Mulai Kurangi Produksi, Apa yang Sebenarnya Terjadi dengan Raksasa Mobil Listrik BYD?
BYD mulai mengurangi produksi mobil listrik. Strategi perang harga diduga jadi penyebabnya. Simak selengkapnya!

Raksasa otomotif asal China, BYD, tengah menjadi sorotan. Di tengah gembar-gembor ekspansi global dan dominasi pasar, tersiar kabar bahwa BYD mulai mengurangi produksi mobil listrik. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah strategi perang harga yang agresif menjadi penyebabnya? "BYD telah mengurangi produksi, memangkas jumlah shift di pabrik-pabriknya, serta menunda rencana penambahan jalur produksi setelah strategi perang harga yang dilancarkannya pada Mei lalu sepertinya menjadi bumerang," ungkap sumber Reuters.
Kabar ini tentu mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, BYD sedang gencar-gencarnya memperluas jaringan produksi hingga ke luar negeri, termasuk Thailand, Uzbekistan, dan Kamboja. Bahkan, mereka telah meluncurkan armada pengangkut mobil sendiri untuk mendukung ekspor. Lalu, mengapa mereka justru mengurangi produksi di dalam negeri?
Penurunan produksi ini juga berimbas pada ambisi perusahaan untuk meningkatkan penjualan. Jika sebelumnya BYD menargetkan penjualan 5,5 juta unit pada 2025, kini target tersebut diragukan dapat tercapai. Lantas, apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi keputusan BYD ini?
Strategi Perang Harga BYD Diduga Jadi Bumerang
Salah satu faktor utama yang diduga menjadi penyebab penurunan produksi BYD adalah strategi perang harga yang mereka lancarkan. Pada Mei lalu, BYD memberikan diskon besar-besaran untuk sejumlah model mobil listriknya di China. Langkah ini kemudian diikuti oleh pabrikan otomotif China lainnya, memicu persaingan harga yang semakin ketat.
Namun, strategi ini ternyata memiliki dampak negatif. Sejumlah pesaing seperti Great Wall Motor dan Geely menuding BYD telah mengguncang industri otomotif China. Mereka berpendapat bahwa penurunan harga yang drastis tidak hanya menipiskan keuntungan, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas produk.
"Penurunan harga tidak saja membuat keuntungan semakin tipis tapi juga diprediksi akan menurunkan kualitas produk," ujar perwakilan Great Wall Motor dan Geely.
Penurunan Produksi dan Dampaknya pada Pabrik BYD
Sebagai konsekuensi dari strategi perang harga yang kurang berhasil, BYD mulai mengurangi produksi di beberapa pabriknya. Bahkan, mereka membatalkan shift malam dan menurunkan produksi hingga sepertiga dari kapasitas sebelumnya. Kebijakan ini setidaknya diterapkan di empat pabrik perakitan mobil BYD.
Selain itu, BYD juga menunda rencana penambahan lini produksi baru. Padahal, tahun lalu BYD berhasil menjual 4,27 juta unit mobil, sebagian besar di pasar domestik China. Dengan penurunan produksi ini, target penjualan 5,5 juta unit pada 2025 tampaknya sulit untuk dicapai.
Menurut data dari Asosiasi Manufaktor Otomotif China, pertumbuhan produksi mobil BYD turun 13 persen pada April dan 0,2 persen pada Mei, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tren ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana BYD biasanya menggenjot produksi mulai kuartal kedua.
BYD Kuasai Pasar Mobil Listrik Nasional di Awal 2025
Di tengah isu pengurangan produksi di China, BYD justru mencatatkan prestasi gemilang di Indonesia. Pada awal tahun 2025, BYD berhasil mendominasi pasar mobil listrik nasional dengan penjualan mencapai 8.200 unit, termasuk sub-merek Denza. Pencapaian ini memberikan BYD pangsa pasar sekitar 50 persen dari total penjualan kendaraan listrik di Indonesia.
"Kemenangan BYD ini memberikan mereka pangsa pasar sekitar 50 persen dari total penjualan kendaraan listrik nasional," ungkap Direktur Operasi PT BYD Motor Indonesia, Nathan Sun, di Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2025.
Keberhasilan BYD di Indonesia turut berkontribusi pada pertumbuhan penjualan global perusahaan. Pada kuartal pertama 2025, penjualan mobil listrik murni (BEV) dan Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) BYD mencapai satu juta unit, meningkat 59,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Ekspansi Global dan Persaingan di Pasar Eropa
Selain fokus pada pasar domestik dan Indonesia, BYD juga gencar melakukan ekspansi global. Mereka telah membangun pabrik di Thailand, Uzbekistan, dan Kamboja, serta meluncurkan armada pengangkut mobil untuk mendukung ekspor. Pada bulan April, BYD bahkan berhasil menyalip Tesla di pasar kendaraan listrik Eropa untuk pertama kalinya.
Menurut JATO Dynamics, BYD menjual 7.231 unit mobil listrik di Eropa pada bulan April, naik 169 persen dari tahun ke tahun. Sementara itu, penjualan Tesla turun menjadi 7.165 unit, atau turun 49 persen. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa BYD mampu bersaing dengan para pemain besar lainnya di pasar Eropa.
Investasi dalam produksi lokal memungkinkan BYD untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing di pasar global. Selain itu, dengan membangun jaringan dealer yang luas, BYD dapat menjangkau lebih banyak konsumen dan meningkatkan penjualan.