BYD Makin Gencar di Asia Tenggara, Produsen Jepang Wajib Waspada

 Kejayaan produsen otomotif Jepang di Indonesia mulai diganggu oleh kehadiran manufaktur asal Cina. Salah satunya adalah BYD.

Merek tersebut menawarkan sejumlah model mobil listrik banderol kompetitif, bahkan kerap menyamai model serupa mobil mesin konvensional.

Di negara asalnya, industri otomotif tengah mengalami persaingan harga yang sengit. Sehingga perluasan pasar ke negara-negara potensial lain seperti Indonesia jadi cara merek Cina bertahan.

Hal ini diungkapkan oleh seorang perwakilan Jepang dari firma konsultan Alix Partners. Ia menyorot penjualan BYD di Asia Tenggara meroket karena mereka mencari pasar baru di tengah panasnya perang harga di Tiongkok.

Bocoran Spesifikasi BYD M9 PHEV yang Terdaftar di Indonesia

Hasilnya, kedatangan BYD dan berbagai merek mobil Cina lain perlahan menggoyahkan dominasi pabrik Jepang di Tanah Air melalui mobil ‘murah’.

“Harga kendaraan rendah yang jadi siasat merek Cina sangat cocok (diterapkan) di pasar Asia Tenggara,” kata Tomoyuki Suzuki, Japan Leader Alix Partners dikutip dari Nikkei Asia pada Kamis (03/07).

Dia juga mengatakan bahwa sejumlah negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Thailand tengah agresif membangun infrastruktur EV (Electric Vehicle) seperti SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum).

Mobil listrik disebut sebagai satu isu penting di negara terkait, terkhusus Indonesia. Beberapa kebijakan dicanangkan oleh pemerintah guna mempercepat adopsi kendaraan ramah lingkungan.

“Memperkuat hubungan ke negara seperti Indonesia yang punya material baterai termasuk nikel dan kobalt, konsisten dengan regulasi ekonomi Cina,” kata Tomoyuki.

Di lain sisi, pabrikan Jepang perlahan terlihat mengalihkan fokus ke pasar seperti India dan Oseania dengan investasi minim.

Tidak dapat dipungkiri, merek Jepang perlu mulai waspada. Menurut Tomoyuki, ada beberapa hal bisa dilakukan oleh produsen negeri sakura.

Wholesales Mobil Listrik Maret 2025, Denza Pimpin Persaingan

Misal terus memperkuat portofolio penjualan mobil hybrid sebagai kekuatan mereka, ketimbang memaksakan bersaing dengan mobil murah Cina.

Kemudian bersama pemerintah Jepang, perlu ada komitmen untuk mendukung pembangunan infrastruktur EV di Asia Tenggara.

“Pabrikan Jepang juga harus mempertahankan kekuatan brand mereka, yaitu biaya operasional rendah dan harga jual kembali yang tinggi,” tegas Tomoyuki.