Stephanie Poetri Menikah Tanpa Cincin, Ketahui Asal-usul Tradisi Cincin Kawin

Penyanyi Stephanie Poetri telah resmi menikah dengan sang kekasih, Asher Novkov-Bloom. Pernikahan keduanya berlangsung intim di Beverly Hills Courthouse, Los Angeles, Kamis (30/5/2025).
Meski berlangsung intim, pernikahan ini menyita perhatian publik lantarn pasangan ini memutuskan untuk tidak mengenakan cincin kawin.
Alasan Stephanie Tak Memakai Cincin Kawin
Keputusan ini diungkap oleh sang ibu, Titi DJ, melalui unggahan di Instagram. Ia menyebut Stephanie memiliki fobia terhadap perhiasan atau benda-benda yang menyerupai perhiasan.
"Stephanie phobia terhadap segala sesuatu yang berbentuk jewellery, jadi mereka berdua tidak memakai cincin," kata Titi DJ dikutip dari Instagram @ti2j.
Meski tanpa cincin, bukan berarti makna pernikahan mereka berkurang. Stephanie dan Asher memilih simbol lain sebagai bentuk komitmen yang lebih personal.
Titi DJ menegaskan, pasangan ini memiliki cara sendiri untuk mengekspresikan ikatan mereka, di luar simbol fisik seperti cincin kawin.
Simbol cinta bermacam bentuknya
Meski tanpa simbol cincin, bukan berarti makna pernikahan mereka berkurang. Menurut Titi DJ, Stephanie dan Asher telah memilih simbol lain yang lebih personal untuk menandai komitmen mereka sebagai pasangan suami istri.
Pilihan ini jadi pengingat bahwa bentuk cinta dan ikatan bisa diekspresikan dalam berbagai cara. Tak harus selalu lewat benda fisik seperti cincin.
Lantas, dari mana sebenarnya asal mula tradisi cincin kawin?
Sejarah cincin kawin dari Mesir kuno
Cincin kawin selama ini identik dengan upacara pernikahan di banyak budaya, terutama dalam tradisi Barat. Namun, sejarahnya berakar jauh lebih dalam, bahkan sebelum konsep pernikahan modern dikenal.
Mengutip Discover Magazine, tradisi cincin kawin diyakini bermula dari Mesir kuno, sekitar 3.000 tahun sebelum masehi. Arkeolog menemukan relief dan artefak yang menunjukkan penggunaan cincin berbentuk lingkaran sebagai simbol keabadian.
Lingkaran dianggap tak memiliki awal dan akhir, sehingga merepresentasikan cinta yang abadi dan siklus kehidupan yang tak terputus.
Kala itu, cincin dibuat dari bahan alami seperti alang-alang, gading, atau kulit yang dianyam. Baru kemudian, seiring berkembangnya peradaban dan teknologi, cincin mulai dibuat dari logam mulia.
Menariknya, bangsa Mesir juga yang pertama kali mempercayai bahwa jari manis tangan kiri memiliki pembuluh darah yang langsung terhubung ke jantung, dikenal sebagai vena amoris atau "pembuluh cinta".
Meskipun secara medis tidak terbukti, keyakinan ini tetap lestari dan menjadi alasan populer mengapa cincin kawin disematkan di jari tersebut.
Tradisi ini kemudian menyebar ke Yunani, Etruria, dan Romawi kuno. Di zaman Romawi, cincin logam mulai digunakan dalam upacara pertunangan yang disebut sponsalia.
Cincin yang diberikan disebut annuli pronubi, awalnya terbuat dari besi, kemudian berkembang menjadi perak atau emas. Logam menunjukkan ketahanan dan nilai, sekaligus menjadi simbol kekayaan dan status sosial.
Simbol yang umum digunakan pada cincin kala itu adalah motif dua tangan tergenggam (fede rings), melambangkan kesatuan dan janji.
Dalam banyak kasus, cincin juga memiliki makna religius dan bahkan dianggap sebagai kontrak sah antara dua keluarga.
Dari simbol spiritual hingga lambang status, cincin kawin telah menempuh perjalanan panjang dalam sejarah peradaban manusia.
Meski begitu, di zaman sekarang, pasangan seperti Stephanie dan Asher memilih mengekspresikan cinta dengan cara mereka sendiri, tak melulu terpaku pada tradisi, tapi tetap mengakar pada makna kebersamaan dan komitmen.