Harga Minyakita Selalu Melebihi Ketentuan HET, Ini Permintaan Para Pengusaha

Harga Minyakita di pasaran terus melonjak dan melewati Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan. Padahal, Minyakita merupakan strategi dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng dan pengendalian inflasi, yang ditujukan bagi masyarakat kecil dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) merekomendasikan agar penyaluran minyak goreng rakyat atau MinyaKita didistribusikan langsung oleh Bulog, ID FOOD maupun PT Pos Indonesia, kepada masyarakat yang kurang mampu.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga, pemerintah bisa menjalankan sesuai dengan mekanisme pasar yang sudah ada, namun dalam jumlah yang terbatas.
"Jadi terkait dengan harga MinyaKita ini, dijalankan sesuai mekanisme pasar saja, tidak perlu diatur-atur, dan kepada masyarakat yang kurang mampu diberikan dana bantuan bentuk Tunai Langsung (BLT), catatan dan nama orang tersedia di per Kecamatan, dan jumlahnya juga terbatas," ujar Sahat.
Harga jual MinyaKita ditentukan oleh tiga faktor, yakni harga bahan baku minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan biaya angkut ke pabrik pengolahan; biaya pengolahan dari CPO ke minyak goreng ditambah pengemasan: serta biaya distribusi dari produsen sampai ke konsumen, kata Sahat, menjelaskan.
Namun di sisi lain, Indonesia merupakan negara kepulauan dan 68 persen pabrik minyak goreng berpusat di Pulau Jawa dan Sumatera.
Dengan kondisi tersebut, mengatur ulang skema distribusi tidak akan berpengaruh besar terhadap harga MinyaKita.
Ia memberikan contoh, di negara lain, pemerintahnya cukup menyampaikan harga minyak goreng yang disalurkan melalui pasar tradisional serta jumlah potongan harga per liternya.
Toko penjual atau pengecer mencatat harga jual ke pembeli, dengan disertai bukti penjualan. Selisih harga yang dijual kepada masyarakat kecil, bisa langsung ditagihkan ke pada pemerintah. Dengan demikian, polemik harga minyak goreng untuk rakyat minim terjadi.
Sistem yang selama ini berjalan melalui Simirah, hanya mencatat alur fisik dari produsen, pengecer dan konsumen. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan sistem yang baik dan tercatat melalui sistem distribusi yang terpercaya.
Saat ini sumber pendanaan untuk pembayaran tersebut bisa diambil dari Dana Potongan Ekspor Minyak Sawit yang dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit.
Namun, ada jalan sederhana, beli MinyaKita dari produsen minyak goreng dengan harga pasar, mereka salurkan ke masyarakat tertentu (kurang mampu), melalui PT Pos Indonesia.
"Selisih harga beli dari produsen dengan harga jual ke konsumen tertentu ditutup atau lunasi dari BPDP," ujarnya. (*)