Kala Fadli Zon Buat Anggota DPR Menangis Saat Debat soal Pemerkosaan Massal 1998

Fadli Zon, pemerkosaan massal 1998, fadli zon, penulisan ulang sejarah, Kala Fadli Zon Buat Anggota DPR Menangis Saat Debat soal Pemerkosaan Massal 1998, Klaim Fadli soal Dokumentasi dan Sumber Investigasi, Tangis Anggota DPR Pecah, Mercy Barends: Pemerintah Harus Berani Mengakui, Diterpa Protes, Fadli Tetap Lanjutkan Penulisan Ulang Sejarah

Suasana rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon mendadak menjadi emosional saat pembahasan menyentuh topik sensitif mengenai tragedi pemerkosaan massal 1998.

Dalam paparannya, Fadli menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal adanya kasus pemerkosaan, tetapi mempertanyakan penggunaan istilah massal untuk menggambarkan skala peristiwa tersebut.

“Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia itu antara 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras,” ujar Fadli saat rapat di Gedung DPR RI, Rabu (3/7/2025).

Klaim Fadli soal Dokumentasi dan Sumber Investigasi

Fadli menyebut dirinya telah mengikuti diskursus soal tragedi 1998 selama lebih dari dua dekade.

Ia menyatakan siap membuka ruang dialog sebagai seorang sejarawan dan peneliti, bukan semata pejabat pemerintah.

“Saya siap sebagai seorang sejarawan dan peneliti untuk mendiskusikan ini. Tidak ada denial sama sekali,” ucapnya.

Namun demikian, politikus Partai Gerindra itu mengaku memiliki keraguan terhadap dokumentasi peristiwa.

Ia menyinggung laporan awal Majalah Tempo dan pernyataan Sidney Jones, yang disebutnya mengalami kesulitan menemukan korban secara langsung saat investigasi dilakukan.

“Ini Majalah Tempo yang baru terbit pada waktu itu tahun '98, dibaca di sini dan bisa dikutip bagaimana mereka juga melakukan (investigasi),” katanya sambil mengangkat majalah tersebut.

“Kalau tidak salah seorang wartawannya mengatakan investigasi tiga bulan soal perkosaan massal itu, ada kesulitan. Sidney Jones mengatakan tidak ketemu satu orang pun korban,” lanjut Fadli.

Tangis Anggota DPR Pecah

Pernyataan Fadli langsung memicu reaksi emosional dari anggota Komisi X DPR, khususnya My Esti Wijayati dan Mercy Chriesty Barends dari Fraksi PDI-P.

My Esti yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi X tak kuasa menahan air mata saat menanggapi pernyataan Fadli yang dianggap tidak peka.

“(Mendengar) Pak Fadli Zon ini bicara kenapa semakin sakit ya soal pemerkosaan. Mungkin sebaiknya tidak perlu di forum ini, Pak, karena saya pas kejadian itu juga ada di Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari,” kata My Esti dengan suara bergetar.

Ia menilai penjelasan Fadli terlalu teoritis dan tidak menunjukkan empati terhadap penderitaan para korban maupun mereka yang hidup dalam ketakutan saat itu.

"Ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban pemerkosaan. Sehingga menurut saya, penjelasan Bapak yang sangat teori seperti ini, dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu, itu justru akan semakin membuat luka dalam,” ujar Esti.

Fadli sempat menyela interupsi tersebut dan menegaskan bahwa ia tetap mengakui adanya peristiwa pemerkosaan.

“Terjadi, Bu. Saya mengakui,” ucap Fadli singkat.

Namun respons itu tidak cukup meredakan emosi My Esti, yang kembali menekankan bahwa pernyataan Fadli tetap mengesankan penyangkalan penderitaan korban.

"Itu yang kemudian Bapak seolah-olah mengatakan...,” ucap Esti, lalu terdiam karena tak kuasa melanjutkan kalimatnya.

Mercy Barends: Pemerintah Harus Berani Mengakui

Air mata juga menetes dari mata Mercy Chriesty Barends.

Ia menilai negara seolah enggan mengakui sejarah kelam ini, meski dokumentasi dan testimoni korban sudah dikumpulkan sejak awal era Reformasi.

“Pak, saya ingin kita mengingat sejarah kasus Tribunal Court Jugun Ianfu. Begitu banyak perempuan Indonesia yang diperkosa dan menjadi rampasan perang pada saat Jepang. Pada saat dibawa ke Tribunal Court ada kasus, tapi tidak semua, apa yang terjadi? Pada saat itu pemerintah Jepang menerima semua,” ujar Mercy.

Diterpa Protes, Fadli Tetap Lanjutkan Penulisan Ulang Sejarah

Rapat juga diwarnai protes dari Koalisi Masyarakat Sipil yang hadir di balkon ruang rapat.

Mereka membentangkan spanduk dan menyerukan penolakan terhadap penulisan ulang sejarah nasional yang tengah digagas Fadli Zon.

“Hentikan pemutihan sejarah!”

“Dengarkan suara korban!”

“Tolak gelar pahlawan Soeharto!”

Menanggapi protes itu, Fadli menyikapinya santai.

"Ya, biasalah, kita dulu juga begitu,” katanya.

“Biasa sajalah, aspirasi ya,” tambahnya.

Fadli juga memastikan bahwa program penulisan ulang sejarah akan tetap berlanjut.

"Enggak (akan ditunda). Jangan menghakimi apa yang belum ada. Jangan-jangan nanti Anda lebih suka dengan sejarah ini," ucapnya.

Ia mengingatkan kembali pesan Bung Karno agar bangsa Indonesia tidak melupakan sejarah.

"Kok kita sekarang malah menuntut tidak boleh menulis sejarah, itu bagaimana ceritanya? Gitu ya, jadi kita tentu harus menulis sejarah kita," ujarnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .