, mereka pun terkejut.

“Itu serius piala? Kirain toko piala,” ujar suara salah satu dosen ITB yang menyambangi rumah Avan.

(Kompas.com: Sukoco, Icha Rastika)