3 Sekutu Amerika Siap Akui Palestina, Negara Maju Ini Bikin Donal Trump Berang

Pengakuan negara Palestina sebagai entitas berdaulat terus mendapatkan momentum di kancah internasional. Gerakan ini semakin menguat setelah beberapa sekutu terdekat Amerika Serikat—terutama Prancis, Inggris, dan Kanada—mengumumkan niat mereka untuk mengakui Palestina. Sikap ini memicu reaksi keras dari mantan Presiden AS Donald Trump, yang menyebut langkah tersebut sebagai "penghargaan" bagi kelompok militan Hamas.
Pada hari Kamis (31/7), Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengonfirmasi bahwa Donald Trump, yang kembali mencalonkan diri sebagai presiden, sangat tidak senang dengan pengumuman tersebut. Ia menyebut keputusan negara-negara G7 itu dapat menghambat upaya gencatan senjata dan pembebasan sandera. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan Trump yang secara konsisten kritis terhadap pengakuan Palestina, di mana ia menolak untuk "berada di kubu itu."
Sikap Berbeda Para Pemimpin G7
Meskipun Trump mengecam Kanada dengan nada yang lebih keras, ia bersikap lebih lunak terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer. Keputusan Macron untuk mengakui Palestina, yang diumumkan beberapa waktu lalu, disebut Trump sebagai pernyataan yang "tidak penting" dan "tidak terlalu berpengaruh." Namun, langkah Macron itu justru menjadi katalis bagi negara-negara lain untuk mempertimbangkan tindakan serupa.
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menambahkan bahwa Inggris akan mengakui Palestina secara resmi pada September 2025, tetapi dengan syarat. Pengakuan ini akan terjadi kecuali Israel mengambil "langkah-langkah substantif," seperti menyetujui gencatan senjata di Gaza. Pernyataan bersyarat ini menunjukkan bagaimana para pemimpin dunia mencoba menyeimbangkan dukungan terhadap Palestina dengan tuntutan agar situasi di Gaza segera mereda.
Negara-negara yang Telah Mengakui Palestina
Gerakan diplomatik ini bukanlah hal baru. Mengutip laporan dari Al Jazeera, sebanyak 147 dari 193 negara anggota PBB, atau 75% dari komunitas internasional, telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Data ini mencerminkan dukungan global yang luas terhadap hak Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri.
Paus Fransiskus, melalui Tahta Suci—badan pemerintahan Gereja Katolik dan Kota Vatikan yang juga berstatus pengamat PBB—juga telah mengakui negara Palestina.
Berikut adalah beberapa tonggak penting dalam sejarah pengakuan Palestina:
1988: Gelombang Pengakuan Massif. Tahun ini menjadi momen bersejarah. Pengakuan pertama datang dari Iran pada 4 Februari 1988, diikuti oleh gelombang besar pada 15 November 1988. Indonesia, Malaysia, Yaman, Turki, Tunisia, Maroko, Kuwait, dan Irak menjadi bagian dari gelombang pertama ini. Indonesia dan Malaysia menjadi dua negara Asia Tenggara pertama yang mengakui Palestina.
Negara Besar Turut Menyusul. Beberapa hari setelahnya, negara-negara besar seperti Rusia (19 November 1988) dan Tiongkok (20 November 1988) turut menyatakan pengakuan mereka.
2024-2025: Dorongan dari Eropa. Dalam setahun terakhir, semakin banyak negara Eropa yang mendukung Palestina. Spanyol, Norwegia, dan Irlandia secara serentak mengakui Palestina pada 22 Mei 2024. Slovenia menyusul pada 4 Juni 2024. Sementara itu, Meksiko menjadi negara terbaru yang menyatakan pengakuannya pada tahun 2025.
Bagaimana dengan Negara-negara G7?
Negara-negara G7 adalah forum bagi tujuh negara dengan ekonomi maju terbesar di dunia: Prancis, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Di antara kelompok ini, kini muncul perpecahan.
Prancis, Inggris, dan Kanada secara terang-terangan telah menyatakan rencana untuk mengakui Palestina, terutama saat Sidang Umum PBB 2025.
Jerman, Italia, dan Jepang belum menunjukkan sinyal kuat untuk menyusul langkah sekutu mereka.
Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Donald Trump, menentang keras langkah tersebut.
Sementara itu, negara-negara Eropa lain seperti Malta dan Belgia juga sedang mempertimbangkan dan mendiskusikan pengakuan serupa. Perpecahan sikap ini menandai perubahan signifikan dalam dinamika geopolitik, di mana sekutu lama kini memiliki pandangan yang berbeda dalam menangani konflik Timur Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan internasional terhadap perdamaian dan kemerdekaan Palestina semakin meningkat, bahkan di kalangan negara-negara maju.