Penjelasan Tarif Trump dan Dampaknya terhadap Ekonomi Indonesia

Donald Trump, tarif Trump, tarif Trump adalah, Tarif Trump, eksportir, tarif trump, tarif impor Trump, tarif trump adalah, tarif trump ke indonesia, tarif impor amerika ke indonesia, Penjelasan Tarif Trump dan Dampaknya terhadap Ekonomi Indonesia

 Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi menetapkan kebijakan tarif impor ke 14 negara, termasuk ke Indonesia dengan tarif sebesar 32 persen.

Trump menyampaikan kebijakannya lewat sejumlah unggahan di media sosial Truth Social, Senin (7/7/2025) waktu AS, dan kemudian dilaporkan CNBC pada Selasa (8/7/2025).

Kebijakan yang dikenal dengan nama "tarif Trump" itu akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.

Ketetapan tersebut merupakan tindak lanjut dari masa negosiasi antara AS dan negara-negara yang dikenakan tarif selama 90 hari terakhir, atau yang sudah berlangsung sejak bulan April 2025.

Trump disebut mengambil kebijakan tarif setelah menerima rekomendasi dari sejumlah pejabat senior.

Pertimbangannya juga didasarkan pada informasi terbaru soal negosiasi perdagangan dengan negara-negara yang dikenai tarif.

Lantas, apa itu tarif Trump?

Penjelasan tarif Trump

Dilansir dari BBC, tarif Trump adalah presentase pajak yang dikenakan pada barang-barang yang diimpor dari negara lain.

Contohnya, jika sebuah produk impor dengan harga 10 dollar AS dikenai tarif sebesar 25 persen, maka produk tersebut dikenai biaya tambahan 2,5 dollar AS.

Tarif Trump akan dibayarkan oleh perusahaan yang ingin menjual barangnya ke AS.

Misalnya, perusahaan bahan mentah yang ingin memasukkan produknya ke AS harus membayar bea masuk ke petugas bea cukai dan perlindungan perbatasan di pelabuhan.

Uang yang terkumpul dalam bentuk tarif impor itu kemudian akan diberikan dan dikelola oleh Departemen Keuangan AS.

Kebijakan tersebut didasarkan pada visi ekonomi Trump yakni mendorong masyarakat AS untuk membeli lebih banyak barang buatan dalam negeri.

Jika hal tersebut bisa tercapai, maka efeknya adalah peningkatan ekonomi negara dan penambahan jumlah pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah.

Trump juga menerapkan tarif impor sebagai respons atas keputusan negara-negara lain yang membatasi ekspor produk buatan AS.

Rincian tarif Trump di 14 negara

Pada Selasa (8/7/2025) Gedung Putih merilis daftar 14 negara yang dikenai tarif Trump dan besaran tarifnya.

Ketetapan tersebut akan dikirimkan langsung oleh Trump melalui surat resmi ke pemerintahan masing-masing negara.

Berikut daftar 14 negara yang dikenai tarif Trump beserta besaran tarifnya:

  1. Jepang (25 persen)
  2. Korea Selatan (25 persen)
  3. Afrika Selatan (30 persen)
  4. Kazakhstan (25 persen)
  5. Laos (40 persen)
  6. Malaysia (25 persen)
  7. Myanmar (40 persen)
  8. Tunisia (25 persen)
  9. Bosnia dan Herzegovina (30 persen)
  10. Indonesia (32 persen)
  11. Bangladesh (35 persen)
  12. Serbia (35 persen)
  13. Kamboja (36 persen)
  14. Thailand (36 persen)

Pemerintah Indonesia sebelumnya mengharapkan penetapan tarif yang lebih rendah dari Vietnam, yakni sebesar 20 persen, namun harapan tersebut tidak terwujud.

Dampak tarif Trump ke Indonesia

Chier Economist Permata Bank Josua Pardede berpendapat kebijakan tarif Trump sebesar 32 persen ke Indonesia memiliki dampak yang signifikan, terutama bagi eksportir.

"Kebijakan ini secara khusus memukul produk-produk yang selama ini bersaing ketat dengan barang produksi lokal AS, seperti barang elektronik, mesin, bahan kimia, kosmetik, obat-obatan, besi, baja, serta sejumlah besar produk pertanian," katanya, dikutip dari , Kamis (3/4/2025).

Josua menilai tarif impor yang tinggi akan mengurangi daya saing produk Indonesia ke pasar AS, karena kebijakan tersebut menaikkan biaya ekspor secara signifikan.

Apalagi, kata Josua, AS adalah salah satu pasar ekspor utama bagi para eksportir asal Indonesia.

Josua menambahkan, ada beberapa produk ekspor yang akan mengalami tekanan besar karena harga jualnya sangat sensitif terhadap tarif impor yang tinggi.

Produk ekspor tersebut berada di sektor manufaktur, yakni barang elektronik, otomotif, besi, dan juga baja.

Implikasinya, para eksportir harus mencari pasar alternatif di luar AS, atau bahkan mempercepat upaya pengalihan ke pasar domestik.

"Hal ini tentu saja tidak mudah, mengingat pasar AS sangat besar dan penting bagi Indonesia," ungkap Josua.

(Sumber: Kompas.com/Agustinus Rangga Respati | Editor: Sakina Rakhma Diah Setiawan)