Kisah Pekerja Komuter Jakarta, Pulang-Pergi 7 Jam Tiap Hari demi Anak Istri

Perjalanan panjang dan tidak mudah harus dilalui Fristo (30), seorang pekerja asal Cipanas, Kabupaten Cianjur, untuk pergi bekerja setiap hari.
Ia harus berangkat sejak pukul 04.00 WIB menuju kantornya di daerah Tebet, Jakarta Selatan.
Setiap hari kerja, pria asal Kabupaten Cianjur ini menempuh perjalanan sejauh 85 kilometer sekali jalan.
Dari rumah di sekitar Istana Cipanas, ia berangkat menggunakan motor matic melintasi jalur Puncak, Cisarua, hingga Gadog, lalu memarkirkan kendaraannya di Stasiun Bogor.
Dari sana, ia melanjutkan perjalanan dengan KRL Commuter Line menuju Tebet.
Jika dihitung pulang-pergi, jarak tempuhnya mencapai 170 kilometer.
Waktu perjalanan rata-rata sekitar 3–3,5 jam sekali jalan, sehingga total yang dihabiskan Fristo setiap hari bisa mencapai 7 jam.
Ongkos Rp 300.000 per Minggu
Perjalanan panjang ini tentu menuntut biaya yang tidak sedikit.
Dalam seminggu, Fristo mengaku bisa menghabiskan sekitar Rp 300.000 hanya untuk ongkos.
“Seminggu sekitar Rp 300.000-an lah PP (pulang pergi). Sudah semua, termasuk transport, makan, dan titip motor,” ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (15/8/2025).
Biaya itu meliputi bensin motor, tiket KRL, makan, serta penitipan motor di Stasiun Bogor.
Bagi sebagian orang, ongkos tersebut mungkin dianggap memberatkan, tetapi Fristo menilai biayanya tidak jauh berbeda dengan jika ia harus menyewa kos di Jakarta.
Suasana di dalam Kereta Rel Listrik (KRL) yang mengarah ke Jakarta Kota masih dipadati penumpang dari Stasiun Bogor meski pemerintah menetapkan Senin (18/8/2025) sebagai hari cuti bersama dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia
Lebih Memilih Pulang daripada Ngekos demi Kumpul Keluarga
Meski setiap hari menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, Fristo enggan memilih kos dekat kantor. Alasannya bukan sekadar soal biaya, melainkan keluarga.
“Anak istriku di Cipanas, saya homesick banget kalau tidak pulang ke rumah. Apalagi kalau ngekos, malah tidak bisa tidur kalau tidak ada mereka, saya sudah pernah nyoba soalnya,” kata Fristo.
Pengalaman singkat tinggal di kos membuatnya sadar bahwa kebersamaan dengan keluarga lebih berharga daripada waktu yang ia habiskan di jalan.
Bagi Fristo, pulang adalah alasan, dan keluarga menjadi tujuan.
Tantangan Perjalanan Sehari-hari
Rute Cipanas–Bogor–Jakarta identik dengan jalur wisata. Namun, bagi Fristo, jalur ini sudah menjadi bagian dari rutinitasnya setiap hari.
Ia mengaku menikmati udara segar pagi hari dan pemandangan indah Puncak meski sering kali harus menghadapi kemacetan parah, terutama di kawasan Tajur, Bogor.
“Paling cepat 2,5 jam, tapi seringnya sih 3 sampai 3,5 jam kalau lagi rame banget atau macet di Bogornya. Kalau sekarang sepertinya sih 3,5 jam-an karena di Tajur, tiba-tiba ada galian tanah yang bikin super duper macet,” ucapnya.
Selain macet, hujan deras kerap menjadi hambatan. Sebagai pengendara motor, ia harus menepi demi keselamatan.
Pulangnya pun tidak kalah berat. Beberapa titik di jalur Puncak minim penerangan sehingga membutuhkan kewaspadaan ekstra.
Lelah yang Terbayar Senyum Keluarga
Bagi banyak orang, perjalanan sejauh itu setiap hari mungkin terasa mustahil.
Namun, bagi Fristo, semua lelah terbayar lunas ketika sampai di rumah dan melihat senyum anak serta istrinya.
“Dulu saya sama istri kerja di Jakarta, liburnya malah ke Puncak. Sekarang setiap hari lewat sini, rasanya seperti liburan gratis,” ujarnya sambil tersenyum.
Perjuangan Fristo menggambarkan realitas banyak pekerja yang tinggal jauh dari ibu kota, harus menempuh perjalanan panjang dan biaya besar demi mencari nafkah, tetapi tetap memilih pulang demi keluarga.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!