Malaysia dan Rusia Makin Mesra, Jet Tempur Siluman Su-57 Masuk Radar RMAF

Sukhoi Su-57 Felon, 1. Rencana lama yang kembali mencuat, 2. Su-57 diminati negara lain, 3. Faktor penghambat dari Amerika Serikat, 4. Perbandingan dengan India dan Turkiye, 5. Konteks hubungan Malaysia-AS, 6. Peta jalan pertahanan Malaysia
Sukhoi Su-57 Felon

Hubungan Malaysia dengan Rusia tengah memasuki babak baru. Kunjungan kenegaraan Raja Malaysia Yang Mulia Sultan Ibrahim ke Moskow pada pekan ini bukan hanya sekadar agenda diplomasi, tetapi juga memunculkan spekulasi besar soal rencana Negeri Jiran untuk membeli jet tempur siluman generasi kelima Sukhoi Su-57 Felon dari Rusia.

Sultan Ibrahim tiba di Bandara Internasional Vnukovo2 Moskow pada Selasa siang waktu setempat menggunakan pesawat khusus kerajaan. Ia didampingi oleh Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin, Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Datuk Seri Amran Mohamed Zin, serta Duta Besar Malaysia untuk Rusia Datuk Cheong Loon Lai.

Kedatangan rombongan disambut pejabat tinggi Rusia, termasuk Menteri Sains dan Pendidikan Tinggi Valery Falkov, Wakil Menteri Luar Negeri Alexander Pankin, dan Duta Besar Rusia untuk Malaysia Nayl Latypov.

Kantor berita Bernama menyebut kunjungan Sultan Ibrahim ke Rusia ini dipandang sebagai sinyal era baru kerja sama kedua negara, terutama di bidang pertahanan, sains, teknologi, dan perdagangan.

Namun, sorotan terbesar tertuju pada isu apakah Malaysia benar-benar berniat mengakuisisi jet tempur Su-57 untuk kebutuhan Angkatan Udara Kerajaan Malaysia (RMAF).

Berikut sejumlah fakta penting terkait wacana Malaysia membeli jet tempur siluman Su-57 Rusia.

1. Rencana lama yang kembali mencuat

Isu pembelian Su-57 sebenarnya sudah terdengar sejak 2024 ketika Rusia berencana memamerkan dua unit Su-57 di Pameran Maritim dan Dirgantara Internasional Langkawi (LIMA 2025).

Satu unit dijadwalkan tampil statis, sementara satu lainnya melakukan atraksi udara. Namun rencana itu batal dan Rusia hanya mengirim tim aerobatik Russian Knights dengan Su-30SM dan Su-35S.

2. Su-57 diminati negara lain

Berbeda dengan di Malaysia, Rusia cukup aktif mempromosikan Su-57 di pameran internasional seperti Airshow China 2024 dan Aero India 2025.

Kehadiran jet tempur siluman itu mendapat sorotan besar dari publik dan pengamat militer, memperkuat reputasinya sebagai salah satu pesawat tempur generasi kelima yang menjadi pesaing F-35 buatan Amerika Serikat.

3. Faktor penghambat dari Amerika Serikat

Menurut analis geopolitik yang dikutip portal Malaysia Twentytwo13, kesepakatan akuisisi Su-57 sebenarnya sempat matang. Namun, ancaman sanksi dari Amerika Serikat lewat aturan CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act) bisa membuat Malaysia berpikir ulang.

CAATSA memungkinkan Washington menjatuhkan sanksi kepada negara yang membeli peralatan pertahanan dari Rusia, Iran, atau Korea Utara.

4. Perbandingan dengan India dan Turkiye

Sejumlah negara sudah merasakan dampak CAATSA. Turkiye misalnya, dikeluarkan dari program F-35 setelah membeli sistem pertahanan S-400 dari Rusia. Industri pertahanannya juga dilarang ikut memproduksi komponen F-35.

Sebaliknya, India yang juga membeli S-400 tidak dijatuhi sanksi. Bahkan, Amerika masih membuka peluang penjualan F-35 kepada New Delhi. Situasi ini menunjukkan adanya standar ganda dalam penerapan CAATSA.

5. Konteks hubungan Malaysia-AS

Rencana pembelian Su-57 ini semakin rumit karena Presiden AS Donald Trump dijadwalkan menghadiri KTT ASEAN di Kuala Lumpur pada Oktober mendatang. Malaysia baru saja menyelesaikan negosiasi tarif perdagangan dengan Washington, menghasilkan penurunan bea masuk dari 25 persen menjadi 19 persen, meski nilai kompensasinya mencapai lebih dari 240 miliar dolar AS.

Situasi ini membuat Kuala Lumpur harus berhati-hati mengambil langkah agar tidak memicu ketegangan baru dengan Washington.

6. Peta jalan pertahanan Malaysia

Sejumlah laporan menyebut, Malaysia tetap berencana melakukan modernisasi besar-besaran Angkatan Udara. Gelombang pertama empat unit Su-57E yang telah ditingkatkan mesinnya serta dilengkapi sensor dan avionik lebih canggih, disebut-sebut akan masuk dalam Rencana Malaysia ke-14.

RMAF ingin membentuk satu skadron penuh dengan target pengiriman terakhir pada 2030. Program ini juga sejalan dengan peta jalan Capability Plan 2025 (CAP55) yang merencanakan pensiunnya Su-30MKM pada 2030–2035.

Meskipun spekulasi pembelian Su-57 semakin kencang, banyak pihak meragukan Malaysia benar-benar berani mengambil langkah tersebut. Selain ancaman sanksi, ada pula pertimbangan biaya dan prioritas belanja pertahanan Malaysia yang harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi.

Namun, jika kesepakatan benar-benar tercapai, Malaysia bisa menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan jet tempur generasi kelima Su-57.

Kunjungan Sultan Ibrahim ke Rusia kali ini jelas akan menjadi momen penting yang dapat menentukan arah masa depan pertahanan Malaysia.

Pertanyaannya, apakah Malaysia akan berani menantang tekanan Amerika Serikat demi memperkuat pertahanan udaranya dengan Su-57? Jawabannya mungkin akan segera terungkap dalam waktu dekat.