Kenapa 17 Oktober Jadi Hari Kebudayaan Nasional? Ini Kata Fadli Zon

Tanggal 17 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kebudayaan Nasional (HKN). Hal ini ditetapkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025.
”Menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan. Hari Kebudayaan bukan merupakan hari libur. Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” tulis Fadli dalam SK tersebut, seperti dikutip, Senin (14/7/2025).
Surat tersebut diketahui telah ditandatangani pada 7 Juli 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Meski begitu, Hari Kebudayaan Nasional tidak akan termasuk dalam hari libur nasional.
Lantas, kenapa tanggal 17 Oktober dipilih sebagai Hari Kebudayaan?
Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/6/2025).
Alasan 17 Oktober jadi Hari Kebudayaan
Dikutip dari Kompas.com (14/7/2025), Fadli Zon menjelaskan, pemilihan 17 Oktober merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.
"Tanggal 17 Oktober dipilih berdasarkan pertimbangan kebangsaan yang mendalam, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951," ujar Fadli kepada Kompas.com, Senin (14/7/2025).
Fadli Zon melanjutkan, penetapan Hari Kebudayaan Nasional bertujuan untuk memperkuat kesadaran kolektif bangsa Indonesia tentang pentingnya pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Adapun dalam PP 66 Tahun 1951 mengatur semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian integral dari identitas bangsa.
"Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman," ujar Fadli Zon.
Ia menyambung, PP Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara merupakan tonggak sejarah penetapan Garuda Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai simbol resmi Indonesia.
Pengusul sebut tidak terkait ulang tahun Prabowo
Sebagaimana yang diketahui, tanggal peringatan Hari Kebudayaan Nasional ini bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
Pihak pengusul Hari Kebudayaan Nasional mengatakan pemilihan tanggal 17 Oktober bukan karena tanggal itu terkait ulang tahun Prabowo, tetapi karena ada alasan sejarah.
"Kajian kami sampai pada kesimpulan 17 Oktober merujuk pada PP Nomor 66 Tahun 1951. Blas (sama sekali) tidak terpikir itu ultah Prabowo,” kata pihak pengusul, Achmad Charis Zubair dari Tim Garuda 9, dihubungi Kompas.com pada Senin (14/7/2025).
Charis menjelaskan, Tim Garuda 9 adalah kelompok budayawan Yogyakarta pengusul hari kebudayaan nasional.
Tim Garuda 9 terdiri dari dirinya, Nano Asmorodono, Yani Saptohudoyo, Yati Pesek, Bimo Wiwohatmo, Isti Sri Rahayu, Isti Muryani, Oni Wantara, Rahadi Sapta Abra, dan Arya Arianto.
Dia menjelaskan, proses pengusulan hari kebudayaan nasional ini sudah dilakukan sejak Januari lalu saat Tim Garuda 9 mengajukan proposal, dilanjutkan dengan penyerahan naskah akademik sebulan sesudahnya.
Proses selanjutnya adalah diskusi kelompok terpimpin (FGD) dua kali secara daring dan luring, serta publikasi.
“Publikasi yang cukup masif, terbit serentak 40 berita, tayang di seluruh Indonesia saat audiensi dengan PWI, dan sosialisasi serentak di RRI dan TVRI,” ujar Charis.
Charis menjelaskan, hari kebudayaan nasional dinilai penting. Bukan sekadar seremonial, tetapi signifikansinya adalah untuk menumbuhkan ekosistem kebudayaan.
“Membangkitkan kesadaran berbangsa bernegara berdasarkan kemajemukan, keanekaragaman, kebinekaan budaya, melalui pendidikan karakter yang holistik meliputi pendidikan formal, kesadaran masyarakat, dan keluarga,” ujar Charis.
Kebudayaan disebutnya sebagai sistem kehidupan yang meliputi pandangan hidup, sistem perilaku, hingga karya-karya budaya.
Ia melanjutkan, Hari Kebudayaan Nasional juga penting untuk memperkuat wawasan kebangsaan, jati diri, dan kepercayaan diri bangsa.
Hari Kebudayaan Nasional, tambahnya, juga diharapkan akan memperkuat budaya, pandangan hidup, dan sistem norma.
Serta, dapat menjadi diplomasi budaya untuk meneguhkan bangsa Indonesia sebagai superpower kebudayaan.
"HKNI (Hari Kebudayaan Nasional Indonesia) bukan sekadar seremonial, tetapi diharapkan menumbuhkan ekosistem kebudayaan,” kata Charis.