Eropa Berbalik Arah: 6 Negara Akui Palestina, Israel Panas!

6 Negara Akui Palestina dan Kecam Israel di PBB
6 Negara Akui Palestina dan Kecam Israel di PBB

Gelombang dukungan terhadap Palestina semakin menguat di Eropa. Dalam satu tahun terakhir, sejumlah negara Eropa mengambil langkah berani dengan memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina sebagai sebuah negara berdaulat. Langkah ini tidak hanya menandai perubahan sikap politik di kawasan, tetapi juga memperlihatkan tekanan moral yang semakin besar terhadap Israel di tengah konflik berkepanjangan di Gaza.

Keputusan pengakuan tersebut lahir dari dorongan kuat untuk memperjuangkan solusi dua negara, sebuah gagasan yang sejak lama dianggap sebagai jalan keluar paling realistis dari konflik Palestina-Israel. Menariknya, langkah ini tidak berdiri sendiri. Seiring dengan pengakuan itu, beberapa negara juga secara terang-terangan mengkritik tindakan Israel, khususnya terkait serangan brutal di Gaza dan ekspansi permukiman di Tepi Barat.

Spanyol, Irlandia, dan Norwegia: Tiga Negara Pembuka

Pada 28 Mei 2024, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia secara serentak mengumumkan pengakuan resmi terhadap Palestina. Keputusan ini disampaikan dengan tujuan memperkuat upaya diplomasi menuju perdamaian dan memastikan bahwa Palestina memiliki tempat yang sah di panggung internasional.

Namun, pengakuan ini tidak diterima dengan tangan terbuka oleh Israel. Sebagai bentuk penolakan, pemerintah Israel langsung menarik duta besarnya dari ketiga negara tersebut. Ketegangan diplomatik pun meningkat, menandakan bahwa isu Palestina masih menjadi sumber perpecahan besar dalam politik global.

Bagi ketiga negara tersebut, pengakuan ini bukanlah keputusan spontan. Spanyol, misalnya, sejak lama menunjukkan sikap kritis terhadap kebijakan Israel. Perdana Menteri Pedro Sánchez bahkan menuduh Eropa bersikap ganda dalam menyikapi krisis Gaza jika dibandingkan dengan dukungan penuh yang diberikan kepada Ukraina. Kritik tajam ini membuat Spanyol semakin menegaskan dirinya sebagai salah satu motor dukungan terhadap Palestina di Eropa.

Slovenia Menyusul dengan Dukungan Parlemen

Tidak lama berselang, Slovenia bergabung dalam deretan negara yang mengakui Palestina. Pada 4 Juni 2024, parlemen Slovenia secara resmi mengesahkan keputusan tersebut dengan 52 suara mendukung dari total 90 anggota. Langkah ini semakin memperkuat posisi Palestina di Eropa, sekaligus menambah tekanan terhadap Israel.

Pengakuan Slovenia juga menunjukkan bahwa dukungan terhadap Palestina bukan hanya datang dari negara-negara dengan sejarah panjang keterlibatan diplomasi Timur Tengah, tetapi juga dari negara Eropa yang relatif kecil namun ingin menunjukkan peran moralnya dalam isu global. Dengan keputusan itu, Slovenia mengirim pesan bahwa keadilan dan hak menentukan nasib sendiri tidak boleh diabaikan.

Prancis: Negara G7 Pertama yang Akan Mengakui Palestina

Gelombang pengakuan ini semakin bergema ketika Presiden Emmanuel Macron pada Juli 2025 mengumumkan bahwa Prancis akan mengakui Palestina dalam Sidang Umum PBB pada September 2025. Jika langkah ini terealisasi, Prancis akan menjadi negara G7 pertama sekaligus anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memberikan pengakuan resmi.

Keputusan Macron memiliki bobot politik yang jauh lebih besar dibandingkan pengakuan dari negara-negara sebelumnya. Sebab, posisi Prancis di Eropa dan dunia internasional membuat sikapnya berpotensi memengaruhi negara-negara lain untuk mengikuti jejak serupa. Selain itu, pengakuan Prancis dianggap sebagai titik balik penting yang bisa mengubah dinamika diplomasi global terkait isu Palestina.

Belgia dengan Syarat yang Ketat

Tak hanya Prancis, Belgia juga mengumumkan niatnya untuk mengakui Palestina pada sidang PBB mendatang. Meski demikian, pengakuan Belgia tidak datang tanpa syarat. Pemerintah Belgia menegaskan bahwa ada beberapa hal yang harus terjadi terlebih dahulu, seperti pembebasan sandera terakhir yang ditahan di Gaza dan berakhirnya kekuasaan Hamas di wilayah tersebut.

Selain itu, Belgia juga berencana menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap produk-produk yang berasal dari permukiman ilegal Israel. Bahkan, pemerintah Belgia menyiapkan langkah diplomatik tegas dengan melarang sejumlah tokoh Israel memasuki wilayahnya. Tindakan ini memperlihatkan bahwa Belgia tidak sekadar memberi pengakuan simbolis, tetapi juga menggunakan instrumen politik dan ekonomi untuk menekan Israel.

Ringkasan Kronologi Pengakuan

Jika ditelusuri secara kronologis, gelombang pengakuan Palestina di Eropa berlangsung cepat dalam waktu singkat. Pada Mei 2024, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia menjadi tiga negara pertama yang membuka jalan. Tak lama kemudian, Slovenia menyusul pada awal Juni 2024. Kini, semua mata tertuju pada September 2025, saat Prancis dan Belgia dijadwalkan mengumumkan pengakuan mereka di hadapan Majelis Umum PBB.

Berikut rangkuman negara dan waktunya:

  • Spanyol, Irlandia, Norwegia: mengakui Palestina pada 28 Mei 2024.

  • Slovenia: mengakui Palestina pada 4 Juni 2024.

  • Prancis: akan mengakui Palestina pada Sidang Umum PBB September 2025.

  • Belgia: akan mengakui Palestina pada Sidang Umum PBB September 2025 dengan syarat tertentu.

Mengapa Eropa Mengambil Sikap?

langkah ini tidak bisa dilepaskan dari semakin kerasnya kritik terhadap Israel. Negara-negara seperti Prancis dan Belgia secara eksplisit mengutuk agresi militer Israel di Gaza serta ekspansi permukiman yang dianggap melanggar hukum internasional. Kritik itu juga menyertakan desakan agar hubungan dagang dan kemitraan strategis dengan Israel dievaluasi ulang.

Bagi Eropa, isu Palestina kini tidak hanya menyangkut politik luar negeri, tetapi juga citra moral dan konsistensi dalam membela hak asasi manusia. Dengan memberi pengakuan kepada Palestina, negara-negara ini ingin menunjukkan bahwa mereka tidak tinggal diam menghadapi ketidakadilan.

Gelombang yang Bisa Menular

Gelombang pengakuan Palestina di Eropa masih jauh dari selesai. Dengan langkah besar yang akan ditempuh Prancis dan Belgia, bukan tidak mungkin semakin banyak negara lain yang mengikuti. Setiap pengakuan baru memperkuat posisi Palestina di kancah internasional, sekaligus menambah tekanan terhadap Israel untuk duduk kembali di meja perundingan.

Pada akhirnya, pengakuan ini bukan hanya soal diplomasi, melainkan juga soal keberanian moral. Dunia kini menanti apakah gelombang dukungan tersebut mampu benar-benar mendorong lahirnya solusi damai yang selama puluhan tahun hanya menjadi wacana.