PBB-P2 Naik di Mana-Mana, Anggota DPR Sebut Biang Keroknya UU HKPD dan Pemotongan DAU

Anggota Komisi XI DPR RI, Amin Ak, menyoroti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang melonjak di berbagai daerah.
Kenaikan ini terjadi akibat dua faktor utama yakni pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) oleh pemerintah pusat dan tuntutan kemandirian fiskal pasca-pemberlakuan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).
"Pemotongan DAU sebesar Rp15,67 triliun pada 2025 dari pagu awal Rp446,63 triliun memberikan tekanan besar bagi daerah. Kenaikan PBB-P2 menjadi respons fiskal, tetapi solusi berkelanjutan harus diutamakan melalui kolaborasi pusat-daerah dan optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD)," ujar Amin dalam keterangan tertulis, Selasa (19/8).
Amin menegaskan bahwa PBB-P2 dipilih karena basis data dan mekanismenya sudah tersedia. Namun, ia mengingatkan bahwa kenaikan drastis ini berpotensi menimbulkan "tax shock" atau guncangan pajak, yang dapat menurunkan kepatuhan wajib pajak dan memicu protes sosial, seperti yang terjadi di Pati dan Jombang.
Menurutnya, ada beberapa alternatif yang lebih sehat untuk meningkatkan penerimaan daerah. Beberapa di antaranya adalah memperluas basis pajak melalui digitalisasi data, menutup celah kebocoran penerimaan, dan mengoptimalkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sektor-sektor strategis seperti pariwisata, energi, dan air bersih.
Pemanfaatan aset daerah juga dapat dilakukan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yaitu kemitraan pemerintah dan swasta untuk pembangunan infrastruktur atau layanan publik yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015.
"Kemandirian fiskal memang penting, tetapi tidak boleh mengorbankan keadilan sosial," tegas politisi PKS ini.
Kolaborasi antara pusat dan daerah untuk menciptakan skema pendanaan yang adil, termasuk mengembalikan sebagian dana transfer yang dipotong, menjadi kunci utama untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sosial."