Nazwa Aliya Pergi Diam-diam ke Kamboja Berujung Duka, Keluarga Harap Bantuan Pulangkan Jenazah

Kamboja, Deli Serdang, Nazwa Aliya, Nazwa tewas di kamboja, Nazwa Aliya Pergi Diam-diam ke Kamboja Berujung Duka, Keluarga Harap Bantuan Pulangkan Jenazah

Lanniari Hasibuan (53), warga Dusun XVI, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang, hanya bisa menangis dan pasrah saat menerima kabar kematian putrinya, Nazwa Aliya (19), di Kamboja.

Raut wajahnya tegang, matanya sayu, dan air mata terus membasahi pipinya. Ia mengaku mendapat kabar awal dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh bahwa anaknya sakit dan dirawat di rumah sakit.

"Saya dapat informasi dari KBRI kalau anak saya sakit dan dirawat di rumah sakit," ujar Lanniari, Jumat (15/8/2025).

Namun, sebelum sempat berangkat ke Kamboja, Lanniari justru dilarang oleh pihak KBRI untuk menyusul putrinya. Ia diminta agar keberangkatan diwakili oleh anggota keluarga lain.

"KBRI melarang saya datang ke Kamboja karena katanya anak saya benci melihat saya. Mereka sarankan adik saya atau keluarga lain yang berangkat," tuturnya.

Apa yang Terjadi di Rumah Sakit Siem Reap?

Setelah adiknya tiba di Kamboja, Lanniari menanyakan apakah ada perwakilan KBRI yang mendampingi di rumah sakit.

Namun, ternyata tidak ada satu pun petugas KBRI hadir di sana. Hingga kini, jenazah Nazwa masih berada di State Hospital, Provinsi Siem Reap, sejak dinyatakan meninggal pada 12 Agustus 2025.

Keluarga kini menghadapi kendala besar: biaya pemulangan jenazah yang mencapai USD 8.500 atau sekitar Rp138 juta. Lanniari yang hanya seorang ibu rumah tangga mengaku tidak sanggup membiayainya.

"Saya tidak punya uang sebanyak itu. Saya sangat berharap pemerintah membantu pemulangan jenazah anak saya," ucapnya lirih.

Bagaimana Awal Kepergian Nazwa?

Nazwa Aliya, lulusan SMK Telkom 2 Medan, sejak lama bercita-cita bekerja di luar negeri. Salah satu negara yang ingin dikunjunginya adalah Kamboja. Namun, sang ibu selalu menolak keinginan tersebut karena menilai Kamboja berbahaya.

“Awalnya anak saya minta izin untuk ikut study tour, tapi saya tolak. Lalu, ia minta izin untuk interview di salah satu bank, dan itu saya izinkan,” kenang Lanniari.

Nazwa mengikuti wawancara di salah satu kantor cabang bank di Medan selama dua hari. Pada Selasa (27/5/2025), ia masih sempat berkomunikasi dengan ibunya.

Malam harinya, Nazwa kembali meminta izin untuk interview kedua. Tanpa sepengetahuan sang ibu, ia justru merencanakan perjalanan ke Kamboja.

“Pada 28 Mei sekitar pukul 05.00 WIB, Nazwa sudah berangkat dari rumah. Saya sempat bangun, tapi karena lelah dan mengantuk, saya tidak terlalu memperhatikan,” ujar Lanniari.

Keesokan paginya, Lanniari menerima pesan WhatsApp dari Nazwa yang mengatakan telah meninggalkan kunci rumah di jendela. Hingga siang, tak ada kabar lagi darinya. Saat ditelepon, Nazwa hanya menjawab singkat agar komunikasi dilakukan lewat SMS.

Apa yang Terjadi di Bangkok?

Pada 29 Agustus 2025, kabar mengejutkan datang: Nazwa sudah berada di Bangkok, Thailand.

“Saya sempat pingsan saat mendengar itu. Waktu saya tanya dengan siapa ke Bangkok, Nazwa bilang bersama teman PKL-nya. Tapi setelah saya desak, ia mengaku pergi sendiri,” kata Lanniari.

Nazwa sempat menginap di Hotel Center Point, Bangkok. Namun, komunikasi semakin sulit. Ia menolak mengangkat telepon ibunya, meski sempat berbicara singkat dengan adiknya. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada pihak lain yang mengawasi pergerakannya.

“Rasanya seperti ada yang mengawasinya,” ungkap Lanniari.

Panik, Lanniari berusaha melaporkan kehilangan anak ke Polsek Medan Tembung. Namun, laporan ditolak dengan alasan Nazwa bukan lagi anak di bawah umur dan keberadaannya sudah diketahui.

Kabar duka datang pada 7 Agustus 2025. KBRI Phnom Penh menginformasikan bahwa Nazwa dirawat intensif di State Hospital, Siem Reap. Empat hari kemudian, pada 12 Agustus, Nazwa dinyatakan meninggal dunia.

“Saya dapat kabar tanggal 7 Agustus anak saya dirawat di RS, dan kemarin, 12 Agustus, saya kembali dikabarkan kalau anak saya sudah meninggal dunia,” kata Lanniari dengan suara bergetar.

Hingga kini, jenazah Nazwa masih tertahan di rumah sakit di Kamboja. Keluarga berharap pemerintah, khususnya Pemprov Sumatera Utara dan Pemkab Deli Serdang, bisa membantu biaya pemulangan.

“Saya tidak bisa apa-apa. Hanya pemerintah yang bisa membantu saya memulangkan anak saya,” kata Lanniari.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Terkendala Biaya, Lanniari Tak Bisa Bawa Pulang Jenazah Putrinya dari Kamboja.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!