BYD Tekankan Pentingnya Konsistensi Aturan EV buat Tarik Investor
Era elektrifikasi membuat Indonesia jadi pasar potensial untuk banyak manufaktur asing khususnya dari Tiongkok.
Namun menurut BYD (Build Your Dreams) masih ada beberapa hal bisa jadi pertimbangan investor agar menanamkan modal di Indonesia.
“Kita didukung cukup baik oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Namun kita melihat jika dibandingkan negara lain terkesan lebih favorable (karena) konsistensi dari aturan,” kata Luther T. Panjaitan, Head of Public & Government Relations PT BYD Motor Indonesia di sela Energy Insight Forum di Jakarta, Senin (02/06).
Luther mengungkapkan, saat ini kebijakan dari pemerintah sudah cukup menguntungkan dan adil ke manufaktur.

Misalnya, mobil yang masih berstatus impor sudah bisa ikut dalam program subsidi asal memiliki komitmen investasi dan melakukan produksi, sesuai jumlah penjualan di dalam negeri.
Namun pemberlakuannya perlu konsisten dan dalam jangka waktu panjang, memberikan kepastian bagi investor dan terbukti membuat konsumen semakin tertarik.
“Saya ambil contoh Thailand dan Vietnam. Di mana kalau kita lihat, perkembangan Thailand lebih signifikan, 32 persen (market share) xEV, artinya EV (Electric Vehicle) dan hybrid,” kata Luther.
Persyaratan investasi yang fleksibel dinilai jadi daya tarik bagi investor untuk masuk ke negara tertentu.
Terlepas dari itu, Luther menegaskan perkembangan kebijakan pendukung EV di dalam negeri terus berkembang dan mendukung manufaktur dalam menghadirkan kendaraan ramah lingkungan.
“Di 2021 ada program import duty, TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), sampai 2025 ada pemotongan VAT dan pajak barang mewah. BYD melihat ini adalah inisiasi baik dari pemerintah, karena merupakan fair starting point,” tegas Luther.

Sekadar informasi, saat ini BYD memanfaatkan program insentif impor yang dicanangkan pemerintah.
Lini mobil listrik dari BYD dijual dengan harga kompetitif mulai Rp 300 jutaan sampai Rp 700 jutaan meskipun masih diimpor utuh.
Fasilitas perakitan mereka masih dalam tahap pembangunan di Subang, Jawa Barat dengan kapasitas produksi 150.000 unit per tahun. Total investasinya disebut menyentuh Rp 11,7 triliun.